MAKALAH TOKSIKOLOGI AZAS-AZAS UMUM TOKSIKOLOGI KONDISI, MEKANISME, WUJUD, SIFAT DARI EFEK TOKSIK ATAU RACUN
Brebes, Jawa Tengah
MAKALAH TOKSIKOLOGI
AZAS-AZAS UMUM
TOKSIKOLOGI
KONDISI, MEKANISME,
WUJUD, SIFAT DARI EFEK
TOKSIK ATAU RACUN
Disusun
Oleh :
1. Ajeng
Widiastuti
2. Alfi Nuri
3. Dian Hari
Noviyanti
4. Nina
Setyaningsih
5. Siti Nur
Asiah
PROGRAM STUDI S1
FARMASI
STIKES BHAKTI MANDALA
HUSADA SLAWI
2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah mungkin ada
sedikit hambatan. Namun berkat bantuan dukungan dari teman-teman serta bimbingan
dari dosen pembimbing, sehingga
kami dapat menyelasikan makalah ini dengan baik.
Dengan adanya makalah ini, diharapakan dapat membantu
proses pembelajaran dan menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga
tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan, dukungan
dan doanya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membaca makalah ini dan dapat mengetahui tentang sejarah kesehatan dunia
dan Indonesia. Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharap
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Slawi, Maret 2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1
Latar Belakang................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3
Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
2.1
Pengertian
Toksik............................................................................. 3
2.2
Asas Umum Toksikologi.................................................................. 4
2.3
Kondisi Efek
Toksik........................................................................ 4
2.4
Mekanisme
Efek Toksik................................................................... 6
2.5
Wujud Efek Toksik.......................................................................... 10
2.6
Sifat Efek Toksik............................................................................. 11
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 13
3.1
Kesimpulan...................................................................................... 13
3.2
Saran................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Toksikologi
adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia (Casarett and Doulls, 1995).
Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada organisme
(hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi,
mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek
tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap
organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi
bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan
ekotoksikologi.
Dua
kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama maknanya ini
sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang
mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan
menimbulkan pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi adalah
ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya
populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan
interaksi dengan lingkungan (Butler, 1978). Dengan demikian
ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan.
Seperti telah diungkapkan, toksikologi
didefinisikan sebagai ilmu tentang aksi berbahaya zat kimia atau jaringan
biologi, definisi ini mengandung makna bahwa di dalam tubuh, dalam kondisi
tertentu, zat kimia dapat berinteraksi dengan jaringan tubuh, sehingga
mengakibatkan timbulnya efek berbahaya atau toksik dengan wujud dan sifat
tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kondisi, aksi (mekanisme),
wujud, dan sifat efek toksiki sesuatu zat kimia, merupakan dasar atau asas
utama untuk belajar dan memahami toksikologi. Karena itu pulalah ilmu ini
disebut toksikologi dasar.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kondisi
dari efek toksik atau racun ?
2.
Bagaimana
mekanisme dari efek toksis atau racun ?
3.
Bagaimana wujud
dari efek toksik atau racun ?
4.
Bagaimana sifat
dari efek toksik atau racun ?
1.3 Tujuan
1.
Dapat
mengetahui bagaimana kondisi dari efek toksik atau racun
2.
Dapat
mengetahui bagaimana mekanisme dari efek toksis atau racun
3.
Dapat
mengetahui bagaimana wujud dari efek toksik atau racun
4.
