PENGEMAS DAN TUTUP SEDIAAN PARENTERAL
Brebes, Jawa Tengah
MAKALAH TEKHNOLOGI SEDIAAN FARMASI SEDIAAN STERIL
“PENGEMAS DAN TUTUP SEDIAAN PARENTERAL I”
Disusun
oleh:
1. Ayu
Rizki Amalia (E0014031)
2. Bayu
Aji Prastiyo (E0014032)
3. Dina Riani (E0014034)
4. LitaDwiFitrilia (E0014042)
5. Pungki
Fajarwati (E0014049)
Tingkat :
IIIB
Dosen Pengampu : Devi
Ika, M.Sc.,
Apt
PROGRAM
STUDI S1 FARMASI
STIKes
BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
2017
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadiran Allah SWT atas limpahan rahmatnya kepada kita semua. Rasa
syukur itu dapat kita wujudkan dengan cara memelihara lingkungan dan mengasah
akal budi pekerti kita untuk memanfaatkan karunia Allah SWT itu dengan
sebaik-baiknya.
Jadi,rasa
syukur itu harus senantiasa kita wujudkan dengan rajin belajar dan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan cara itu, anda akan menjadi generasi
bangsa yang tangguh dan berbobot serta pintar. Makalah ini yaitu materi “Tekhnologi Sediaan Farmasi Sediaan Steril”
tentang “Pengemasan dan Tutup
Sediaan Parenteral I”.
Segala
usaha telah kami lakukan untuk menyelesaikan makalah ini. Namun, dalam usaha
yang maksimal itu kami menyadari tentu masih terdapat banyak kekurangan. Untuk
itu kami mengharap kritik dan saran dari semua pihak yang bisa kami jadikan
sebagai motivasi.
Slawi, April 2017
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sediaan
parenteral merupakan sediaan steril. Sediaan ini diberikan melalui beberapa
rute pemberian yaitu intravena, intraspinal, intramuskuler, subkutis dan
intradermal. Apabila injeksi diberikan melalui rute intramuscular, seluruh obat
akan berada di tempat itu. Dari tempat suntikan itu obat akan masuk ke pembuluh
darah di sekitarnya secara difusi pasif, baru masuk ke dalam sirkulasi. Cara
ini sesuai utnuk bahan obat , baik yang bersifat lipofilik maupun yang
hidrofilik. Kedua bahan obat itu dapat diterima dalam jaringan otot
baik secara fisis maupun secara kimia. Ahkan bentuk sediaan larutan, suspensi,
atau emulsi juga dapat diterima lewat intramskuler, begitu juga pembawanya
bukan hanya air melainkan yang non air juga dapat. Hanya saja apabila berupa
larutan air harus diperhatikan pH larutan tersebut.
Istilah parenteral berasal dari kata Yunani para dan
enteron yang berari disamping atau lain dari usus. Sediaan ini diberikan dengan
cara menyuntikkan obat di bawah atau melalui satu atau lebih lapisan kulit atau
membrane mukosa. Karena rute ini disekitar daerah pertahanan yang sangat tinggi
dari tubuh, yaitu kulit dan selaput/membrane mukosa, maka kemurniaan yang
sangat tinggi dari sediaan harus diperhatikan. Yang dimaksud dengan kemurnian
yang tinggi itu antara lain harus steril.
Pengemas diartikan sebagai wadah,
tutup dan selubung sebelah luar, artinya
keseluruhan bahan kemas, dengannya obat ditransfortasikan dan
atau disimpan. Kemasan adalah penyatuan dari bahan
yang dikemas (bahan yang diisikan)
dan pengemas.
Bahan kemas yang kontak langsung dengan
bahan
yang dikemas, dinyatakan dengan bahan kemas primer, sebaliknya pembungkus selanjutnya,
seperti kotak terlipat, karton dan sebagainya dinamakan sebagai bahan kemas sekunder. Untuk menjamin stabilitas produk, harus
ditetapkan syarat yang sangat tegas terhadap bahan kemas primer, yang
seringkali menyatu dengan seluruh bahan yang diisikan baik berupa cairan
dan semi padatan. Bahan kemas sekunder pada umumnya
tidak berpengaruh terhadap stabilitas.
