MAKALAH TOKSIKOLOGI AZAS-AZAS UMUM TOKSIKOLOGI KONDISI, MEKANISME, WUJUD, SIFAT DARI EFEK TOKSIK ATAU RACUN

Brebes, Jawa Tengah
MAKALAH TOKSIKOLOGI
AZAS-AZAS UMUM TOKSIKOLOGI
KONDISI, MEKANISME, WUJUD, SIFAT DARI EFEK
TOKSIK ATAU RACUN
BHAMADA
 





Disusun Oleh :
1. Ajeng Widiastuti
2. Alfi Nuri
3. Dian Hari Noviyanti
4. Nina Setyaningsih
5. Siti Nur Asiah

PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah mungkin ada sedikit hambatan. Namun berkat bantuan dukungan dari teman-teman serta bimbingan dari dosen pembimbing, sehingga kami dapat menyelasikan makalah ini dengan baik.
Dengan adanya makalah ini, diharapakan dapat membantu proses pembelajaran dan menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan, dukungan dan doanya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini dan dapat mengetahui tentang sejarah kesehatan dunia dan Indonesia. Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.


Slawi, Maret 2017


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................      i
KATA PENGANTAR.....................................................................................      ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................      iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................      1
1.1    Latar Belakang.................................................................................      1
1.2    Rumusan Masalah............................................................................      2
1.3    Tujuan Penulisan..............................................................................      2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................      3
2.1    Pengertian Toksik.............................................................................      3
2.2    Asas Umum Toksikologi..................................................................      4
2.3    Kondisi Efek Toksik........................................................................      4
2.4    Mekanisme Efek Toksik...................................................................      6
2.5    Wujud Efek Toksik..........................................................................      10
2.6    Sifat Efek Toksik.............................................................................      11
BAB III PENUTUP..........................................................................................      13
3.1    Kesimpulan......................................................................................      13
3.2    Saran................................................................................................      13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................      14







BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Toksikologi adalah  ilmu yang menetapkan  batas aman dari bahan kimia (Casarett and Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi.
Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan (Butler, 1978). Dengan demikian ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan.
Seperti telah diungkapkan, toksikologi didefinisikan sebagai ilmu tentang aksi berbahaya zat kimia atau jaringan biologi, definisi ini mengandung makna bahwa di dalam tubuh, dalam kondisi tertentu, zat kimia dapat berinteraksi dengan jaringan tubuh, sehingga mengakibatkan timbulnya efek berbahaya atau toksik dengan wujud dan sifat tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kondisi, aksi (mekanisme), wujud, dan sifat efek toksiki sesuatu zat kimia, merupakan dasar atau asas utama untuk belajar dan memahami toksikologi. Karena itu pulalah ilmu ini disebut toksikologi dasar.



1.2 Rumusan Masalah
1.   Bagaimana kondisi dari efek toksik atau racun ?
2.   Bagaimana mekanisme dari efek toksis atau racun ?
3.   Bagaimana wujud dari efek toksik atau racun ?
4.   Bagaimana sifat dari efek toksik atau racun ?

1.3    Tujuan
1.      Dapat mengetahui bagaimana kondisi dari efek toksik atau racun
2.      Dapat mengetahui bagaimana mekanisme dari efek toksis atau racun
3.      Dapat mengetahui bagaimana wujud dari efek toksik atau racun
4.      Dapat mengetahui bagaimana sifat dari efek toksik atau racun













BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian Toksik
Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya. Toksikologi adalah  ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia, definisi ini mengandung makna bahwa di dalam tubuh, dalam kondisi tertentu zat kimia dapat berinteraksi dengan jaringan tubuh, sehingga mengakibatkan timbulnya efek berbahaya atau toksik dengan wujud dan sifat tertentu. Bila demikian halnya, dengan memahami kondisi, mekanisme, wujud, dan sifat efek sesuatu zat kimia, dan sifat efek toksik suatu zat kimia, kita dapat mengevaluasi keberbahayaan zat kimia itu, yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan atau memperkirakan batas keamanan bila memejani manusia. Dan hal yang terakhir inilah merupakan arti penting toksikologi. Selanjutnya, berdasarkan atas kondisi pemejanannya dan luas cakupan pokok kajiannya, ruang lingkup toksikologi dapat dibedakan menjadi toksikologi lingkungan, ekonomi, dan kehakiman.
Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi dalam empat kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia pemaparan akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan pemaparan kronik dialami oleh para pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia.
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi yang dikenal dengan hubungan dosis-respons.

