MANDI BESAR NIAT DAN TATA CARANYA
MANDI BESAR
BISMILAHIRAHMANIRAHIM
Mandi wajib atau janabah, atau junub adalah mandi yang
dilakukan ketika kita mengalami mimpi basah atau habis bersenggama. Nah, pada
saat seperti inilah kita diwajibkan untuk mandi wajib/janabah/mandi besar.
Namun tidak seperti mandi biasa,mandi besar ini harus diperhatikan niyat dan
tata caranya, berikut niyat mandi wajib atau mandi besar .
Syarat sah mandi
Sebagai
pembeda mandi biasa dengan mandi wajib perbedaannya terletak pada
niatnya.Syarat sah mandi wajib adalah berniat, tidak usah diucapkan cukup dalam
hati.[1]
Rukun mandi
Untuk
melakukan mandi janabah, maka ada beberapa hal yang harus dikerjakan karena
merupakan rukun (pokok), diantaranya adalah:
- Mengguyur air keseluruh badan;[2][3]
- Mengguyur kepala tiga kali, kemudian guyur bagian tubuh yang lain.[4][5]
Dengan
seseorang memenuhi rukun mandi diatas, maka mandinya dianggap sudah sah, dengan
disertai niat untuk mandi wajib (al ghuslu). Jika seseorang mandi di
pancuran (shower) dan air mengenai seluruh tubuhnya, maka mandinya sudah
dianggap sah. Kemudian untuk berkumur-kumur (madhmadhoh), memasukkan air
dalam hidung (istinsyaq) dan menggosok-gosok badan (ad dalk)
adalah perkara yang disunnahkan menurut mayoritas ulama.[6]
Tata cara mandi sempurna
Berikut
adalah tata cara mandi yang disunnahkan, ketika seorang Muslim melakukannya,
maka akan membuat mandi wajib tadi lebih sempurna. Yang menjadi dalil dari
bahasan ini adalah dua dalil yaitu hadits dari ‘Aisyah dan hadits dari Maimunah.
- Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali sebelum tangan tersebut dimasukkan dalam bejana atau sebelum mandi;[7][8][9]
- Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan tangan kiri;[9]
- Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan menggosokkan ke tanah atau dengan menggunakan sabun;[10][9]
- Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti ketika hendak salat;[7][8][9][11]
- Mengguyur air pada kepala sebanyak tiga kali hingga sampai ke pangkal rambut;[7][8][9]
- Memulai mencuci kepala bagian kanan, lalu kepala bagian kiri;[12]
- Menyela-nyela rambut;[7][8]
- Mengguyur air pada seluruh badan dimulai dari sisi yang kanan setelah itu yang kiri.[7][8][9][13] (anonim
Niyat mandi besar atau mandi jinabat itu seperti niyat niyat dalam ibadah yang lain, yaitu di dalam hati, adapun kalimat niyatnya adalah:
1. NAWAITUL GHUSLA LIRAF'IL HADATSIL AKBAR MINAL JANABATI FARDLON LILLAHI TA'ALA
2. NAWAITUL GHUSLA LIRAF'IL HADATSIL AKBAR MINAL HAIDI FARDLON LILLAHI TA'ALA
3. NAWAITU GHUSLA LIRAF'IL HADATSIL AKBAR MINAN NIFASI FARDLON LILLAHI TA'ALA
Jika mandi besar disebabkan junub (Mimpi basah, keluar mani, senggama) maka niyat mandi besarnya adalah:
“Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari jinabah, fardlu karena Allah Ta’ala”
Jika mandi besarnya disebabkan karena haidl maka niyat mandi besarnya adalah:
“Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari haidl, fardlu karena Allah Ta’ala”
Jika mandi besarnya sebab nifas, maka niyat mandi besarnya adalah:
“Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari nifas, fardlu karena Allah Ta’ala” ( http://fiqhcewek.blogspot.com/2012/07/niat-mandi-besar-dan-tata-caranya.html)
Referensi
1. ^ Hadits dari ‘Umar bin Al Khattab, nabi bersabda, إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan
Muslim no. 1907).
2. ^ ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menceritakan tata
cara mandi nabi , ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى
جَسَدِهِ كُلِّهِ “Kemudian beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” (HR. An
Nasa-i no. 247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
3. ^ Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Penguatan makna
dalam hadits ini menunjukkan bahwa ketika mandi beliau mengguyur air ke seluruh
tubuh.” Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 1/361, Darul Ma’rifah,
1379.
4. ^ Dari Jubair bin Muth’im berkata, “Kami saling
memperbincangkan tentang mandi janabah di sisi nabi , lalu beliau bersabda, أَمَّا أَنَا
فَآخُذُ مِلْءَ كَفِّى ثَلاَثاً فَأَصُبُّ عَلَى رَأْسِى ثُمَّ أُفِيضُهُ بَعْدُ
عَلَى سَائِرِ جَسَدِى “Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya
siramkan pada kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.”
(HR. Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini
shahih sesuai syarat Bukhari Muslim).
5. ^ Diriwayatkan oleh Ummu Salamah. Ia mengatakan, قُلْتُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِى فَأَنْقُضُهُ
لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ قَالَ « لاَ إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِى عَلَى
رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ
فَتَطْهُرِينَ ». “Saya berkata, wahai rasulullah, saya seorang wanita yang
mengepang rambut kepalaku, apakah saya harus membuka kepangku ketika mandi
junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada
kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah
suci.” (HR. Muslim no. 330).
7. ^ a b c d e Dari ‘Aisyah, isteri nabi , bahwa jika nabi mandi junub,
beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau
berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke
dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke
atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali,
kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248 dan
Muslim no. 316).
8. ^ a b c d e Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
disebutkan, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ
الْجَنَابَةِ غَسَلَ يَدَيْهِ ، وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ
اغْتَسَلَ ، ثُمَّ يُخَلِّلُ بِيَدِهِ شَعَرَهُ ، حَتَّى إِذَا ظَنَّ أَنْ قَدْ
أَرْوَى بَشَرَتَهُ ، أَفَاضَ عَلَيْهِ الْمَاءَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ غَسَلَ
سَائِرَ جَسَدِهِ “Jika rasulullah mandi junub, beliau mencuci
tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau mandi
dengan menggosok-gosokkan tangannya ke rambut kepalanya hingga bila telah yakin
merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau mengguyurkan air ke atasnya tiga
kali. Lalu beliau membasuh badan lainnya.” (HR. Bukhari no. 272).
9. ^ a b c d e f Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah
mengatakan, “Aku pernah menyediakan air mandi untuk rasulullah . Lalu beliau menuangkan air pada
kedua tangannya dan mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga kali. Lalu
dengan tangan kanannya beliau menuangkan air pada telapak tangan kirinya,
kemudian beliau mencuci kemaluannya. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya
ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung.
Lalu beliau membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau membasuh
kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu beliau bergeser
dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang
berbeda).” (HR. Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317).
10. ^ An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Disunnahkan bagi
orang yang beristinja’ (membersihkan kotoran) dengan air, ketika selesai,
hendaklah ia mencuci tangannya dengan debu atau semacam sabun, atau hendaklah
ia menggosokkan tangannya ke tanah atau tembok untuk menghilangkan kotoran yang
ada.” Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 3/231, Dar
Ihya’ At Turots Al ‘Arobi, 1392.
11. ^ Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun
mendahulukan mencuci anggota wudhu ketika mandi itu tidaklah wajib. Cukup
dengan seseorang mengguyur badan ke seluruh badan tanpa didahului dengan
berwudhu, maka itu sudah disebut mandi (al ghuslu).” Ad Daroril Mudhiyah Syarh
Ad Duroril Bahiyyah, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, hal. 61, Darul ‘Aqidah,
terbitan tahun 1425 H.
12. ^ ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan, كُنَّا إِذَا
أَصَابَتْ إِحْدَانَا جَنَابَةٌ ، أَخَذَتْ بِيَدَيْهَا ثَلاَثًا فَوْقَ رَأْسِهَا
، ثُمَّ تَأْخُذُ بِيَدِهَا عَلَى شِقِّهَا الأَيْمَنِ ، وَبِيَدِهَا الأُخْرَى
عَلَى شِقِّهَا الأَيْسَرِ “Jika salah seorang dari kami mengalami junub, maka
ia mengambil air dengan kedua tangannya dan disiramkan ke atas kepala, lalu
mengambil air dengan tangannya dan disiramkan ke bagian tubuh sebelah kanan,
lalu kembali mengambil air dengan tangannya yang lain dan menyiramkannya ke
bagian tubuh sebelah kiri.” (HR. Bukhari no. 277).
13. ^ ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, كَانَ
النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ
وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ “Nabi biasa mendahulukan yang kanan ketika
memakai sendal, ketika bersisir, ketika bersuci dan dalam setiap perkara (yang
baik-baik).” (HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268).
Dafatar pustaka
http://r.search.yahoo.com/_ylt=A2oKmM6Ww2BUAkkAQib3RQx.;_ylu=X3oDMTByN2RnanRxBHNlYwNzcgRwb3MDMQRjb2xvA3NnMwR2dGlkAw--/RV=2/RE=1415656470/RO=10/RU=http%3a%2f%2fid.wikipedia.org%2fwiki%2fMandi_wajib/RK=0/RS=seAo2crQ0YbmYYIHKezuFmB.w4c-
Komentar
Posting Komentar