laporan praktikum metabolisme obat

Brebes, Jawa Tengah

PERCOBAAN II
METABOLISME OBAT

A.  Tujuan
Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya.
B.  Dasar teori
Metabolisme atau biotransformasi adalah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan biologi yang dikatalis oleh enzim menjadi metabolitnya. Jumlah obat dalam tubuh dapat berkurang karena proses metabolisme dan ekskresi. Hati merupakan organ utama tempat metabolisme obat. Ginjal tidak akan efektif mengeksresi obat yang bersifat lipofil karena mereka akan mengalami reabsorpsi di tubulus setelah melalui filtrasi glomelurus. Oleh karena itu, obat yang lipofil harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih polar supaya reabsorpsinya berkurang sehingga mudah diekskresi.
Proses metabolisme terbagi menjadi beberapa fase, fase I merubah senyawa lipofil menjadi senyawa yang mempunyai gugus fungsional seperti OH, NH2, dan COOH. Ini bertujuan agar senyawa lebih mudah mengalami proses perubahan selanjutnya. Hasil metabolisme fase I mungkin mempengaruhi efek farmakologinya. Metabolisme fase I kebanyakan menggunakan enzim sitokrom P450 yang banyak terdapat di sel hepar dan GI. Enzim ini juga berperan penting dalam memetabolisme zat endogen seperti steroid, lemak dan detoksifikasi zat eksogen. Namun demikian, ada juga metabolisme fase I yang tidak menggunakan enzim sitokrom P450, seperti pada oksidasi katekolamin, histamine dan etanol.
Reaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi pada zat yang sangat lipofil. Konjugasi ialah reaksi penggabungan antara obat dengan zat endogen seperti asam glukoronat, asam sulfat, asam asetat dan asam amino. Hasil reaksi konjugasi berupa zat yang sangat polar dan tidak aktif secara farmakologi. Glukoronidasi adalah reaksi konjugasi yang paling umum dan paling penting dalam ekskresi dan inaktifasi obat.
Obat yang sudah mempunyai gugus seperti OH, NH2, SH dan COOH mungkin tidak perlu mengalami reaksi fase I untuk dimetabolisme fase II. Dengan demikian tidak semua zat mengalami reaksi fase I terlebih dahulu sebelum reaksi fase II. Bahkan zat dapat mengalami metabolisme fase II terlebih dahulu sebelum mengalami metabolisme fase I.  (Mycek,2001)
Metabolisme obat terutama terjadi di hati,yakni di membran endoplasmic reticulum(mikrosom)dan di cytosol.Tempat metabolisme yang lain (ekstra hepatik) adalah: dinding usus, Ginjal, Paru, Darah, Otak dan Kulit,juga di lumen kolon(oleh flora usus).
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang non polar (larut lemak) menjadi polar (larut air)agar dapat diekskresikan melalui ginjal atau empedu.dengan perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif.Tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif(jika asalnya prodrug),kurang aktif,atau menjadi toksik.
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytocrome P450 (cyp)yang disebut juga enzim monooksigenase atau MFO (Mixed Fungtion Oxidase) dalam endoplasmic reticulum (mikrosom)hati.Interaksi dalam metabolisme obat berupa induksi atau inhibisi enzim metabolisme,terutama enzim cyp.
Induksi berarti peningkatan sistem enzim metabolisme pada tingkat transkripsi sehingga terjadi peningkatan kecepatan metabolisme obat yang menjadi substrat enzim yang bersangkutan.
Inhibisi enzim metabolisme berarti hambatan yang terjadi secara langsung dengan akibat peningkatan kadar substrat dari enzim yang dihambat juga terjadi secara langsung. (Mardjono,2007,hal 8)
Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktivitas biologis,masa kerja,dan toksisitas obat.Oleh karena itu pengetahuan tentang metabolisme obat penting dalam studi.suatu obat dapat menimbulkan suatu respon biologis dengan melalui dua jalur,yaitu:
a.       Obat aktif setelah masuk melalui peredaran darah,langsuns berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis.
b.      Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah  mengalami proses metabolisme menjadi obat aktif,berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis(bioaktivasi)
Secara umum tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi metabolit tidak aktif dan tidak toksik(bioinaktivasi atau detoksifikasi),mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan dari tubuh.Hasil metabolit obat bersifat lebih toksik dibanding dengan senyawa induk(biootoksifikasi)dan ada pula hasilmetabolit obat yang mempunyai efek farmakologis berbeda dengan senyawa induk.contoh:Iproniazid,suatu obat perangsang system syaraf pusat,dalam tubuh di metabolis menjadi isoniazid yang berkhasiat sebagai antituberkolosis.
Faktor-faktor yang mempengarui metabolisme obat:
Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu proses kimiawi dan enzimatik sehingga menghasilkan lebih dari satu metabolit.Jumlah metabolit ditentukan oleh kadar dan aktivitas enzim yang berperan dalam proses metabolisme.Kecepatan metabolisme dapat menentukan intensitas dan masa kerja obat.Kecepatan metabolisme ini kemungkinan berbeda-beda pada masing-masing individu.Penurunan kecepatan metabolisme akan meningkatkan intensitas dan memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan meningkatkan toksisitas obat.Kenaikan kecepatan metabolisme akan menurunkan intensitas dan memperpendek masa kerja obat sehingga obat menjadi tidak efektif pada dosis normal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain:
1.      Faktor Genetik atau keturunan
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang terjadi dalam system kehidupan.Hal ini menunjukkan bahwa factor genetic atau keturunan ikut berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolisme obat.
2.      Perbedaan spesies dan galur
Pada proses metabolisme obat,perubahan kimia yang terjadi pada spesies dan galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda,tetapi kadang-kadang ada perbedan uang cukup besar pada reaksi metabolismenya.
3.      Perbedaan jenis kelamin
Pada spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin terhadap kecepatan metabolisme obat
4.      Perbedaan umur
Bayi dalam kandungan atau bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim mikrosom hati yang diperlukan untuk memetabolisme obat relatif masih sedikit sehingga sangat peka terhadap obat.
5.      Penghambatan enzim metabolisme
Kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu senyawa yang menghambat kerja enzim-enzim metabolisme dapat meningkatkan intensitas efek obat,memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan juga meningkatkan efek samping dan toksisitas.
6.      Induksi enzim metabolisme
Pemberian bersama-sama suatu senyawa dapat meningkatkan kecepatan metabolisme obat dan memperpendek masa kerja obat.Hal ini disebabkan senyawa tersebut dapat meningkatkan jumlah atau aktivitas enzim metabolisme dan bukan Karena permeablelitas mikrosom atau adanya reaksi penghambatan.Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentuatau proses induksi enzim mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar obat bebas dalam plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa kerjanya menjadi lebih singkat.
Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas beberapa obat karena dapat meningkatkan metabolisme dan metabolit reaktif.
7.      Tempat metabolisme obat
Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan-jaringan dan organ-organ seperti hati,ginjal,paru dan saluran cerna.Hati merupakan  organ tubuh tempat utama metabolisme obat oleh karena mengandung enzim-enzim metabolisme dibanding organ lain.Metabolisme obat di hati terjadi pada membrane reticulum endoplasma sel.Retikulum endoplasma terdiri dari dua tipe yang berbeda,baik bentuk maupun fungsinya.Tipe 1 mempunyai permukaan membran yang kasar,terdiri dari ribosom-ribosom yang tersusun secara khas dan berfungsi mengatur susunan genetik asam aminoyang diperlukan untuk sintesis protein.Tipe 2 mempunyai permukaan membran yang halus tidak mengandung ribosom.Kedua tipe ini merupakan tempat enzim-enzim yang diperlukan untuk metabolisme obat. Jalur umum metabolisme obat dan senyawa organik asing Reaksi metabolisme obat dan dan senyawa organic asing ada dua tahap yaitu:
1.      Reaksi fase I atau reaksi fungsionalisasi
2.      Reaksi fase II atau reaksi konjugasi.
Yang termasuk reaksi fase I adalah reaksi-reaksi oksidasi,reduksi,dan hi drolisis.tujuan reaksi ini adalah memasukkan gugus  fungsional tertentu yang besifat polar.
Yang termasuk reaksi fase II adalah reaksi konjugasi,metilasi dan asetilasi.Tujuan reaksi ini adalah mengikat gugus fungsional hasil metabolit reaksi fase I dengan senyawa endogen yamg mudah terionisasi dan bersifat polar,seperti asam glukoronat,sulfat,glisin dan glutamine,menghasilkan konjugat yang mudah larut dalam air.Hasil konjugasi yang terbentuk (konjugat) kehilangan aktivias dan toksisitasnya,dan kemudian di ekskresikan melalui urin.
Pada metabolisme obat, gambaran secara tepat system enzin yang bertanggungjawab terhadap proses oksidasi,reduksi,masih belum diketahui secara jelas.Secara umum diketahui bahwa sebagian besar reaksi metabolik akan melibatkan prpses oksidasi.Proses ini memerlukan enzim sebagai kofaktor,yaitu bentuk tereduksi dari nikotinamid-adenin-dinukleotida fosfat (NADPH) dan nikotinamid-adenin-dinukleotida










C.    Alat dan Bahan
1.  Alat
a.)    Spuit injeksi dan jarum ( 1-2ml )
b.)    Jarum berujung tumpul ( jarum per Oral )
c.)    Sarung tangan
d.)   Stop watch
e.)    Keranjang
f.)     Lap / Serbet
2.  Bahan
a.)    Mencit
b.)    Pethidine 50 mg / ml
c.)    Simetidine 200 mg
d.)   alkohol


















D.    Cara Kerja

1.      Kelompok 1
Hewan Uji/ Mencit
 


-       Diambil 3 ekor mencit untuk tiap kelompok
-       Dengan tanpa pra perlakuan terhadap hewan uji / mencit.
-       Diberikan obat pethidine secara intra peritoneal (ip) dengan dosis 1 mg.
-        Amati
-       Dihitung onset dan durasi dari efek pethidine pada masing – masing mencit.
-       Dibandingkan hasilnya dengan menggunakan uji statistic analisa varian pola searah dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil
 


2.      Kelompok 2
Hewan Uji/ Mencit
 


-            Diambil 3 ekor mencit untuk tiap kelompok.
-            Diberikan pra perlakuan dengan pemberian simethidin 1 mg oral 24 jam 3 hari.
-            Diberikan obat pethidine secara intra peritoneal (ip) dengan dosis 1 mg.
-             Amati
-            Dihitung onset dan durasi dari efek pethidine pada masing – masing mencit.
-           
Hasil
Dibandingkan hasilnya dengan menggunakan uji statistic analisa varian pola searah dengan taraf kepercayaan 95%.





3.      Kelompok 3
Hewan Uji/ Mencit
 


-            Diambil 3 ekor mencit untuk tiap kelompok.
-            Diberikan pra perlakuan dengan pemberian simethidin 1 mg oral, 1 jam sebelum perlakuan.
-            Diberikan obat pethidine secara intra peritoneal (ip) dengan dosis 1 mg.
-             Amati
-            Dihitung onset dan durasi dari efek pethidine pada masing – masing mencit.
-           
Hasil
Dibandingkan hasilnya dengan menggunakan uji statistic analisa varian pola searah dengan taraf kepercayaan 95%.



















E.  Hasil

1.      Tabel . Hasil perhitungan onset dan durasi
M
MO
Onset
Durasi
M1
M2
M3
M1
M2
M3
Tanpa pra perlakuan
4
2
3
7
9
11
Perlakuaan 3 hari
1
3
3
5
11
8
Perlakuan 1 jam
7
10
6
14
8
8

Perhitungan ANOVA
a.)      Onset
Perlakuan
X1
X2
X3
X12
X22
X32


Tanpa pro perlakuan
4
2
3
16
4
9


Perlakuaan 3 hari
1
3
3
1
9
9


Perlakuan 1 jam
7
10
6
49
100
36


Tc
12
15
12



(∑X)
39
Nc
3
3
3



N
9
Jml kuadrat



66
113
54
∑(X)2
233

·      Jumlah kuadrat perlakuan (SST)
SST = = S  
                          =
                          =   – 169
                          =  171 – 169
                          =  2
·      Jumlah kuadrat kesalahan
SSE   = 
                          = 233 – 171
                          = 62
·      Keseragaman total (SS TOTAL)
SS Total = SST + SSE
                                = 2 + 62  = 64
Masukan kedalam table ANOVA
Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah (1)/(2)
Antar perlakuan


SST= 2
Dk1= K-1
       = 3-1
       = 2
MSTR = SST/dk 1
            =
           = 1
Kesalahan
(dalam perlakuan)
SSE= 62
Dk2= N-K
       = 9-3
       =6
MSE   = SSE/dk2
           =
           = 10,33
SS TOTAL
64



·      F hitung =  =   = 0,96
·      F Tabel   = 5,14
·      F tabel pada  α = 0,05 dk 1 = 2 dan dk 2 = 6 adalah 5,14
·      F hitung (0,96) < F Tabel (5,14)
Kesimpulan : Ho diterima,
Tidak ada perbedaan yang nyata antara rata-rata hitung dari berbagai cara pemberian obat.


b.)   Durasi  

Perlakuan
X1
X2
X3
X12
X22
X32


Tanpa pro perlakuan
7
9
11
49
81
121


Perlakuaan 3 hari
5
11
8
25
121
64


Perlakuan 1 jam
14
8
8
196
64
64


Tc
26
28
27



(∑X)
81
Nc
3
3
3



N
9
Jml kuadrat



270
266
249
∑(X)2
785

·      Jumlah kuadrat perlakuan (SST)
SST   = S  
=
=    729
=  729,662187
=  0,66
·      Jumlah kuadrat kesalahan (SSE)
SSE   = 
= 785 - 729
= 56
·      Keseragaman total  (SS total)
SS total  = SST + SSE
= 0,66 + 56
= 56,66









·      Tabel ANOVA

Sumber keragaman
Jumlah derajat
Derajat bebas
Kuadrat tengah (1)/(2)
Antar perlakuan

SST= 0,66
Dk1= K-1
       = 3-1
       = 2
MSTR = SST/dk 1
            =
           = 0,33
Kesalahan
(dalam perlakuan)
SSE= 56
Dk2= N-K
       = 9 - 3
       = 6
MSE   = SSE/dk2
           =         
 = 9,33
SS TOTAL
56,66



·  F hitung          =  = = 0,03
·  F tabel Pada α = 0,05       dk1=3  dk2=12 adalah 5,14
·  F hitung 0,03  <  Fatbel 5,14
Kesimpulan : Ho diterima,
Tidak ada perbedaan yang nyata antara rata-rata hitung dari berbagai cara pemberian obat.