Wadah
merupakan salah satu komponen yang penting dalam sediaan farmasi, karena
ketidaksesuaian wadah akan mempengaruhi obat secara keseluruhan. Penampilan
obat sering pula sangat dipengaruhi oleh wadahnya, akan tetapi perlu disadari
juga bahwa wadah dapat mempengaruhi obat bahkan merusak obat dan menimbulkan
hal yang tidak diingini pada obat. Oleh sebab itu wadah sediaan farmasi harus
pula memenuhi persyaratan tertentu dan dibanyak negara terutama negara maju ada
standard dan cara uji wadah sediaan farmasi secara khusus. Suatu sediaan
farmasi yang steril tidak akan tetap steril jika tidak diberi wadah yang tepat.
Pengemasan dan penyimpanan juga merupakan suatu proses yang harus diperhatikan
untuk menjaga keutuhan obat agar tidak terjadi perubahan zat aktif yang mungkin
akan membentuk zat kimia yang berbahaya bagi tubuh.
1.2 RumusanMasalah
1.
Apa definisiSediaan Parenteral?
2. Apa
Tujuandari
Pengemasan?
3. Apa
Bahan Pengemas dari
Sediaan
Parenteral?
4.
Apa saja Syarat Wadah dan Tutup Sediaan Parenteral?
5. Apa saja Tipe-Tipe Wadah
Pada Sediaan Parenteral?
6. Apa saja Komponen Wadah/Pengemas
(Gelas)?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui definisi Sediaan Parenteral.
2.
Mengetahui tujuan dari Pengemasan.
3.
Mengetahui Bahan Pengemas dari Sediaan Parenteral.
4.
Mengetahui apa saja Syarat Wadah
dan Tutup Sediaan Parenteral.
5.
Mengetahui apa saja Tipe-Tipe Wadah
pada Sediaan Parenteral.
6.
Mengetahui apa saja Komponen Wadah/Pengemas
(Gelas).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sediaan Parenteral
Sediaan
parenteral adalah sediaan yang digunakan tanpa melalui mulut atau dapat
dikatakan obat dimasukkan ke dalam tubuh selain saluran cerna (langsung ke
pembuluh darah) sehingga memperoleh efek yang cepat dan langsung sampai
sasaran. Misal suntikan atau insulin.
Injeksi dan
infus termasuk semua bentuk obat yang digunakan secara parentral. Injeksi dapat
berupa larutan, suspensi, atau emulsi. Apabila obatnya tidak stabil dalam
cairan, maka dibuat dalam bentuk sediaan kering. Apabila mau dipakai baru
ditambahkan aqua steril untuk memperoleh larutan atau suspensi injeksi.
Injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilakukan atau disuspensikan
lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan dengan cara
menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput
lendir. Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus hati-hati
untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah akhir injeksi harus diamati satu
persatu secara fisik. Kemudian, kita harus menolak tiap wadah yang menunjukkan
pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual.
Bentuk suatu obat yang dibuat
sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat sendiri dengan memperhitungkan sifat
kimia dan fisika serta pertimbangan terapetik tertentu. Pada umumnya, bila obat
tidak stabil didalam larutan, maka obat tersebut harus membuatnya sebagai
serbuk kering yang bertujuan dibentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada
saat akan diberikan. Cara lainnya adalah membuatnya dengan bentuk suspensi
partikel obat dalam pembawa yang tidak melarutkan obat. Bila obat tidak stabil
dengan adanya air, maka pelarut dapat diganti sebagian
atau seluruhnya dengan pelarut yang tepat untuk obat agar stabil. Bila obat
tidak larut dalam air, maka obat suntik dapat dibuat sebagai suspensi air atau
larutan obat dalam pelarut bukan air, seperti minyak nabati.
Bila larutan air yang diinginkan,
maka dapat digunakan garam yang dapat larut dari obat yang tidak larut untuk
memenuhi sifat-sifat kelarutan yang diisyratkan. Larutan air atau larutan yang
bercampur dengan darah dapat disuntikan langsung kedalam aliran darah. Cairan
yang tidak bercampur dengan darah, seperti obat suntik berminyak atau suspensi,
dapat menghambat aliran darah normal dalam sistem peredaran darah dan umumnya
digunakan terbatas untuk pemberian bukan intravena.