Dapat
mengetahui bagaimana sifat dari efek toksik atau racun
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Toksik
Toksikologi
adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia
terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara
kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di
timbulkannya. Toksikologi
adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia, definisi ini
mengandung makna bahwa di dalam tubuh, dalam kondisi tertentu zat kimia dapat
berinteraksi dengan jaringan tubuh, sehingga mengakibatkan timbulnya efek
berbahaya atau toksik dengan wujud dan sifat tertentu. Bila demikian halnya,
dengan memahami kondisi, mekanisme, wujud, dan sifat efek sesuatu zat kimia,
dan sifat efek toksik suatu zat kimia, kita dapat mengevaluasi keberbahayaan
zat kimia itu, yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan atau
memperkirakan batas keamanan bila memejani manusia. Dan hal yang terakhir
inilah merupakan arti penting toksikologi. Selanjutnya, berdasarkan atas
kondisi pemejanannya dan luas cakupan pokok kajiannya, ruang lingkup
toksikologi dapat dibedakan menjadi toksikologi lingkungan, ekonomi, dan
kehakiman.
Efek toksik
atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan dihasilkan
oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya
mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang
cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi
toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan
kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi
pemaparan.
Pemaparan
bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi dalam empat
kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia pemaparan akut
biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan pemaparan kronik
dialami oleh para pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia.
Interaksi bahan
kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua atau lebih
bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respons
yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik.
Karakteristik pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk
hubungan korelasi yang dikenal dengan hubungan dosis-respons.
2.2 Asas Umum Toksikologi
Timbulnya efek toksik suatu zat kimia terjadi melalui beberapa
proses. Menurut Donatus (2001), awalnya makhluk hidup
terpapar oleh toksikan. Kemudian setelah diabsorpsi dari tempat paparannya maka
toksikan atau metabolitnya akan terdistribusi ke tempat aksi (sel sasaran atau
reseptor) tertentu yang ada di dalam diri makhluk hidup. Interaksi antara
toksikan atau metabolitnya dengan sel sasaran atau reseptor di tempat aksi
inilah yang menimbulkan pengaruh berbahaya atau efek toksik dengan wujud serta
sifat tertentu. Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran,
maupun mekanisme kerjanya. Pemahaman lebih mendalam mengenai ciri efek toksik
bermanfaat untuk menilai bahayanya bagi kesehatan dan untuk mengembangkan upaya
pencegahan dan terapi (Lu, 1995).
Berdasar alur peristiwa timbulnya efek toksik, ada empat asas umum
yang perlu dipelajari dan dipahami dalam toksikologi. Empat asas tersebut
adalah kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup, mekanisme aksi, wujud dan
sifat efek toksik atau pengaruh berbahaya racun (Donatus, 2001).
Pemahaman atas empat asas umum tosikologi ini dapat dipergunakan
untuk evaluasi keberbahayaan suatu zat. Evaluasi ini menentukan atau
memperkirakan batas keamanan suatu zat bila mengenai atau digunakan pada
manusia serta cara-cara menggunakannya supaya tidak menimbulkan efek toksik
(Priyanto, 2009). emudian bermanfaat untuk
2.3
Kondisi Efek Toksik
Menurut Loomis (1978), kondisi efek toksik suatu senyawa adalah berbagai
keadaan atau faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas absorbsi, distribusi,
dan eliminasi senyawa tersebut di dalam tubuh makhluk hidup yang pada
gilirannya akan menentukan keberadaan zat kimia tersebut secara utuh atau
metabolitnya dalam sel sasaran atau efektivitas antaraksinya dengan sel
sasaran. Jumlah zat kimia ataupun
metabolitnya di sel sasaran akan mempengaruhi efek toksiknya (Priyanto, 2009).
Kondisi efek toksik meliputi kondisi pemejanan (kondisi paparan zat kimia) dan
kondisi makhluk hidup (Donatus, 2001).
Kondisi pemejanan yang mempengaruhi efek toksik adalah jenis,
jalur, lama, kekerapan, saat, dan takaran pemejanan. Jenis pemejanan dibedakan
menjadi dua, yaitu akut dan kronis. Keduanya dibedakan berdasarkan lama dan
kekerapan pemejanan sebagai batas kurun waktu pemejanan terhadap makhluk hidup
(Donatus, 2001).