F.   PEMBAHASAN
Metabolisme obat sering disebut biotransformasi. Metabolisme obat terjadi terutama di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah pada dinding usus, ginjal, paru, darah, otak dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus).
Pada percobaan ini digunakan mencit sebagai hewan uji karena disamping harganya yang ekonomis, dapat dilihat pula dari keekonomisan jumlah  pethidine dan simetidine yang diberikan pada volume pemberiaanya. Sebelumnya mencit harus mengalami praperlakuan yakni dipuasakan yang bertujuan agar setiap mencit memiliki aktivitas enzim yang sama selain itu agar tidak menghalangi bahan obat diserap dalam tubuh. Dilakukan dengan pemberian lewat oral dan intra peritoneal.
Setiap kelompok mengambil mencit sebanyak 3 ekor mencit dimasukan kedalam baskom supaya tidak mudah lepas. Uji pertama dengan tanpa pra perlakuan secara intrapenitoneal yaitu mencit diambil dan diinjeksikan dengan cara mengambil mencit pada bagian kulit punggung dan ekor dijepitkan pada sela jari tangan supaya mencit tidak mudah lepas dan menggigit sehingga daerah perut terasa tegang, basahi daerah perut dengan kapas beralkohol kemudian tusukan jarum suntik sejajar dengan salah satu kaki hewan pada daerah perut, lebih kurang 1 cm diatas kelamin, semprotkan pethidine, setelah selesei pemberian pethidine tarik pelan-pelan jarum suntik, tekan tempat suntikan dengan kapas beralkohol, hati-hati jangan sampai terkena hati,kandung kencing dan usus. Hitung onset dan durasi setelah pethidine diinjeksikan. Pada hasil perhitungan onset pemberian intrapenitorial dilakukan dengan menggunakan stopwacth sampai mencit tersebut benar-benar sudah menimbulkan efek obat, dan hasil perhitungan durasi lama kerja obat menimbulkan efek sampai efek tersebut habis dan ekor mencit mengalami tegangan.
Pra perlakuan 3 hari sebelum praktikum dimulai hari jumat sampai hari minggu mencit diambil dan disemprotkan simetidine melalui oral, setelah hari H yaitu hari senin dengan cara mengambil mencit pada bagian kulit punggung dan ekor dijepitkan pada sela jari tangan supaya mencit tidak mudah lepas dan menggigit sehingga daerah perut terasa tegang, basahi daerah perut dengan kapas beralkohol kemudian tusukan jarum suntik sejajar dengan salah satu kaki hewan pada daerah perut, lebih kurang 1 cm diatas kelamin. semprotkan pethidine, setelah selesei pemberian pethidine tarik pelan-pelan jarum suntik, tekan tempat suntikan dengan kapas beralkohol, hati-hati jangan sampai terkena hati,kandung kencing dan usus. Hitung onset dan durasi setelah pethidine diinjeksikan. Pada hasil perhitungan onset pemberian intrapenitorial dilakukan dengan menggunakan stopwacth sampai mencit tersebut benar-benar sudah menimbulkan efek obat, dan hasil perhitungan durasi lama kerja obat menimbulkan efek sampai efek tersebut habis dan ekor mencit mengalami tegangan.
Pra perlakuan 1 jam sebelum praktikum, mencit di beri simetidin sebanyak 10 ml melalui oral dengan menggunakan jarum suntik yang tumpul kemudian disemprotkan, setelah 1 jam mencit tersebut di beri pethidine melalui intraperitoneal. basahi daerah perut dengan kapas beralkohol kemudian tusukan jarum suntik sejajar dengan salah satu kaki hewan pada daerah perut, lebih kurang 1 cm diatas kelamin.semprotkan pethidine, setelah selesei pemberian pethidine tarik pelan-pelan jarum suntik, tekan tempat suntikan dengan kapas beralkohol, hati-hati jangan sampai terkena hati,kandung kencing dan usus. Hitung onset dan durasi setelah pethidine diinjeksikan.
Obat yang digunakan pada pecobaan ini yaitu Pethidin yang mempunyai dosis 1ml. Pethidin memiliki efek nyeri sedang sampai berat; analgesia obstetrik; analgesia perioperatif.  Pemberian Pethidin dilakukan secara intraperitonial agar efek yang ditimbulkan lebih cepat karena di dalam rongga perut memiliki atau terdapat banyak pembuluh darah.
Senyawa kimia yang mempengaruhi enzim metabolisme antara lain, induktor dan inhibitor. Induktor adalah senyawa kimia yang dapat mempercepat kerja dari enzim metebolisme. Inhibitor adalah sentawa kimia yang dapat menghambat kerja dari enzim metabolisme.
Parameter yang saling berpengaruh disini adalah durasi karena yang dilihat adalah kadar obat di dalam plasma sehingga yang dilihat obat tersebut berefek sampai obat tersebut tidak berefek. Jadi bukan onsetnya atau waktu mula kerja obat sampai obat tersebut memberikan efek. Rata-rata durasi terbesar adalah kontrol, durasi terkecil adalahn inhibitor. Menurut teori durasi yang tercepat adalah induktor,kontrol, inhibitor.
Reaksi-reaksi selama proses metabolisme dibagi menjadi 2 yaitu reaksi fase I (reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis) : reaksi-reaksi enzimatik yang berperan dalam proses ini sebagian besar terjadi di hati. Mengalami hidroksilasi pada posisi para dengan  bantuan enzim sitokrom450.Reaksi fase II (konjugasi glukoronida, asilasi, metilasi, pembentukan asam merkapturat, konjugasi sulfat).
Pemberian Pethidin pada hewan uji dapat menyebabkan hewan uji tersebut tidur, bangun dan tidur kembali. Hal ini Phenobarbital memiliki efek redistribusi.
Dilakukan uji anava untuk durasi. Menghasilkan data F hitung lebih kecil dari F tabel yang berarti tidak ada perbedaan durasi antar kelompok. Seharusnya  pemberian induktor atau inhibitor akan mempengaruhi metabolisme obat (durasi obat), tetapi dalam pemberian simetihidin tidak menggunakan jarum, jadi pemberian oral tidak sempurna sampain tumpah dan tidak masuk dalam mulut mencit, sehingga perlu diperhatikan pemberian obat secara bersama. Pemberian obat secara bersamaan dengan inhibitor menyebabkan masa kerja obat diperpanjang dan dapat menyebabkan efek toksis karena aktivitas enzim metabolisme dihambat. Obat diberikan bersamaan induktor dapat mempercepat metabolisme obat tersebut dengan meningkatkan aktivitas enzim metabolisme, ini menyebabkan kadar obat bebas dalam plasma turun dan masa kerjanya lebih singkat.

G. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan, sebagai berikut :
1.        Obat yang digunakan dalam praktikum ini ialah simetidin 200mg yang diberikan secara peroral dan intraperitonial dengan obat pethidine sebanyak 50 mg/ml.
2.        Pemberian obat dilakukan dengan 3 cara, yaitu tanpa perlakuan (sebelum), pra perlakuan selama 3 hari dan pra perlakuan pada 1 jam sebelum praktikum.
3.        Pemberian simetidin secara peroral hanya dilakukan pada pra perlakuan selama 3 hari dan 1 jam sebelum praktikum.
4.        Pada pemberian obat tanpa perlakuan didapatkan hasil onset paling cepat ialah 2 menit dan paling lambat ialah 4 menit. Kemudian disusul dengan durasi paling cepat ialah 7 menit dan paling lama ialah 11 menit.
5.        Pada pemberian obat dengan pra perlakuan semalam 3 hari pemberian simeidin didapat hasil onset paling cepat ialah 1 menit dan paling lambat ialah 3 menit. Disusul dengan durasi yang paling cepat ialah 5 menit dan yang paling lambat ialah 11 menit.
6.        Pada pemberian obat dengan pra perlakuan 1 jam sebelum didapat hasil onset paling cepat ialah 6 menit dan onset paling lambat ialah 10 menit. Disusul dengan hasil durasi paling cepat ialah 8 menit dan paling lambatnya ialah 14 menit.
7.        Dari hasil perhitungan statistic dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara 3 perlakuan.




DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh, 1995, Perjalanan Dan Nasib Obat Dalam Badan, Gadjah Mada Univ Press.
Anonim, 1999, Majalah Farmasi Indonesia Vol 10 No 04, Mandiri Jaya Offset, Yogyakarata.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 2008, Farmakologi dan Terapi, Edisi Revisi V, Balai Penerbit Falkultas, Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Gibson, G.Gordon Dan Paul Skett, 1991, Pengantar Metabolisme Obat, UI Presss, Jakarta.
Katzung, Bertram G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
La Du, BR, Mandel, H.G. dan Way, E.L,1971, Fundamentals of drug Metabolism and drugDispositin. The Williamns & Wilkins company, Baltimore, pp 149-578.
Lullman, Heinz, et al, 2000, Color Atlas of Pharmacology, second edition revised and expanded, Thieme, New York.
Neal, M.J, 2005, At A Glance Farmakologi Medis, Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

laporan praktikum analgetik

kunci determinasi kunyit

MAKALAH TEKNIK SAMPLING