laporan praktikum metabolisme obat
Brebes, Jawa Tengah
PERCOBAAN II
METABOLISME OBAT
A.
Tujuan
Mempelajari
pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim pemetabolisme obat dengan
mengukur efek farmakologinya.
B.
Dasar teori
Metabolisme atau
biotransformasi adalah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan biologi yang
dikatalis oleh enzim menjadi metabolitnya. Jumlah obat dalam tubuh dapat
berkurang karena proses metabolisme dan ekskresi. Hati merupakan organ utama
tempat metabolisme obat. Ginjal tidak akan efektif mengeksresi obat yang
bersifat lipofil karena mereka akan mengalami reabsorpsi di tubulus setelah
melalui filtrasi glomelurus. Oleh karena itu, obat yang lipofil harus
dimetabolisme terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih polar supaya
reabsorpsinya berkurang sehingga mudah diekskresi.
Proses metabolisme terbagi
menjadi beberapa fase, fase I merubah senyawa lipofil menjadi senyawa yang
mempunyai gugus fungsional seperti OH, NH2, dan COOH. Ini bertujuan
agar senyawa lebih mudah mengalami proses perubahan selanjutnya. Hasil
metabolisme fase I mungkin mempengaruhi efek farmakologinya. Metabolisme fase I
kebanyakan menggunakan enzim sitokrom P450 yang banyak terdapat
di sel hepar dan GI. Enzim ini juga berperan penting dalam memetabolisme zat
endogen seperti steroid, lemak dan detoksifikasi zat eksogen. Namun demikian,
ada juga metabolisme fase I yang tidak menggunakan enzim sitokrom P450,
seperti pada oksidasi katekolamin, histamine dan etanol.
Reaksi fase II atau reaksi
konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase
I, ini terutama terjadi pada zat yang sangat lipofil. Konjugasi ialah reaksi
penggabungan antara obat dengan zat endogen seperti asam glukoronat, asam
sulfat, asam asetat dan asam amino. Hasil reaksi konjugasi berupa zat yang
sangat polar dan tidak aktif secara farmakologi. Glukoronidasi adalah reaksi
konjugasi yang paling umum dan paling penting dalam ekskresi dan inaktifasi
obat.
Obat yang sudah mempunyai
gugus seperti OH, NH2, SH dan COOH mungkin tidak perlu
mengalami reaksi fase I untuk dimetabolisme fase II. Dengan demikian tidak
semua zat mengalami reaksi fase I terlebih dahulu sebelum reaksi fase II.
Bahkan zat dapat mengalami metabolisme fase II terlebih dahulu sebelum
mengalami metabolisme fase I. (Mycek,2001)
Metabolisme obat terutama
terjadi di hati,yakni di membran endoplasmic reticulum(mikrosom)dan di
cytosol.Tempat metabolisme yang lain (ekstra hepatik) adalah: dinding usus,
Ginjal, Paru, Darah, Otak dan Kulit,juga di lumen kolon(oleh flora usus).
Tujuan metabolisme obat
adalah mengubah obat yang non polar (larut lemak) menjadi polar (larut air)agar
dapat diekskresikan melalui ginjal atau empedu.dengan perubahan ini obat aktif
umumnya diubah menjadi inaktif.Tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif(jika
asalnya prodrug),kurang aktif,atau menjadi toksik.
Reaksi metabolisme yang
terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytocrome P450 (cyp)yang disebut juga
enzim monooksigenase atau MFO (Mixed Fungtion Oxidase) dalam endoplasmic
reticulum (mikrosom)hati.Interaksi dalam metabolisme obat berupa induksi atau
inhibisi enzim metabolisme,terutama enzim cyp.
Induksi berarti peningkatan
sistem enzim metabolisme pada tingkat transkripsi sehingga terjadi peningkatan
kecepatan metabolisme obat yang menjadi substrat enzim yang bersangkutan.