Waktu mulai dan lamanya obat dapat
diatur sesuai dengan bentuk kimia obat yang digunakan. Keadaan fisik obat
suntik (larutan atau suspensi), dan pembawa yang digunakan. Obat yang sangat
larut dalam cairan tubuh umumnya paling cepat diabsorbsi dan mula kerjanya
paling cepat. Artinya, obat dalam larutan air mempunyai mula kerja yang lebih
cepat dari pada obat dalam larutan minyak. Alasanya adalah sediaan dalam air
lebih mudah bercampur dengan cairan tubuh sesudah disuntikkan dan kemudian
kontak partikel obat dengan cairan tubuh menjadi lebih cepat. Seringkali,
dibutuhkan kerja obat yang lebih panjang untuk mengurangi pengulangan pemberian
suntikan. Jenis suntikan dengan kerja yang panjang biasa disebut jenis sediaan
“depot” atau “repository”.
Dalam pembuatan obat suntik, syarat
utamanya ialah obat harus steril, tidak terkonaminasi bahan asing, dan disimpan
dalam wadah yang menjamin sterilitas. Infus intravenous adalah sediaan steril
berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis
terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume relatif banyak.
Emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar. Diameter fase dalam tidak lebih
dari 5 μm. kecuali dinyatakan lain, infus intravenous tidak diperbolehkan
mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan untuk infus intravenous harus
jernih dan praktis bebas partikel. Emulsi untuk infus intravenous setelah
dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan pemisahan fase (Dirjen POM, 1979).
2.2 Tujuan Pengemasan
Bahan kemas baik
bahan logam, maupun bahan lain seperti bermacam-macam plastik, gelas, kertas dan
karton seyogyanya mempunyai tujuan utama, yaitu:
a.
Sebagai pelindung
terhadap kotoran dan kontaminasi.
b.
Sebagai pelindung
terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran (cahaya).
c.
Mempunyai fungsi
yang baik, efisien dan ekonomis khususnya selama proses penempatan bahan kedalam
wadah kemasan.
d.
Mempunyai kemudahan
dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap penanganan,
pengangkutan dan distribusi.
e.
Mempunyai ukuran,
bentuk dan bobot yang sesuai dengan standart yang ada, mudah dibuang, dan mudah
dibentuk atau dicetak.
f.
Menampakkan identitas,
informasi dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan.
2.3 Bahan Pengemas
Menurut KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT
DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.4.1745 TENTANG KOSMETIK, wadah
adalah kemasan yang bersentuhan langsung dengan isi. Menurut SK Menkes
No.193/Kab/B/VII/71 peraturan tentang pembungkus dan penandaan wadah, wadah
adalah salah satu komponen yang penting
untuk sediaan farmasi, karena ketidaksesuaian wadah akan mempengaruhi obat
secara keseluruhan termasuk kestabilan dan efek terapi obat. Menurut USP,
wadah adalah alat untuk menampung suatu obat, atau mungkin dalam hubungan
langsung dengan obat tersebut.
Pengemas adalah
salah satu komponen penting dari bentuk sediaan farmasi. Menurut ketentuan yang
berlaku diseluruh dunia, pengujian stabilitas sediaan farmasi harus dilakukan dalam
pengemas akhir yang akan dipasarkan. Pengemas terdiri dari berbagai material
(gelas, logam, plastik, karet) yang tidak selalu inert terhadap obat yang
dikemas, karena secara sederhana dapat menyebabkan terjadinya absorpsi dan desorpsi
dari pengemas menuju obat disamping kemungkinan terjadinya interaksi. Komponen kemasan
berarti setiap bagian tunggal dari system wadah penutup. Komponen khas adalah wadah
(misalnya, ampul, vial, botol), pelapis wadah (misalnya, pelapis tube), penutup
(misalnya, topi sekrup, sumbat), pelapis penutup, sumbatan menyeluruh (Anonim,
1999).
Pengemas diartikan sebagai wadah,
tutup, dan selubung sebelah luar, artinya keseluruhan bahan kemas, dengannya
obat ditransportasikan dan/atau disimpan.