Pemejanan akut adalah pemejanan yang dilakukan kurang dari 24 jam.
Akan tetapi pada toksikologi klinis, pemejanan dalam kurun waktu 72 jam masih
dianggap sebagai pemejanan akut. Pemejanan kronis didefinisikan sebagai
pemejanan yang dilakukan secara berkesinambungan atau berulang dalam suatu periode waktu
pemejanan tertentu yang lebih lama dari pada periode waktu pemejanan akut
(Donatus, 2001).
Kondisi makhluk hidup adalah keadaan fisiologi dan patologi yang
dapat mempengaruhi ketersediaan racun di sel sasaran dan keefektifan antaraksi
kedua ubahan tersebut. Termasuk dalam kondisi fisiologis makhluk hidup yang
berpengaruh terhadap efek toksik adalah berat badan, usia, suhu tubuh,
kecepatan pengosongan lambung, kecepatan aliran darah, status gizi, kehamilan,
jenis kelamin, irama sikardian, dan irama diurnal. Keadaan patologis meliputi
sejumlah penyakit diantaranya penyakit saluran cerna, kardiovaskuler, hati, dan
ginjal (Donatus, 2001). Keadaan patologis merupakan faktor penting yang harus
dipertimbangkan dalam pelaksanaan uji toksikologi, terutama berkaitan dengan
pemilihan dan penentuan hewan uji (Donatus, 2001).
Dimaksud dengan efek toksik adalah berbagai keadaan atau
factor yang dapat mempengaruhi keefektifan absorbs, distribusi, dan eliminasi
zat beracun di dalam tubuh, sehingga akan menentukan keberadaan zat kimia utuh
atau metabolitnya dalam sel sasaran serta toksisitasnya. Termasuk dalam kondisi
efek toksik ialah kondisi pemejanan yang meliputi jenis pemejanan (akut atau
kronis) jalur pemejanan (intra vascular atau ekstra vascular), lama dan kekerapan
pemejanan, saat pemejanan, dan takaran atau dosis pemejanan. Selain itu,
termasuk pula dalam kondisi efek toksik ialah kondisi subyek atau makhluk
hidup, meliputi keadaan fisiologi (misalnya: berat badan, umur, suhu tubuh,
kecepatan pengosongan lambung, kecepatan alir darah, status gizi, kehamilan,
genetika, jenis kelamin, ritme sirkadian, ritme diurnal) dan keadaan patologi
(misalnya: penyakit saluran cerna, kardiovaskular, hati, dan ginjal).
Berbaga
macam kondisi itu, akan mempengaruhi ketersediaan zat beracun atau metabolitnya
didalam sel sasaran, atau keefektifan interaksinya dengan sel sasaran. Dengan
cara demikian, akan menentuikan toksisitas suatu zat beracun.
2.4
Mekanisme Efek Toksik
Mekanisme aksi toksik suatu zat beracun berguna untuk mengetahui
penyebab timbulnya keracunan yang berkaitan dengan wujud dan sifat efek toksik
yang terjadi. Mekanisme aksi toksik racun dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu
berdasarkan sifat dan tempat kejadian, sifat antaraksi antara racun dan tempat
aksinya, serta risiko penumpukan racun di dalam gudang penyimpanan tubuh
(Donatus, 2001).
Mekanisme aksi berdasar sifat dan tempat kejadian, secara patologi
dapat dibagi menjadi dua yaitu mekanisme luka intrasel dan ekstrasel. Mekanisme
luka intrasel adalah luka yang diawali oleh aksi racun pada tempat aksinya di
dalam sel, sehingga mekanisme ini sering disebut mekanisme langsung atau
primer. Tempat aksinya meliputi membran sel (lipid, protein, reseptor), inti
sel (DNA), sitosol (enzim), mitokondria (produk energi), dan retikulum
endoplasmik (sintesis protein). Luka ekstrasel terjadi secara tidak langsung
karena racun beraksi di lingkungan luar sel. Mekanisme ini disebut juga
mekanisme tak langsung atau sekunder (Donatus, 2001). Lingkungan luar
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup sel. Keberadaan zat kimia di lingkungan
sel dapat menggangu aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan struktur dan
fungsi sel.