2.2   Asas Umum Toksikologi
Timbulnya efek toksik suatu zat kimia terjadi melalui beberapa proses. Menurut Donatus (2001), awalnya makhluk hidup terpapar oleh toksikan. Kemudian setelah diabsorpsi dari tempat paparannya maka toksikan atau metabolitnya akan terdistribusi ke tempat aksi (sel sasaran atau reseptor) tertentu yang ada di dalam diri makhluk hidup. Interaksi antara toksikan atau metabolitnya dengan sel sasaran atau reseptor di tempat aksi inilah yang menimbulkan pengaruh berbahaya atau efek toksik dengan wujud serta sifat tertentu. Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun mekanisme kerjanya. Pemahaman lebih mendalam mengenai ciri efek toksik bermanfaat untuk menilai bahayanya bagi kesehatan dan untuk mengembangkan upaya pencegahan dan terapi (Lu, 1995).
Berdasar alur peristiwa timbulnya efek toksik, ada empat asas umum yang perlu dipelajari dan dipahami dalam toksikologi. Empat asas tersebut adalah kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup, mekanisme aksi, wujud dan sifat efek toksik atau pengaruh berbahaya racun (Donatus, 2001).
Pemahaman atas empat asas umum tosikologi ini dapat dipergunakan untuk evaluasi keberbahayaan suatu zat. Evaluasi ini menentukan atau memperkirakan batas keamanan suatu zat bila mengenai atau digunakan pada manusia serta cara-cara menggunakannya supaya tidak menimbulkan efek toksik (Priyanto, 2009). emudian bermanfaat untuk

2.3    Kondisi Efek Toksik
Menurut Loomis (1978), kondisi efek toksik suatu senyawa adalah berbagai keadaan atau faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas absorbsi, distribusi, dan eliminasi senyawa tersebut di dalam tubuh makhluk hidup yang pada gilirannya akan menentukan keberadaan zat kimia tersebut secara utuh atau metabolitnya dalam sel sasaran atau efektivitas antaraksinya dengan sel sasaran. Jumlah zat kimia ataupun metabolitnya di sel sasaran akan mempengaruhi efek toksiknya (Priyanto, 2009). Kondisi efek toksik meliputi kondisi pemejanan (kondisi paparan zat kimia) dan kondisi makhluk hidup (Donatus, 2001).
Kondisi pemejanan yang mempengaruhi efek toksik adalah jenis, jalur, lama, kekerapan, saat, dan takaran pemejanan. Jenis pemejanan dibedakan menjadi dua, yaitu akut dan kronis. Keduanya dibedakan berdasarkan lama dan kekerapan pemejanan sebagai batas kurun waktu pemejanan terhadap makhluk hidup (Donatus, 2001).
Pemejanan akut adalah pemejanan yang dilakukan kurang dari 24 jam. Akan tetapi pada toksikologi klinis, pemejanan dalam kurun waktu 72 jam masih dianggap sebagai pemejanan akut. Pemejanan kronis didefinisikan sebagai pemejanan yang dilakukan secara berkesinambungan atau berulang dalam suatu periode waktu pemejanan tertentu yang lebih lama dari pada periode waktu pemejanan akut (Donatus, 2001).
Kondisi makhluk hidup adalah keadaan fisiologi dan patologi yang dapat mempengaruhi ketersediaan racun di sel sasaran dan keefektifan antaraksi kedua ubahan tersebut. Termasuk dalam kondisi fisiologis makhluk hidup yang berpengaruh terhadap efek toksik adalah berat badan, usia, suhu tubuh, kecepatan pengosongan lambung, kecepatan aliran darah, status gizi, kehamilan, jenis kelamin, irama sikardian, dan irama diurnal. Keadaan patologis meliputi sejumlah penyakit diantaranya penyakit saluran cerna, kardiovaskuler, hati, dan ginjal (Donatus, 2001). Keadaan patologis merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan uji toksikologi, terutama berkaitan dengan pemilihan dan penentuan hewan uji (Donatus, 2001).
Dimaksud dengan efek toksik adalah berbagai keadaan atau factor yang dapat mempengaruhi keefektifan absorbs, distribusi, dan eliminasi zat beracun di dalam tubuh, sehingga akan menentukan keberadaan zat kimia utuh atau metabolitnya dalam sel sasaran serta toksisitasnya. Termasuk dalam kondisi efek toksik ialah kondisi pemejanan yang meliputi jenis pemejanan (akut atau kronis) jalur pemejanan (intra vascular atau ekstra vascular), lama dan kekerapan pemejanan, saat pemejanan, dan takaran atau dosis pemejanan. Selain itu, termasuk pula dalam kondisi efek toksik ialah kondisi subyek atau makhluk hidup, meliputi keadaan fisiologi (misalnya: berat badan, umur, suhu tubuh, kecepatan pengosongan lambung, kecepatan alir darah, status gizi, kehamilan, genetika, jenis kelamin, ritme sirkadian, ritme diurnal) dan keadaan patologi (misalnya: penyakit saluran cerna, kardiovaskular, hati, dan ginjal).
Berbaga macam kondisi itu, akan mempengaruhi ketersediaan zat beracun atau metabolitnya didalam sel sasaran, atau keefektifan interaksinya dengan sel sasaran. Dengan cara demikian, akan menentuikan toksisitas suatu zat beracun.