Inhibisi enzim metabolisme
berarti hambatan yang terjadi secara langsung dengan akibat peningkatan kadar
substrat dari enzim yang dihambat juga terjadi secara
langsung. (Mardjono,2007,hal 8)
Proses metabolisme dapat
mempengaruhi aktivitas biologis,masa kerja,dan toksisitas obat.Oleh karena itu
pengetahuan tentang metabolisme obat penting dalam studi.suatu obat dapat
menimbulkan suatu respon biologis dengan melalui dua jalur,yaitu:
a. Obat aktif
setelah masuk melalui peredaran darah,langsuns berinteraksi dengan reseptor dan
menimbulkan respon biologis.
b. Pra-obat setelah
masuk ke peredaran darah mengalami proses metabolisme menjadi obat
aktif,berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis(bioaktivasi)
Secara umum tujuan
metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi metabolit tidak aktif dan tidak
toksik(bioinaktivasi atau detoksifikasi),mudah larut dalam air dan kemudian
diekskresikan dari tubuh.Hasil metabolit obat bersifat lebih toksik dibanding
dengan senyawa induk(biootoksifikasi)dan ada pula hasilmetabolit obat yang
mempunyai efek farmakologis berbeda dengan senyawa
induk.contoh:Iproniazid,suatu obat perangsang system syaraf pusat,dalam tubuh
di metabolis menjadi isoniazid yang berkhasiat sebagai antituberkolosis.
Faktor-faktor yang mempengarui metabolisme obat:
Metabolisme obat secara
normal melibatkan lebih dari satu proses kimiawi dan enzimatik sehingga
menghasilkan lebih dari satu metabolit.Jumlah metabolit ditentukan oleh kadar
dan aktivitas enzim yang berperan dalam proses metabolisme.Kecepatan
metabolisme dapat menentukan intensitas dan masa kerja obat.Kecepatan
metabolisme ini kemungkinan berbeda-beda pada masing-masing individu.Penurunan
kecepatan metabolisme akan meningkatkan intensitas dan memperpanjang masa kerja
obat dan kemungkinan meningkatkan toksisitas obat.Kenaikan kecepatan
metabolisme akan menurunkan intensitas dan memperpendek masa kerja obat
sehingga obat menjadi tidak efektif pada dosis normal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain:
1. Faktor Genetik atau keturunan
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah
obat kadang-kadang terjadi dalam system kehidupan.Hal ini menunjukkan bahwa
factor genetic atau keturunan ikut berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan
metabolisme obat.
2. Perbedaan spesies dan galur
Pada proses metabolisme obat,perubahan kimia yang
terjadi pada spesies dan galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda,tetapi
kadang-kadang ada perbedan uang cukup besar pada reaksi metabolismenya.
3. Perbedaan jenis kelamin
Pada spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis
kelamin terhadap kecepatan metabolisme obat
4. Perbedaan umur
Bayi dalam kandungan atau bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim
mikrosom hati yang diperlukan untuk memetabolisme obat relatif masih sedikit
sehingga sangat peka terhadap obat.
5. Penghambatan enzim metabolisme
Kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu
senyawa yang menghambat kerja enzim-enzim metabolisme dapat meningkatkan
intensitas efek obat,memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan juga
meningkatkan efek samping dan toksisitas.
6. Induksi enzim metabolisme
Pemberian bersama-sama suatu senyawa dapat meningkatkan kecepatan
metabolisme obat dan memperpendek masa kerja obat.Hal ini disebabkan senyawa
tersebut dapat meningkatkan jumlah atau aktivitas enzim metabolisme dan bukan
Karena permeablelitas mikrosom atau adanya reaksi penghambatan.Peningkatan
aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentuatau proses induksi enzim
mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar obat bebas dalam plasma
sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa kerjanya menjadi lebih
singkat.
Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas beberapa obat karena dapat
meningkatkan metabolisme dan metabolit reaktif.
7. Tempat metabolisme obat
Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan-jaringan
dan organ-organ seperti hati,ginjal,paru dan saluran cerna.Hati merupakan
organ tubuh tempat utama metabolisme obat oleh karena mengandung enzim-enzim
metabolisme dibanding organ lain.Metabolisme obat di hati terjadi pada membrane
reticulum endoplasma sel.Retikulum endoplasma terdiri dari dua tipe yang
berbeda,baik bentuk maupun fungsinya.Tipe 1 mempunyai permukaan membran yang
kasar,terdiri dari ribosom-ribosom yang tersusun secara khas dan berfungsi
mengatur susunan genetik asam aminoyang diperlukan untuk sintesis protein.Tipe
2 mempunyai permukaan membran yang halus tidak mengandung ribosom.Kedua tipe
ini merupakan tempat enzim-enzim yang diperlukan untuk metabolisme obat. Jalur
umum metabolisme obat dan senyawa organik asing Reaksi metabolisme obat dan dan
senyawa organic asing ada dua tahap yaitu:
1. Reaksi fase I atau reaksi fungsionalisasi
2. Reaksi fase II atau reaksi konjugasi.
Yang termasuk reaksi fase I adalah reaksi-reaksi oksidasi,reduksi,dan hi
drolisis.tujuan reaksi ini adalah memasukkan gugus fungsional tertentu
yang besifat polar.