Kemasan adalah penyatuan dari bahan yang
dikemas (bahan yang diisikan) dan pengemas. Bahan kemas yang kontak langsung
dengan bahan yang dikemas, dinyatakan sebagai bahan kemas primer,sebaliknya
pembungkus selanjutnya seperti kotak terlipat, karton dan sebagainya dinamakan
bahan kemas sekunder.
Pembagian wadah untuk injeksi dibagi
menjadi dua macam yaitu:
1.
Wadah dosis tunggal, adalah suatu wadah yang kedap udara
yang mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian
parenteral sebagai dosis tunggal dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat
kembali yang dengan jaminan tetap steril. Contoh: ampul.
2.
Wadah dosis ganda, adalah wadah kedap udara yang
memungkinkan pengambilan isinya perbagian berturut-turut tanpa terjadi
perubahan kekuatan, kaulitas atau kemurnian bagian yang tertinggal. Contoh vial
atau botol serum.
Dalam industri farmasi, kemasan yang
terpilih harus cukup melindungi kelengkapan suatu produk. Karenanya seleksi
kemasan dimulai dengan penetuan sifat-sifat fisika dan kimia dari produk itu,
keperluan melindunginya, dan tuntutan pemasarannya. Secara umum, hal-hal
penting yang harus diperhatikan dari wadah adalah:
1. Harus cukup kuat untuk menjaga isi
wadah dari kerusakan
2. Bahan yang digunakan untuk membuat
wadah tidak bereaksi dengan isi wadah
3. Penutup wadah harus bisa mencegah
isi:
a) Kehilangan yang tidak diinginkan
dari kandungan isi wadah
b) Kontaminasi produk oleh kotoran yang
masuk seperti mikroorganisme atau uap yang akan mempengaruhi penampilan dan bau
produk.
4. Untuk sediaan jenis tertentu harus
dapat melindungi isi wadah dari cahaya
5. Bahan aktif atau komponen obat
lainnya tidak boleh diadsorpsi oleh bahan pembuat wadah dan penutupnya, wadah
dan penutup harus mencegah terjadinya difusi melalui dinding wadah serta wadah
tidak boleh melepaskan partikel asing ke dalam isi wadah
6. Menunjukkan penampilan sediaan
farmasi yang menarik
Berdasarkan pertimbangan tentang
kondisi penutupan dalam Farmakope Indonesia, penyimpan obat dikelompokkan:
1. Wadah tertutup baik, yaitu wadah
yang dapat melindungi isinya dari zat padat dari luar dan dari hilangnya obat
pada kondisi pengangkutan, pengapalan, penyimpanan dan distribusi yang lazim.
2. Wadah tertutup baik terlindung dari
cahaya
3. Wadah tertutup rapat, yaitu wadah
yang dapat melindungi isinya dari kontaminasi cairan-cairan, zat padat atau uap
dari luar, dari hilangnya obat tersebut, dan dari pengembangan, pencairan, atau
penguapan pada kondisi pengangkutan, pengapalan, penyimpanan, dan distribusi
yang lazim. Suatu wadah tertutup rapat ditutup kembali sehingga kemampuan yang
sama seperti sebelum dibuka.
4. Wadah tertutup rapat terlindung dari
cahaya
2.4 Syarat Wadah dan Tutup Sediaan
Parenteral
Secara umum, hal hal yang harus diperhatikan dalam wadah dan
tutup sediaan parenteral diantaranya yaitu:
1. Harus cukup kuat untuk menjaga isi
wadah dari kerusakan
2. Bahan yang digunakan untuk membuat
wadah tidak bereaksi dengan isi wadah.
3. Penutup wadah harus mencegah isi:
a) Kehilangan yang tidak diinginkan
dari kandungan isi wadah.
b) Kontaminasi produk oleh kotoran yang
masuk seperti mikroorganisme atau uap yang akan mempengaruhi penampilan dan bau
produk.
4. Untuk sediaan jenis tertentu harus
dapat melindungi isi wadah dari cahaya.
5. Bahan aktif atau komponen obat
lainnya tidak boleh di adsorbsi oleh bahan pembuat wadah dan penutupnya, wadah
dan penutup harus mencegah terjadinya difusi melalui dinding wadah serta wadah
tidak boleh melepaskan partikel asing kedalam isi wadah.