2.4    Mekanisme Efek Toksik
Mekanisme aksi toksik suatu zat beracun berguna untuk mengetahui penyebab timbulnya keracunan yang berkaitan dengan wujud dan sifat efek toksik yang terjadi. Mekanisme aksi toksik racun dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu berdasarkan sifat dan tempat kejadian, sifat antaraksi antara racun dan tempat aksinya, serta risiko penumpukan racun di dalam gudang penyimpanan tubuh (Donatus, 2001).        
Mekanisme aksi berdasar sifat dan tempat kejadian, secara patologi dapat dibagi menjadi dua yaitu mekanisme luka intrasel dan ekstrasel. Mekanisme luka intrasel adalah luka yang diawali oleh aksi racun pada tempat aksinya di dalam sel, sehingga mekanisme ini sering disebut mekanisme langsung atau primer. Tempat aksinya meliputi membran sel (lipid, protein, reseptor), inti sel (DNA), sitosol (enzim), mitokondria (produk energi), dan retikulum endoplasmik (sintesis protein). Luka ekstrasel terjadi secara tidak langsung karena racun beraksi di lingkungan luar sel. Mekanisme ini disebut juga mekanisme tak langsung atau sekunder (Donatus, 2001). Lingkungan luar berpengaruh terhadap kelangsungan hidup sel. Keberadaan zat kimia di lingkungan sel dapat menggangu aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan struktur dan fungsi sel.
Pada dasarnya setelah zat beracun masuk ke dalam tubuh, suatu ketika dapat berdistribusi sampai ke cairan estrasel atau intrasel karena itu, berdasarkan atas sifat dan tempat kejadiannya, mekanisme aksi toksik zat kimia dibagi menjadi dua yakni mekanisme luka intrasel dan mekanisme ekstrasel. Mekanisme luka intrasel adalah luka sel yang diawali oleh aksi langsung zat beracun atau metabolitnya pada tempat aksi tertentu di dalam sel sasaran. Karena itu, mekanisme jenis ini sering kali dikenal sebagai mekanisme yan g sifatnya langsung atau primer. Sebaliknya mekanisme ekstrasel terjadi secara tidak langsung artinya, zat beracun pada awalnya beraksi dilungkungan luar sel dengan akibat terjadinya luka di dapam sel. Karenanya, mekanisme ini juga disebut mekanisme tak langsung atau sekunder.
a.    Mekanisme luka intraseluler
Di dalam tubuh, zat beracun mungkin berada dalam bentuk zat kimia induk atau dalam bentuk metabolit yang relatif (misalnya: ion karbonium, epoksida, radikal bebas), sebelum berada di sel sasaran. Setelah masuk ke dalam sel sasaran, kemungkinan akan berinteraksi dengan suatu sasaran molekuler yang khas atau tak khas, melalui salah satu dari beberapa mekanisme reaksi kimia yang mungkin (reaksi pendesakan, ikatan kovalen, substitusi, peroksidasi, dan lain sebagainya). Sebelum terjadi efek yang tidak diinginkan sebagai akibat interaksi tadi, pertama kali tubuh memberikan responnya, yang berupa aksi perbaikan atau adaptasi. Namun, bila mekanisme pertahanan tubuh ini tidak lagi mampu menanggulanginya maka terjadilah respon toksik yang pada dasarnya berwujud sebagai perubahan atau kekacauan biokimia, fungsional, atau struktural, yang sifatnya mungkin terbalikan atau metabolit reaktif zat beracun, akan bereaksi langsung dengan komponen-komponen molekular sel (sasaran molekular), melalui serangkaian reaksi kimia tertentu, sasaran molekular ini meliputi membran sel (lipid)
b.    Mekanisme luka ekstrasel
Kelangsungan hidup sel bergantung pada aneka ragam faktor lingkungan ekstrasel, yang pada dasarnya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik basal dan pengaturan aktifitas sel. Oleh karena itu, bila zat beracun yang berada di lungkungan ekstrasel mampu mengganggu atau mengacaukan kedua sistem tersebut, mungkin dapat menimbulkan perubahan struktur atau fungsi sel. Pada dasarnya, untuk kepentingan metabolik dasar bagi kepentingan hidup sel, dibutuhkan pasokan oksigen dan unsur hara, serta lingkungan cairan ekstraseluler yang optimal berkaitan dengan komposisi elektrolit atau asam basa. Pasokan oksigen diperlukan untuk produksi energi. Kecukupan