Pada dasarnya setelah zat beracun
masuk ke dalam tubuh, suatu ketika dapat berdistribusi sampai ke cairan
estrasel atau intrasel karena itu, berdasarkan atas sifat dan tempat
kejadiannya, mekanisme aksi toksik zat kimia dibagi menjadi dua yakni mekanisme
luka intrasel dan mekanisme ekstrasel. Mekanisme
luka intrasel adalah luka sel yang diawali oleh aksi langsung zat beracun atau
metabolitnya pada tempat aksi tertentu di dalam sel sasaran. Karena itu,
mekanisme jenis ini sering kali dikenal sebagai mekanisme yan g sifatnya
langsung atau primer. Sebaliknya mekanisme ekstrasel terjadi secara tidak
langsung artinya, zat beracun pada awalnya beraksi dilungkungan luar sel dengan
akibat terjadinya luka di dapam sel. Karenanya, mekanisme ini juga disebut
mekanisme tak langsung atau sekunder.
a. Mekanisme luka intraseluler
Di dalam tubuh, zat beracun mungkin
berada dalam bentuk zat kimia induk atau dalam bentuk metabolit yang relatif
(misalnya: ion karbonium, epoksida, radikal bebas), sebelum berada di sel
sasaran. Setelah masuk ke dalam sel sasaran, kemungkinan akan berinteraksi
dengan suatu sasaran molekuler yang khas atau tak khas, melalui salah satu dari
beberapa mekanisme reaksi kimia yang mungkin (reaksi pendesakan, ikatan
kovalen, substitusi, peroksidasi, dan lain sebagainya). Sebelum terjadi efek
yang tidak diinginkan sebagai akibat interaksi tadi, pertama kali tubuh
memberikan responnya, yang berupa aksi perbaikan atau adaptasi. Namun, bila
mekanisme pertahanan tubuh ini tidak lagi mampu menanggulanginya maka
terjadilah respon toksik yang pada dasarnya berwujud sebagai perubahan atau
kekacauan biokimia, fungsional, atau struktural, yang sifatnya mungkin
terbalikan atau metabolit reaktif zat beracun, akan bereaksi langsung dengan
komponen-komponen molekular sel (sasaran molekular), melalui serangkaian reaksi
kimia tertentu, sasaran molekular ini meliputi membran sel (lipid)
b. Mekanisme luka ekstrasel
Kelangsungan hidup sel bergantung
pada aneka ragam faktor lingkungan ekstrasel, yang pada dasarnya diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan metabolik basal dan pengaturan aktifitas sel. Oleh
karena itu, bila zat beracun yang berada di lungkungan ekstrasel mampu
mengganggu atau mengacaukan kedua sistem tersebut, mungkin dapat menimbulkan
perubahan struktur atau fungsi sel. Pada dasarnya, untuk kepentingan metabolik
dasar bagi kepentingan hidup sel, dibutuhkan pasokan oksigen dan unsur hara,
serta lingkungan cairan ekstraseluler yang optimal berkaitan dengan komposisi
elektrolit atau asam basa. Pasokan oksigen diperlukan untuk produksi energi.
Kecukupan pasokan oksigen ini bergantung pada fungsi alat pernafasan, difusi
oksigen dari alfeoli ke dalam darah,
jumlah eritrosit yang berfungsi, dan sistem kardio faskular untuk transport
eritrosit teroksigenkan ke sel. Semua tempat ini, dapat menjadi sasaran
serangan kimia zat beracun. Misalnya, nitrit dapat merubah hemoglobin menjadi
methemoglobin yang tidak sanggup membawa oksigen. Akibatnya terjadi kekurangan
oksigen dalam sirkulasi darah (hipoksia). Bila berlanjut, keadaan ini akan
berkembang menjadi anoksia. Dengan cara demikian, produksi energi sel akan
terganggu. Akibatnya dapat terjadi degenerasi atau kematian sel.