Yang termasuk reaksi fase II adalah reaksi konjugasi,metilasi dan
asetilasi.Tujuan reaksi ini adalah mengikat gugus fungsional hasil metabolit
reaksi fase I dengan senyawa endogen yamg mudah terionisasi dan bersifat
polar,seperti asam glukoronat,sulfat,glisin dan glutamine,menghasilkan konjugat
yang mudah larut dalam air.Hasil konjugasi yang terbentuk (konjugat) kehilangan
aktivias dan toksisitasnya,dan kemudian di ekskresikan melalui urin.
Pada metabolisme obat, gambaran
secara tepat system enzin yang bertanggungjawab terhadap proses
oksidasi,reduksi,masih belum diketahui secara jelas.Secara umum diketahui bahwa
sebagian besar reaksi metabolik akan melibatkan prpses oksidasi.Proses ini
memerlukan enzim sebagai kofaktor,yaitu bentuk tereduksi dari
nikotinamid-adenin-dinukleotida fosfat (NADPH) dan
nikotinamid-adenin-dinukleotida
C. Alat dan
Bahan
1. Alat
a.)
Spuit injeksi dan jarum (
1-2ml )
b.)
Jarum berujung tumpul (
jarum per Oral )
c.)
Sarung tangan
d.)
Stop watch
e.)
Keranjang
f.)
Lap / Serbet
2. Bahan
a.)
Mencit
b.)
Pethidine 50 mg / ml
c.)
Simetidine 200 mg
d.)
alkohol
D. Cara Kerja
1. Kelompok
1
Hewan
Uji/ Mencit
|
-
Diambil 3 ekor mencit untuk tiap
kelompok
-
Dengan tanpa pra perlakuan terhadap
hewan uji / mencit.
-
Diberikan obat pethidine secara intra
peritoneal (ip) dengan dosis 1 mg.
-
Amati
-
Dihitung onset dan durasi dari efek
pethidine pada masing – masing mencit.
-
Dibandingkan hasilnya dengan menggunakan
uji statistic analisa varian pola searah dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil
|
2. Kelompok
2
Hewan
Uji/ Mencit
|
-
Diambil 3 ekor mencit untuk tiap
kelompok.
-
Diberikan
pra perlakuan dengan pemberian simethidin 1 mg oral 24 jam 3 hari.
-
Diberikan obat pethidine secara intra
peritoneal (ip) dengan dosis 1 mg.
-
Amati
-
Dihitung onset dan durasi dari efek
pethidine pada masing – masing mencit.
-
Dibandingkan
hasilnya dengan menggunakan uji statistic analisa varian pola searah dengan
taraf kepercayaan 95%.
Hasil
|
3. Kelompok
3
Hewan
Uji/ Mencit
|
-
Diambil 3 ekor mencit untuk tiap
kelompok.
-
Diberikan
pra perlakuan dengan pemberian simethidin 1 mg oral, 1 jam sebelum perlakuan.
-
Diberikan obat pethidine secara intra
peritoneal (ip) dengan dosis 1 mg.
-
Amati
-
Dihitung onset dan durasi dari efek
pethidine pada masing – masing mencit.
-
Dibandingkan
hasilnya dengan menggunakan uji statistic analisa varian pola searah dengan
taraf kepercayaan 95%.
Hasil
|
E. Hasil
1.
Tabel
. Hasil perhitungan onset dan durasi
MO
|
Onset
|
Durasi
|
||||
M1
|
M2
|
M3
|
M1
|
M2
|
M3
|
|
Tanpa
pra perlakuan
|
4
|
2
|
3
|
7
|
9
|
11
|
Perlakuaan
3 hari
|
1
|
3
|
3
|
5
|
11
|
8
|
Perlakuan
1 jam
|
7
|
10
|
6
|
14
|
8
|
8
|
Perhitungan ANOVA
a.)