pasokan oksigen ini bergantung pada fungsi alat pernafasan, difusi oksigen dari  alfeoli ke dalam darah, jumlah eritrosit yang berfungsi, dan sistem kardio faskular untuk transport eritrosit teroksigenkan ke sel. Semua tempat ini, dapat menjadi sasaran serangan kimia zat beracun. Misalnya, nitrit dapat merubah hemoglobin menjadi methemoglobin yang tidak sanggup membawa oksigen. Akibatnya terjadi kekurangan oksigen dalam sirkulasi darah (hipoksia). Bila berlanjut, keadaan ini akan berkembang menjadi anoksia. Dengan cara demikian, produksi energi sel akan terganggu. Akibatnya dapat terjadi degenerasi atau kematian sel.
Pasokan unsur hara diperlukan oleh semua sel agar berbagai reaksi metabolik dapat berlangsung dengan normal, sehingga produksi energi sel selalu mencukupi. Selain itu, unsur hara juga diperlukan untuk proses pertumbuhan dan fungsi sel. Kecukupan unsur hara ini tentunya bergantung pada keefektifan ingesti, digesti, absorbsi, dan distribusinya dari darah ke lingkungan luar sel. Dengan demikian, zat beracun apapun yang dapat menghambat berbagai proses perpindahan unsur hara dari tempat masuknya sampai akhirnya ke sel, tentu saja akan menimbulkan gangguan terhadap produksi energi atau pertumbuhan sel.
Cairan dan keseimbangan elektrolit serta eliminasi produk buangan metabolisme sel, merupakan sasaran potensial aneka ragam zat beracun. Pada umumnya, pengaruhnya berupa retensi cairan ( edema) atau dehidrasi. Keadaan hal ini mungkin menyebabkan perubahan struktur sekunder pada ginjal karena penekanan sodium, potasium, dan air tubuh. Sistem pengaturan aktifitas sel mengatur dan mengintegrasikan kebutuhan aktifitas sel untuk memenuhi persyaratan yang diperlukan bagi kelangsungan hidup sel. Untuk itu, di dalam tubuh terdapat beberapa sistem pengaturan yang saling berkaitan, yakni sistem saraf, endokrin (hormon), dan kekebalan (imun).
Sistem saraf merupakan sistem pengantaran aktifitas sel yang paling penting dan sekaligus kritis sebagai sasaran zat beracun. Baik secara langsung atau tak langsung, sistem ini mempengaruhi semua jenis sel. Karena itu, bila disrupsi atau kerusakan sistem ini, maka dapat menimbulkan kematian. Aneka ragam efek utama yang mungkin nampak ialah efek yang berkaitan dengan kendali neural kontraksi otot atau sekresi kelenjar. Golongan pestisida tertentu misalnya, dapat merusak saraf skiatik pada kaki. Otot yang dipasok oleh saraf ini, tidak akan terangsang untuk berkontraksi lebih lama akibat pemejannan pestisida itu. Kelumpuhan mungkin dapat terjadi.  Contoh lainnya, atropina mempengaruhi saraf otonom, sehingga dapat menghambat saraf sekresi kelenjar ludah. Akibatnya, mulut dapat terasa kering.
Sistem endokrin pada umumnya mengatur aktifitas pertumbuhan dan keseimbangan cairan serta elektrolit sel. Selain itu, sistem ini secara khas mengendalikan sistem reproduksi. Misalnya senyawa nirsteroid metalibur, dapat menekan sekresi gonadotropin, sehingga dapat menghambat spermatogenesis dan atropiperlengkapan kelenjar kelamin. Keadaan ini terjadi karena fungsi testis terutama diatur oleh gonadotropin LH dan FSH.
Sistem kekebalan tubuh mengatur molekul-molekulasi yang masuk ke dalam tubuh dan molekul-molekul asing yang dihasilkan di dalam tubuh. Namun, hal ini tidak berarti semua molekul di anggap asing oleh  tubuh. Molekul yang dianggap asing oleh sistem kekebalan disebut antigen. Pada umumnya, molekul antigen yang dijumpai ada kaitannya dengan bakteri, virus, protein, dan zat kimia asing. Dalam keadaan normal, antigen-antigen ini dapat dinetralkan oleh sistem kekebalan dan dieliminasi tanpa menyebabkan efek yang membahayakan tubuh inangnya, yang berkisar dari efek lokal yang ringan seperti ruam sampai ke reaksi yang parah dan fatal seperti syok. Reaksi yang membahayakan ini biasanya diacu sebagai reaksi alergi, yang sangat penting dalam kaitannya dengan mekanisme ketoksikan zat kimia apapun.