6. Menunjukan penampilan sediaan
farmasi yang menarik.
Syarat wadah gelas meliputi:
1.
gelas harus
netral, tidak mengeluarkan alkali hingga dapat menaikkan pH larutaan injeksi.
2.
Pada waktu
menutup ampul, gelas mudah dilebur.
3.
Gelas tidak
mudah pecah, dan waktu ampul dipotong tidak mengeluarkan pecahan gelas yang
lembut. (Anief, 2010)
2.5 Tipe-Tipe Wadah
Gelas
yang digunakan untuk kemasan dalam mengemas sediaan farmasi digolongkan menjadi
empat kategori tergantung pada bahan kimia dari gelas tersebut dan kemampuannya
untuk mencegah peruraian, yaitu:
1. Tipe I – borosilicate
glass (gelas borosilikat
dengan daya tahan tinggi)
Pada
proses pembuatan sebagian besar alkali dan kation tanah diganti oleh boron dan
atau alumunium serta zink. Mempunyai daya tahan kimiawi yang sangat baik
sehingga tidak mempengaruhi preparat parenteral yang sangat peka, lebih baik
daripada gelas natrium karbonat. Umumnya digunakan untuk sediaan parenteral.
2. Tipe II – treated
soda lime glass (gelas soda
kapu yang diproses)
Adalah
gelas soda kapur silikat yang sudah mengalami pengerjaan permukaan pada bagian
yang berhubungan dengan isinya dan mempengaruhi preparat farmasi yang dikemas.
Umumnya digunakan untuk sediaan parenteral bersifat asam dan netral.
3. Tipe III – regular
soda lime glass (gelas soda
kapur biasa)
Adalah gelas soda kapur silikat yang mempunyai daya tahan kimiawi yang
cukup sehingga tidak mempengaruhi preparat farmasi yang dikemas. Biasanya tidak
digunakan untuk sediaan parenteral, kecuali jika data uji stabilitas yang
sesuai menunjukkan bahwa kaca Tipe III memenuhi untuk sediaan parenteral yang
dikemas di dalamnya.
4.
Tipe NP – general purpose soda
lime glass (gelas soda
kapur untuk penggunaan umum)
Adalah gelas soda kapur silikat yang digunakan untuk produk non
parenteral yang dimaksud untuk pemakaian penggunaan oral dan topical.
Tabel 1. Tipe gelas USP, Batas ui dan
petunjuk pemilihan
Batas Uji
|
||||
Tipe
|
Tipe Uji
|
Ukuran (ml)
|
H2SO4
0,020 N
(ml)
|
Pengunaan umum
|
Tipe I
Gelas borosilikat
|
Gelas yang diserbuk
|
Semua
|
1,0
|
Untuk larutan air, baik yang
didapar maupun tidak
|
Tipe II
Gelas soda kapur yang diproses
|
Serangan air
|
100 atau < 100
|
0,7
|
Larutan air yang didapar dengan pH
dibawah 7
|
> 100
|
0,2
|
Serbuk kering, larutan minyak
|
||
Tipe III
Gelas soda kapur
|
Gelas yang diserbuk
|
Semua
|
8,5
|
Serbuk kering, larutan minyak
|
TipeNP
Gelas soda kapur tujuan umum
|
Gelas yang diserbuk
|
Semua
|
15,0
|
Bukan untuk sedian parenteral,
untuk tablet, larutan oral, dan suspensi oral, salep dan cairan untuk obat
luar
|
Wadah
yang biasa menggunakan gelas adalah botol, pot, vial, dan ampuls. Kemasan gelas
dibuat dari tiga tipe gelas, yaitu gelas
netral (Tipe I) bersifat
kurang alkali dan lebih banyak aluminium,
gelas surface treated/borosilikat
(Tipe II) bersifat kurang alkali dan lebih banyak aluminium, sangat baik dan
harganya sangat mahal, dan gelas soda / alkali (Tipe III) digunakan untuk bahan
padat kering dan cairan bukan air.