Onset
Perlakuan
|
X1
|
X2
|
X3
|
X12
|
X22
|
X32
|
|
|
Tanpa
pro perlakuan
|
4
|
2
|
3
|
16
|
4
|
9
|
|
|
Perlakuaan
3 hari
|
1
|
3
|
3
|
1
|
9
|
9
|
|
|
Perlakuan
1 jam
|
7
|
10
|
6
|
49
|
100
|
36
|
|
|
Tc
|
12
|
15
|
12
|
|
|
|
(∑X)
|
39
|
Nc
|
3
|
3
|
3
|
|
|
|
N
|
9
|
Jml kuadrat
|
|
|
|
66
|
113
|
54
|
∑(X)2
|
233
|
· Jumlah
kuadrat perlakuan (SST)
SST
= = S
–
=
–
=
–
169
= 171 – 169
= 2
· Jumlah
kuadrat kesalahan
SSE =
=
233 – 171
=
62
· Keseragaman
total (SS TOTAL)
SS Total = SST + SSE
= 2 + 62
= 64
Masukan kedalam table ANOVA
Sumber
keragaman
|
Jumlah
kuadrat
|
Derajat
bebas
|
Kuadrat
tengah (1)/(2)
|
Antar perlakuan
|
SST= 2
|
Dk1= K-1
= 3-1
= 2
|
MSTR = SST/dk 1
=
= 1
|
Kesalahan
(dalam perlakuan)
|
SSE= 62
|
Dk2= N-K
= 9-3
=6
|
MSE = SSE/dk2
=
= 10,33
|
SS TOTAL
|
64
|
|
|
· F
hitung =
=
=
0,96
· F
Tabel = 5,14
· F
tabel pada α = 0,05 dk 1 = 2 dan dk 2 = 6
adalah 5,14
· F
hitung (0,96) < F Tabel (5,14)
Kesimpulan : Ho diterima,
Tidak ada perbedaan
yang nyata antara rata-rata hitung dari berbagai cara pemberian obat.
b.) Durasi
Perlakuan
|
X1
|
X2
|
X3
|
X12
|
X22
|
X32
|
|
|
Tanpa
pro perlakuan
|
7
|
9
|
11
|
49
|
81
|
121
|
|
|
Perlakuaan
3 hari
|
5
|
11
|
8
|
25
|
121
|
64
|
|
|
Perlakuan
1 jam
|
14
|
8
|
8
|
196
|
64
|
64
|
|
|
Tc
|
26
|
28
|
27
|
|
|
|
(∑X)
|
81
|
Nc
|
3
|
3
|
3
|
|
|
|
N
|
9
|
Jml kuadrat
|
|
|
|
270
|
266
|
249
|
∑(X)2
|
785
|
·
Jumlah
kuadrat perlakuan (SST)
SST = S
–
=
–
=
– 729
= 729,66 – 2187
= 0,66
· Jumlah kuadrat kesalahan (SSE)
SSE =
= 785 - 729
= 56
· Keseragaman total
(SS total)
SS total = SST + SSE
= 0,66 +
56
= 56,66
· Tabel ANOVA
Sumber
keragaman
|
Jumlah
derajat
|
Derajat
bebas
|
Kuadrat
tengah (1)/(2)
|
Antar perlakuan
|
SST= 0,66
|
Dk1= K-1
= 3-1
= 2
|
MSTR = SST/dk 1
=
= 0,33
|
Kesalahan
(dalam perlakuan)
|
SSE= 56
|
Dk2= N-K
= 9 - 3
= 6
|
MSE = SSE/dk2
=
= 9,33
|
SS TOTAL
|
56,66
|
|
|
· F hitung =
=
= 0,03
· F tabel Pada α =
0,05 dk1=3 dk2=12 adalah 5,14
· F hitung 0,03 < Fatbel 5,14
Kesimpulan : Ho diterima,
Tidak ada perbedaan yang nyata antara rata-rata hitung
dari berbagai cara pemberian obat.
F.
PEMBAHASAN
Metabolisme
obat sering disebut biotransformasi. Metabolisme obat terjadi terutama di hati,
yakni di membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tempat
metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah pada dinding usus, ginjal, paru,
darah, otak dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus).
Pada percobaan ini digunakan mencit sebagai hewan uji karena disamping
harganya yang ekonomis, dapat dilihat pula dari keekonomisan jumlah pethidine dan simetidine yang diberikan pada volume pemberiaanya. Sebelumnya mencit harus mengalami
praperlakuan yakni dipuasakan yang bertujuan agar setiap mencit memiliki
aktivitas enzim yang sama selain itu agar tidak menghalangi bahan obat diserap
dalam tubuh. Dilakukan dengan pemberian lewat oral dan intra peritoneal.