2.5    Wujud Efek Toksik
Wujud efek toksik suatu racun dapat berwujud perubahan biokimia, fisiologi (fungsional), dan struktural. Perubahan ini memiliki sifat yang khas, yaitu terbalikkan dan tak terbalikkan (Donatus, 2001). 
Respon perubahan biokimia merupakan perubahan atau kekacauan biokimia terhadap luka sel akibat antaraksi antara racun dan tempat aksi yang terbalikkan. Respon perubahan fungsional berkaitan dengan antaraksi racun dengan reseptor aktif enzim yang terbalikkan, sehingga mempengaruhi fungsi homeostasis tertentu (Donatus, 2001).
Termasuk dalam wujud efek toksik biokimia antara lain penghambatan respirasi seluler, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta gangguan pasokan energi. Termasuk dalam wujud efek toksik fungsional antara lain anoksia, gangguan pernapasan, gangguan sistem saraf pusat, hiper atau hipotensi, hiper atau hipoglikemia, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, perubahan kontraksi atau relaksasi otot, serta hiper atau hipotermi (Priyanto, 2009).
Perubahan fungsional atau biokimia seringkali merupakan tahap awal dari terjadinya perubahan struktural (Priyanto, 2009). Respon perubahan struktural meliputi degenerasi, proliferasi, dan inflamasi. Perubahan degenerasi meliputi atropi, akumulasi intrasel (yang paling sering dijumpai adalah penumpukan air dan lemak), serta nekrosis. Wujud efek toksik yang sama dapat memperantai timbulnya gejala klinis ketoksikan yang berbeda pada tiap individu.
Wujud efek toksik zat beracun, pada dasaranya merupakan perubahan biokimia, fungsional, dan struktural. Namun, tidak berarti bahwa efek toksik zat beracun sepenuhnya dapat terpisah dengan tegas ke dapam tiga jenis wujud dasar efek toksik itu. Melainkan, sering kali merupakan campuran, karena ketiganya merupakan proses yang saling berkaitan. Perubahan struktural misalnya, kebanyakan merupakan wujud akhir dari perubahan fungsional dan atau biokimia.
Jenis efek toksik berdasarkan perubahan biokimia, meliputi jenis wujud efek toksik yang berkaitan denggan respons dan perubahan atau kekacauan biokimia terhadap luka sel, akibat interaksi antara zat beracun dan tempat aksi tertentu, yang sifatnya berbalikan.  Termasuk dalam jenis wujud efek toksik itu, diantaranya menghambat respirasi sel, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan gangguan pasokan energi. Misalnya sianida mampu menghambat rantai transport elektron.
Jenis efek toksik berdasarkan perubahan fungsional meliputi jenis wujud efek toksik yang berkaitan dengan interaksi zat beracun dengan reseptor atau tempat akhir enzim yang sifatnya berbalikan, sehingga dapat mempengaruhi fungsi homeostatis tertentu. Termasuk dalam jenis wujud efek toksik ini diantaranya anoksia, gangguan pernafasan, gangguan sistem saraf pusat, hiper atau hipotensi, hiper atau hopo glikemik, perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit, perubahan kontraksi atau rileksasi otot, dan hipo atau hipertermi. Insektisida organofosfat melation misalnya, dapat menyebabkan kematian karena penyekatan otot-otot pernafasan sebagai akibat penumpukan asetil kolin yang berlebihan. Hal ini terjadi karena hambatan enzim yang secara normal bertanggung jawab terhadap penawar racun neurotransmiter.
Efek toksik berdasarkan perubahan struktural, meliputi jenis wujud efek toksik yang berkaitan dengan perubahan morfologi sel yang akhirnya berwujud sebagai kekacauan struktural, terdapat respon histopatologi dasar sebagai tanggapan terhadap adanya luka sel, yakni degenerasi proliferasi, dan inflamasi atau perbaikan. Degenerasi dan poliferasi merupakan respon ekstrasel. Berbagai respon histopatologi itu, mendasari aneka ragam perubahan morfologi atau struktural dalam berbagai wujud atau bentuknya seperti degenerasi melemak, nekrosis, mutagenesis, karsinogenesis, dan lain sebagainya. Tetrasiklin merupakan contoh obat yang dapat menimbulkan perlemakan hati, sedang racun pangan aflatoksin dapat menimbulkan nekrosis hati. Pada umumnya, perubahan struktural ini bersifat terbalikkan. Meskipun demikian, adapula yang bersifat terbalikkan, misalnya degenerasi lemak.