Pasokan
unsur hara diperlukan oleh semua sel agar berbagai reaksi metabolik dapat
berlangsung dengan normal, sehingga produksi energi sel selalu mencukupi.
Selain itu, unsur hara juga diperlukan untuk proses pertumbuhan dan fungsi sel.
Kecukupan unsur hara ini tentunya bergantung pada keefektifan ingesti, digesti,
absorbsi, dan distribusinya dari darah ke lingkungan luar sel. Dengan demikian,
zat beracun apapun yang dapat menghambat berbagai proses perpindahan unsur hara
dari tempat masuknya sampai akhirnya ke sel, tentu saja akan menimbulkan
gangguan terhadap produksi energi atau pertumbuhan sel.
Cairan dan
keseimbangan elektrolit serta eliminasi produk buangan metabolisme sel,
merupakan sasaran potensial aneka ragam zat beracun. Pada umumnya, pengaruhnya
berupa retensi cairan ( edema) atau dehidrasi. Keadaan hal ini mungkin
menyebabkan perubahan struktur sekunder pada ginjal karena penekanan sodium,
potasium, dan air tubuh. Sistem pengaturan aktifitas sel mengatur dan
mengintegrasikan kebutuhan aktifitas sel untuk memenuhi persyaratan yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup sel. Untuk itu, di dalam tubuh terdapat
beberapa sistem pengaturan yang saling berkaitan, yakni sistem saraf, endokrin
(hormon), dan kekebalan (imun).
Sistem
saraf merupakan sistem pengantaran aktifitas sel yang paling penting dan
sekaligus kritis sebagai sasaran zat beracun. Baik secara langsung atau tak
langsung, sistem ini mempengaruhi semua jenis sel. Karena itu, bila disrupsi
atau kerusakan sistem ini, maka dapat menimbulkan kematian. Aneka ragam efek
utama yang mungkin nampak ialah efek yang berkaitan dengan kendali neural
kontraksi otot atau sekresi kelenjar. Golongan pestisida tertentu misalnya, dapat
merusak saraf skiatik pada kaki. Otot yang dipasok oleh saraf ini, tidak akan
terangsang untuk berkontraksi lebih lama akibat pemejannan pestisida itu.
Kelumpuhan mungkin dapat terjadi. Contoh
lainnya, atropina mempengaruhi saraf otonom, sehingga dapat menghambat saraf
sekresi kelenjar ludah. Akibatnya, mulut dapat terasa kering.
Sistem
endokrin pada umumnya mengatur aktifitas pertumbuhan dan keseimbangan cairan
serta elektrolit sel. Selain itu, sistem ini secara khas mengendalikan sistem
reproduksi. Misalnya senyawa nirsteroid metalibur, dapat menekan sekresi
gonadotropin, sehingga dapat menghambat spermatogenesis dan atropiperlengkapan
kelenjar kelamin. Keadaan ini terjadi karena fungsi testis terutama diatur oleh
gonadotropin LH dan FSH.
Sistem kekebalan tubuh mengatur
molekul-molekulasi yang masuk ke dalam tubuh dan molekul-molekul asing yang
dihasilkan di dalam tubuh. Namun, hal ini tidak berarti semua molekul di anggap
asing oleh tubuh. Molekul yang dianggap
asing oleh sistem kekebalan disebut antigen. Pada umumnya, molekul antigen yang
dijumpai ada kaitannya dengan bakteri, virus, protein, dan zat kimia asing.
Dalam keadaan normal, antigen-antigen ini dapat dinetralkan oleh sistem
kekebalan dan dieliminasi tanpa menyebabkan efek yang membahayakan tubuh
inangnya, yang berkisar dari efek lokal yang ringan seperti ruam sampai ke
reaksi yang parah dan fatal seperti syok. Reaksi yang membahayakan ini biasanya
diacu sebagai reaksi alergi, yang sangat penting dalam kaitannya dengan
mekanisme ketoksikan zat kimia apapun.
2.5
Wujud Efek Toksik
Wujud efek toksik suatu racun dapat berwujud perubahan biokimia,
fisiologi (fungsional), dan struktural. Perubahan ini memiliki sifat yang khas,
yaitu terbalikkan dan tak terbalikkan (Donatus, 2001).
Respon perubahan biokimia merupakan perubahan atau kekacauan
biokimia terhadap luka sel akibat antaraksi antara racun dan tempat aksi yang
terbalikkan. Respon perubahan fungsional berkaitan dengan antaraksi racun
dengan reseptor aktif enzim yang terbalikkan, sehingga mempengaruhi fungsi
homeostasis tertentu (Donatus, 2001).
Termasuk dalam wujud efek toksik biokimia antara lain penghambatan
respirasi seluler, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta gangguan
pasokan energi. Termasuk dalam wujud efek toksik fungsional antara lain
anoksia, gangguan pernapasan, gangguan sistem saraf pusat, hiper atau
hipotensi, hiper atau hipoglikemia, perubahan keseimbangan cairan dan
elektrolit, perubahan kontraksi atau relaksasi otot, serta hiper atau hipotermi
(Priyanto, 2009).
Perubahan fungsional atau biokimia seringkali merupakan tahap awal
dari terjadinya perubahan struktural (Priyanto, 2009). Respon perubahan
struktural meliputi degenerasi, proliferasi, dan inflamasi. Perubahan
degenerasi meliputi atropi, akumulasi intrasel (yang paling sering dijumpai
adalah penumpukan air dan lemak), serta nekrosis. Wujud
efek toksik yang sama dapat memperantai timbulnya gejala klinis ketoksikan yang
berbeda pada tiap individu.
Wujud efek toksik zat beracun, pada
dasaranya merupakan perubahan biokimia, fungsional, dan struktural. Namun,
tidak berarti bahwa efek toksik zat beracun sepenuhnya dapat terpisah dengan
tegas ke dapam tiga jenis wujud dasar efek toksik itu. Melainkan, sering kali
merupakan campuran, karena ketiganya merupakan proses yang saling berkaitan. Perubahan
struktural misalnya, kebanyakan merupakan wujud akhir dari perubahan fungsional
dan atau biokimia.
Jenis efek toksik berdasarkan
perubahan biokimia, meliputi jenis wujud efek toksik yang berkaitan denggan
respons dan perubahan atau kekacauan biokimia terhadap luka sel, akibat
interaksi antara zat beracun dan tempat aksi tertentu, yang sifatnya
berbalikan. Termasuk dalam jenis wujud
efek toksik itu, diantaranya menghambat respirasi sel, perubahan keseimbangan
cairan dan elektrolit, dan gangguan pasokan energi. Misalnya sianida mampu
menghambat rantai transport elektron.
Jenis efek toksik berdasarkan
perubahan fungsional meliputi jenis wujud efek toksik yang berkaitan dengan
interaksi zat beracun dengan reseptor atau tempat akhir enzim yang sifatnya
berbalikan, sehingga dapat mempengaruhi fungsi homeostatis tertentu. Termasuk
dalam jenis wujud efek toksik ini diantaranya anoksia, gangguan pernafasan,
gangguan sistem saraf pusat, hiper atau hipotensi, hiper atau hopo glikemik,
perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit, perubahan kontraksi atau
rileksasi otot, dan hipo atau hipertermi. Insektisida organofosfat melation
misalnya, dapat menyebabkan kematian karena penyekatan otot-otot pernafasan
sebagai akibat penumpukan asetil kolin yang berlebihan. Hal ini terjadi karena
hambatan enzim yang secara normal bertanggung jawab terhadap penawar racun
neurotransmiter.
Efek toksik berdasarkan perubahan
struktural, meliputi jenis wujud efek toksik yang berkaitan dengan perubahan
morfologi sel yang akhirnya berwujud sebagai kekacauan struktural, terdapat
respon histopatologi dasar sebagai tanggapan terhadap adanya luka sel, yakni
degenerasi proliferasi, dan inflamasi atau perbaikan. Degenerasi dan poliferasi
merupakan respon ekstrasel. Berbagai respon histopatologi itu, mendasari aneka
ragam perubahan morfologi atau struktural dalam berbagai wujud atau bentuknya
seperti degenerasi melemak, nekrosis, mutagenesis, karsinogenesis, dan lain
sebagainya. Tetrasiklin merupakan contoh obat yang dapat menimbulkan perlemakan
hati, sedang racun pangan aflatoksin dapat menimbulkan nekrosis hati. Pada
umumnya, perubahan struktural ini bersifat terbalikkan. Meskipun demikian,
adapula yang bersifat terbalikkan, misalnya degenerasi lemak.
2.6
Sifat Efek Toksik
Terdapat
dua jenis sifat efek toksik zat beracun, yakni terbalikkan atau tak terbalikan.
Ciri khas dari wujud efek toksik yang terbaikkan meliputi:
a.
Bila kadar racun yang ada dalam tempat aksi atau reseptor
tertentu telah habis, maka reseptor tersebut akan kembali kesemula.
b.
Efek toksik yang ditimbulkan akan cepat kembali normal.
c.
Ketoksikkan racun bergantung pada takaran serta kecepatan
absorbsi, distribusi, dan eliminasi racunnya.
Sedang cirikhas
dari wujud efek toksik yang bersifat tak terbalikkan meliputi:
a.
Kerusakan yang terjadi sifatnya menetap
b.
Pemejanan berikutnya dengan racun akan menimbulkan kerusakan
yang sifatnya sama sehingga memungkinkan terjadinya penumpukan efek toksik
c.
Pemejanan dengan takaran yang sangat kecil dalam jangka
panjang akan menimbulkan efek toksik yang seefektif dengan yang ditimbulkan
oleh pemejanan racun dengan toksikan besar dalam jangka panjang.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan:
a. Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak
diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup.
b. Asas
umum toksikologi adalah kondisi pemejanan dan kondisi
makhluk hidup, mekanisme aksi, wujud dan sifat efek toksik atau pengaruh
berbahaya racun.
c. Kondisi efek toksik meliputi kondisi pemejanan (kondisi paparan
zat kimia) dan kondisi makhluk hidup.
d. Mekanisme aksi berdasar sifat dan tempat kejadian, secara patologi
dapat dibagi menjadi dua yaitu mekanisme luka intrasel dan ekstrasel.
e. Wujud efek toksik suatu racun dapat berwujud perubahan biokimia,
fisiologi (fungsional), dan struktural.
f. Terdapat dua jenis sifat efek toksik
zat beracun, yakni terbalikkan atau tak terbalikan.
3.2 Saran
a. Sebelum
mengetahui ilmu toksikologi lebih lanjut, harus terlebih dahulu mengetahui
dasar yaitu mengenai kondisi, mekanisme, wujud, dan sifat
b. Perlunya
pengawasan baik mengenai dosis, cara pemakaian, dan cara pemberian sehingga
obat yang diberikan tidak menjadi toksik atau racun
DAFTAR
PUSTAKA
Donatus, Argo, Imono. 2001.Toksikologi Dasar. Fakultas Farmasi,
Universitas. Gajah Mada. Yogyakarta.
Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko,
Nugroho, E. (terj.), UI Press, Jakarta
Loomis,
T.A., 1978, Toksikologi Dasar,
Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang.
Komentar
Posting Komentar