Setiap
kelompok mengambil mencit sebanyak 3 ekor mencit dimasukan kedalam baskom
supaya tidak mudah lepas. Uji pertama dengan tanpa pra perlakuan secara intrapenitoneal
yaitu mencit diambil dan diinjeksikan dengan cara mengambil
mencit pada bagian kulit punggung dan ekor dijepitkan pada sela jari tangan
supaya mencit tidak mudah lepas dan menggigit sehingga daerah perut terasa
tegang, basahi daerah perut dengan kapas beralkohol kemudian tusukan jarum
suntik sejajar dengan salah satu kaki hewan pada daerah perut, lebih kurang 1
cm diatas kelamin, semprotkan pethidine, setelah selesei pemberian pethidine
tarik pelan-pelan jarum suntik, tekan tempat suntikan dengan kapas beralkohol,
hati-hati jangan sampai terkena hati,kandung kencing dan usus. Hitung onset dan
durasi setelah pethidine diinjeksikan. Pada hasil perhitungan onset pemberian
intrapenitorial dilakukan dengan menggunakan stopwacth sampai mencit tersebut
benar-benar sudah menimbulkan efek obat, dan hasil perhitungan durasi lama
kerja obat menimbulkan efek sampai efek tersebut habis dan ekor mencit
mengalami tegangan.
Pra
perlakuan 3 hari sebelum praktikum dimulai hari jumat sampai hari minggu mencit
diambil dan disemprotkan simetidine melalui oral, setelah hari H yaitu hari
senin dengan cara mengambil mencit pada bagian kulit punggung dan
ekor dijepitkan pada sela jari tangan supaya mencit tidak mudah lepas dan
menggigit sehingga daerah perut terasa tegang, basahi daerah perut dengan kapas
beralkohol kemudian tusukan jarum suntik sejajar dengan salah satu kaki hewan
pada daerah perut, lebih kurang 1 cm diatas kelamin. semprotkan pethidine,
setelah selesei pemberian pethidine tarik pelan-pelan jarum suntik, tekan
tempat suntikan dengan kapas beralkohol, hati-hati jangan sampai terkena hati,kandung
kencing dan usus. Hitung onset dan durasi setelah pethidine diinjeksikan. Pada
hasil perhitungan onset pemberian intrapenitorial dilakukan dengan menggunakan
stopwacth sampai mencit tersebut benar-benar sudah menimbulkan efek obat, dan hasil perhitungan durasi lama kerja obat
menimbulkan efek sampai efek tersebut habis dan ekor mencit mengalami tegangan.
Pra
perlakuan 1 jam sebelum praktikum, mencit di beri simetidin sebanyak 10 ml
melalui oral dengan menggunakan jarum suntik yang tumpul kemudian disemprotkan,
setelah 1 jam mencit tersebut di beri pethidine melalui intraperitoneal. basahi
daerah perut dengan kapas beralkohol kemudian tusukan jarum suntik sejajar
dengan salah satu kaki hewan pada daerah perut, lebih kurang 1 cm diatas
kelamin.semprotkan pethidine, setelah selesei pemberian pethidine tarik
pelan-pelan jarum suntik, tekan tempat suntikan dengan kapas beralkohol,
hati-hati jangan sampai terkena hati,kandung kencing dan usus. Hitung onset dan
durasi setelah pethidine diinjeksikan.
Obat yang digunakan pada pecobaan
ini yaitu Pethidin yang mempunyai dosis 1ml. Pethidin memiliki efek nyeri
sedang sampai berat; analgesia obstetrik; analgesia perioperatif. Pemberian Pethidin dilakukan secara
intraperitonial agar efek yang ditimbulkan lebih cepat karena di dalam rongga
perut memiliki atau terdapat banyak pembuluh darah.
Senyawa kimia yang
mempengaruhi enzim metabolisme antara lain, induktor dan inhibitor. Induktor
adalah senyawa kimia yang dapat mempercepat kerja dari enzim metebolisme.
Inhibitor adalah sentawa kimia yang dapat menghambat kerja dari enzim
metabolisme.
Parameter yang saling
berpengaruh disini adalah durasi karena yang dilihat adalah kadar obat di dalam
plasma sehingga yang dilihat obat tersebut berefek sampai obat tersebut tidak
berefek. Jadi bukan onsetnya atau waktu mula kerja obat sampai obat tersebut
memberikan efek. Rata-rata durasi terbesar adalah kontrol, durasi terkecil
adalahn inhibitor. Menurut teori durasi yang tercepat adalah induktor,kontrol,
inhibitor.