2.6    Sifat Efek Toksik
Terdapat dua jenis sifat efek toksik zat beracun, yakni terbalikkan atau tak terbalikan. Ciri khas dari wujud efek toksik yang terbaikkan meliputi:
a.       Bila kadar racun yang ada dalam tempat aksi atau reseptor tertentu telah habis, maka reseptor tersebut akan kembali kesemula.
b.      Efek toksik yang ditimbulkan akan cepat kembali normal.
c.       Ketoksikkan racun bergantung pada takaran serta kecepatan absorbsi, distribusi, dan eliminasi racunnya.
Sedang cirikhas dari wujud efek toksik yang bersifat tak terbalikkan meliputi:
a.       Kerusakan yang terjadi sifatnya menetap
b.      Pemejanan berikutnya dengan racun akan menimbulkan kerusakan yang sifatnya sama sehingga memungkinkan terjadinya penumpukan efek toksik
c.       Pemejanan dengan takaran yang sangat kecil dalam jangka panjang akan menimbulkan efek toksik yang seefektif dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan racun dengan toksikan besar dalam jangka panjang.








BAB III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan:
a.       Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup.
b.      Asas umum toksikologi adalah kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup, mekanisme aksi, wujud dan sifat efek toksik atau pengaruh berbahaya racun.
c.       Kondisi efek toksik meliputi kondisi pemejanan (kondisi paparan zat kimia) dan kondisi makhluk hidup.
d.      Mekanisme aksi berdasar sifat dan tempat kejadian, secara patologi dapat dibagi menjadi dua yaitu mekanisme luka intrasel dan ekstrasel.
e.       Wujud efek toksik suatu racun dapat berwujud perubahan biokimia, fisiologi (fungsional), dan struktural.
f.       Terdapat dua jenis sifat efek toksik zat beracun, yakni terbalikkan atau tak terbalikan.

3.2   Saran
a.       Sebelum mengetahui ilmu toksikologi lebih lanjut, harus terlebih dahulu mengetahui dasar yaitu mengenai kondisi, mekanisme, wujud, dan sifat
b.      Perlunya pengawasan baik mengenai dosis, cara pemakaian, dan cara pemberian sehingga obat yang diberikan tidak menjadi toksik atau racun


DAFTAR PUSTAKA
Donatus, Argo, Imono. 2001.Toksikologi Dasar. Fakultas Farmasi, Universitas. Gajah Mada. Yogyakarta.
Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, Nugroho, E. (terj.), UI Press, Jakarta 
Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

laporan praktikum analgetik

kunci determinasi kunyit

MAKALAH TEKNIK SAMPLING