Untuk sediaan
dengan berat di atas 2 g, biasa digunakan pot dari gelas. Gelas melindungi
dengan baik dan cocok dengan banyak produk. Untuk produk yang dipengaruhi oleh
cahaya, seperti salep yang mengandung fenol aktif atau garam merkuri, gelas
yang berwarna kuning - sawo matang (coklat) sering digunakan untuk mencegah
perubahan warna dari zat aktif. Tutup harus dapat mencegah sediaan menjadi
kering atau penguapan air dan zat aktif yang mudah menguap.
Kelebihan
menggunakan gelas antara lain, inert, kedap udara, dibuat dari bahan yang
relatif murah, tidak mudah terbakar, bentuknya tetap, mudah diisi, mudah
ditutup, dapat dikemas menggunakan packaging line, mudah disterilisasi, mudah
dibersihkan dan dapat digunakan kembali.
Kekurangan
gelas sebagai wadah untuk menyimpan sediaan semisolid dibandingkan dengan logam
dan plastik adalah lebih rapuh (mudah pecah) dan lebih berat untuk pengiriman.
Kemasan untuk konsumen yang terbuat dari gelas bukan merupakan wadah yang
paling higienis karena wadah akan sering dibuka berulang–ulang oleh konsumen,
dimana tangannya tidak selalu bersih.
2.6 Komponen Wadah/Pengemas
(Gelas)
Gelas
terutama tersusun dari pasir (silica yang hampir murni), soda abu (natrium
karbonat), batu kapur (kalsium karbonat), dan cullet (pecahan gelas yang dicampur dengan batch pembuatan dan berfungsi sebagai bahan penyatu untuk seluruh
campuran). Kation yang paling umum
didapatkan dalam bahan gelas farmasi adalah silicon, alumunium, boron, natrium,
kalium, kalsium, magnesium, zink, dan barium. Satu-satunya anion yang penting
adalah oksigen. Boron oksida ditambahkan untuk membantu proses pencairan. Timah
dalam jumlah kecil membuat gelas jernih dan berkilau. Alumina (Alumunium
oksida) sering digunakan menambah kekerasan dan keawetan serta menambah
ketahanan terhadap reaksi kimia.
Kemasan
gelas/kaca mempunyai sifat sebagai berikut: tembus pandang, kuat, mudah
dibentuk, lembam, tahan pemanasan, pelindung terbaik terhadap kontaminasi dan
flavor, tidak tembus gas, cairan dan padatan, dapat diberi warna, dapat dipakai
kembali (returnable), relatif murah (Stefanus, 2006).
Macam-macam
bentuk kemasan gelas/kaca yaitu:
- Botol
(leher tinggi, mulut sempit)
- Jar
(leher pendek, mulut lebar)
- Tumbler
(tanpa leher dan finish)
- Jugs
(leher pendek, ada pegangan)
- Vial
dan ampul (ukuran kecil, untuk obat/bumbu/zat kimia, dll.)
(Goeswin, 2009).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Sediaan parenteral merupakan sediaan
steril. Sediaan ini diberikan melalui beberapa rute pemberian yaitu intravena,
intraspinal, intramuskuler, subkutis dan intradermal.
Tujuan dari pengemasan diantaranya sebagai pelindung
terhadap kotoran dan kontaminasi. Sebagai pelindung terhadap kerusakan fisik,
perubahan kadar air dan penyinaran (cahaya). Dan mempunyai fungsi yang baik, efisien dan
ekonomis khususnya selama proses penempatan bahan kedalam wadah kemasan.
3.2
Saran
Dari makalah yang telah dibuat
penyusun mohon maaf apabila materi kurang lengkap dan diharapkan selanjutnya
dalam pembuatan makalah dapat diperbanyak lagi
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2010. ”Ilmu Meracik Obat”. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press
Anonim,
1999.
U.S. Department of Health and Human Service Children’s Bureau.Child
Maltreatment 1998: Reports from the States to the National Child Abuse and
Neglect Data System(NCANDS).Washington, D.C.: U.S. Government Printing Office.
Dirjen POM.
1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta:
Depkes RI
Goeswin, Agoes. 2009. Sediaan
farmasi Steril. Bandung: ITB Press
Stefanus, Lukas. 2006. Formulasi
Sediaan Steril. Yogyakarta: C.V Andi
Offset
Komentar
Posting Komentar