Reaksi-reaksi selama proses metabolisme dibagi menjadi 2 yaitu reaksi
fase I (reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis) : reaksi-reaksi enzimatik yang
berperan dalam proses ini sebagian besar terjadi di hati. Mengalami
hidroksilasi pada posisi para dengan bantuan enzim sitokrom450.Reaksi
fase II (konjugasi glukoronida, asilasi, metilasi, pembentukan asam
merkapturat, konjugasi sulfat).
Pemberian Pethidin pada hewan uji dapat menyebabkan hewan uji tersebut
tidur, bangun dan tidur kembali. Hal ini Phenobarbital memiliki efek
redistribusi.
Dilakukan uji anava untuk durasi. Menghasilkan data F hitung lebih kecil
dari F tabel yang berarti tidak ada perbedaan durasi antar kelompok. Seharusnya
pemberian induktor atau inhibitor akan
mempengaruhi metabolisme obat (durasi obat), tetapi dalam pemberian simetihidin
tidak menggunakan jarum, jadi pemberian oral tidak sempurna sampain tumpah dan
tidak masuk dalam mulut mencit, sehingga perlu diperhatikan pemberian obat
secara bersama. Pemberian obat secara bersamaan dengan inhibitor menyebabkan
masa kerja obat diperpanjang dan dapat menyebabkan efek toksis karena aktivitas
enzim metabolisme dihambat. Obat diberikan bersamaan induktor dapat mempercepat
metabolisme obat tersebut dengan meningkatkan aktivitas enzim metabolisme, ini
menyebabkan kadar obat bebas dalam plasma turun dan masa kerjanya lebih
singkat.
G.
KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan,
sebagai berikut :
1.
Obat yang digunakan dalam praktikum ini ialah
simetidin 200mg yang diberikan secara peroral dan intraperitonial dengan obat
pethidine sebanyak 50 mg/ml.
2.
Pemberian obat dilakukan dengan 3 cara, yaitu tanpa perlakuan
(sebelum), pra perlakuan selama 3 hari dan pra perlakuan pada 1 jam sebelum
praktikum.
3.
Pemberian simetidin secara peroral hanya dilakukan pada
pra perlakuan selama 3 hari dan 1 jam sebelum praktikum.
4.
Pada pemberian obat tanpa perlakuan didapatkan hasil
onset paling cepat ialah 2 menit dan paling lambat ialah 4 menit. Kemudian
disusul dengan durasi paling cepat ialah 7 menit dan paling lama ialah 11
menit.
5.
Pada pemberian obat dengan pra perlakuan semalam 3 hari
pemberian simeidin didapat hasil onset paling cepat ialah 1 menit dan paling
lambat ialah 3 menit. Disusul dengan durasi yang paling cepat ialah 5 menit dan
yang paling lambat ialah 11 menit.
6.
Pada pemberian obat dengan pra perlakuan 1 jam sebelum
didapat hasil onset paling cepat ialah 6 menit dan onset paling lambat ialah 10
menit. Disusul dengan hasil durasi paling cepat ialah 8 menit dan paling
lambatnya ialah 14 menit.
7.
Dari hasil perhitungan statistic dapat disimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara 3 perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh,
1995, Perjalanan Dan Nasib Obat Dalam Badan, Gadjah Mada Univ
Press.
Anonim,
1999, Majalah Farmasi Indonesia Vol 10 No 04, Mandiri Jaya Offset,
Yogyakarata.
Ganiswara,
Sulistia G (Ed), 2008, Farmakologi dan Terapi, Edisi Revisi V, Balai
Penerbit Falkultas, Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Gibson,
G.Gordon Dan Paul Skett, 1991, Pengantar Metabolisme Obat, UI
Presss, Jakarta.
Katzung, Bertram G., Farmakologi Dasar dan
Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
La Du, BR, Mandel, H.G. dan Way, E.L,1971, Fundamentals of drug
Metabolism and drugDispositin. The Williamns & Wilkins company,
Baltimore, pp 149-578.
Lullman, Heinz, et al, 2000, Color Atlas of Pharmacology,
second edition revised and expanded, Thieme, New York.
Neal, M.J, 2005, At A Glance Farmakologi Medis,
Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar