Kolinergik dan Antikolinergik

Brebes, Jawa Tengah

MAKALAH KIMIA MEDISINAL
KOLINERGIK DAN ANTIKOLINERGIK
  

DI SUSUN OLEH:
Nama                       : Firman Sidiq Putrawan
NIM                         : E0014037
Dosen pengampu    : Agung Nur Cahyanta S.Si., Apt





PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIkes BHAKTI MANDALA HUSADA (BHAMADA)
2015
VISI DAN MISI PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
VISI
Menghasilkan sarjana farmasi yang kompeten dan berjiwa mandiri yang dilandasi pancasila.

MISI
1.    Melaksanakan Tri Dharma Perguruan tinggi untuk menigkatkan kulitas ilmu pengetahuan dan teknologi, yang mengarah pada pencapaian lulusan yang profesional dan mampu mengembangkan ilmunya.
2.    Menyelenggarakan Pendidikan Tinggi Farmasi Sarjana (S1) yang berkulitas, bertanggung jawab serta mampu bersaing untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa datang yang berorientasi pada pembangunan kesehatan.
3.    Menyelenggarakan penelitian yang inovatif, kompetitif, dan berkesinambungan di bidang kesehatan khususnya untuk meningkatkan pemberdayaan obat alam.
4.    Mengembangkan Sarjana Farmasi yang mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam berwirausaha dan bekerja sama dengan orang lain serta mempunyai pengalaman dalam penelitian kefarmasian.
5.    Menyiapkan Sarjana Farmasi yang mempunyai kemampuan dalam penerapan dan pengembangan ilmu dan teknologi farmasi komunitas - klinik dan bahan alam sesuai dengan tuntutan zaman dan kemajuan iptek yang berakar pada akhlak yang baik. 

Kata Pengantar

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur yang sedalam-dalamnya kepada ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga akhirnya makalah ini dapat selesai dengan baik. Kami sangat menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dorongan dan pertolongan dari banyak pihak, pelaksanaan makalah ini tidak dapat berjalan dengan baik.

Maka dari itu, saya ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan dan motivasi baik secara langsung maupun tidak langsung dari keluarga dan teman-teman. Didalam pembuatan makalah ini, kami menyadari betul bahwa kami belum  berpengalaman dalam menulis makalah. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas semua kesalahan dan kekurangan yang tedapat dalam makalah ini. Akhir kata kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat  bagi kita semua.


                                                                                    Slawi, Desember 2015

                                                                                                Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
      Sistem saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun sistem koordinasi yang bertugas menerima rangsangan, menghantarkan rangsangan ke seluruh bagian tubuh, serta memberikan respons terhadap rangsangan tersebut. Pengaturan penerima rangsangan dilakukan oleh alat indera, pengolah rangsangan dilakukan oleh saraf pusat yang kemudian meneruskan untuk menanggapi rangsangan yang datang dilakukan oleh sistem saraf dan alat indera.
      Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi penerusan impuls dalam SSO dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan,atau penguraian neurotransmitter atau memengaruhi kerjanya atas resptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung dan kelenjar. Ada 2 macam golongan obat otonomik yakni, Golongan simpatomimetik (merangsang) yang kerjanya mirip dengan saraf simpatis, dan Golongan simpatolitik (menghambat) untuk simpatis dan parasimpatolitik. Menurut khasiatnya, obat otonom dapat digolongkan sebagai berikut:
1.         Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yakni:
a.       Parasimpatikomimetika (kolinergika) yang merangsang organ-organ yang dilayani saraf parasimpatis dan meniru efek perangsangan oleh asetilkolin, misalnya pilokarpin dan fisostigmin.
b.      Parasimpatikolitika (antikolinergika) justru melawan efek-efek  kilonergika, misalnya alkaloida, belladona dan propantelin.
2.         Zat-zat perintang ganglion   
          Yang merintangi penerusan impuls dalam sel-sel ganglion simpatis dan parasimpatis. Efek perintangan ini dampaknya luas, antara lain vasodilatasi karena blokade susunan simpatis, sehingga dipergunakan pada hipertensi tertentu. Sebagai obat hipertensi zat-zat ini umumnya tidak digunakan lagi berhubungan efek sampingnya yang menyebabkan blokade pula dari SP (gangguan penglihatan, obstipasi dan berkurangnya sekresi berbagai kelenjar). 
1.2  Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan kolinergik ?
b.      Apa saja golongan obat kolinergik?
c.       Apa hubungan struktur dengan aktifitas kolinergik?
d.      Apa yang dmaksud dengan anti kolinergik?
e.       Apa saja golongan obat anti kolinergik?
f.       Apa hubungan struktur dengan aktifitas antikolinergik?

1.3  Tujuan
a.       Untuk dapat mengetahui kolinergik.
b.      Untuk dapat mengetahui golongan obat kolinergik.
c.       Untuk dapat mengetahui hubungan struktur dengan aktivitas kolinergik.
d.      Untuk dapat mengetahui antikolinegik.
e.       Untuk dapat mengetahui golongan obat antikolinergik.
f.       Untuk dapat mengetahui hubungan struktur dengan aktivitas anti-kolinergik


BAB II
PEMBAHASAN
2.1.            Kolinergik
1.      Devinisi Kolinergik
                        Senyawa kolinergik adalah senyawa yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan efek seperti yang ditunjukan oleh asetil kolin, suatu senyawa normal,bubuh yang disintetis pada jaringan saraf, sinapsis kolinergik dan dinding usus.  Ada dua tipe efek yang dihasilkan yaitu efek muskarinik dan nikotinik.
                        Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, dan lain-lain, memperkuat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah, memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).
                        Reseptor kolinergika terdapat dalam semua ganglia, sinaps, dan neuron postganglioner dari SP, juga pelat-pelat ujung motoris dan di bagian Susunan Saraf Pusat yang disebut sistem ekstrapiramidal. Berdasarkan efeknya terhadap perangsangan, reseptor ini dapat dibagi menjadi 2 bagian, yakni: (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).
2.      Golongan obat kolinergik
                        Kolinergika dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengan kerja langsung dan zat-zat dengan kerja tak langsung. Kolinergika yang bekerja secara langsung meliputi karbachol, pilokarpin, muskarin, dan arekolin (alkaloid dari pinang, Areca catechu). Zat-zat ini bekerja secara langsung terhadap organ-organ ujung dengan kerja utama yang mirip efek muskarin dari ACh. Semuanya adalah zat-zat amonium kwaterner yang bersifat hidrofil dan sukar larut memasuki SSP, kecuali arekolin (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).
                        Sedangkan kolinergika yang bekerja secara tak langsung meliputi zat-zat antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin, dan piridogstimin. Obat-obat ini merintangi penguraian ACh secara reversibel, yakni hanya untuk sementara. Setelah zat-zat tersebut habis diuraikan oleh kolinesterase, ACh segera akan dirombak lagi. Disamping itu, ada pula zat-zat yang mengikat enzim secara irreversibel, misalnya parathion dan organofosfat lainnya. Kerjanya panjang, karena bertahan sampai enzim baru terbentuk lagi. Zat ini banyak digunakan sebagai insektisid beracun kuat di bidang pertanian (parathion) dan sebagai obat kutu rambut (malathion). Gas saraf yang digunakan sebagai senjata perang termasuk pula kelompok organofosfat ini, misalnya Sarin, Soman, dan sebagainya (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).
a.         Senyawa Kolinergik dengan efek langsung
     Senyawa kolinergik dengan efek langsung (Kolinomimetik, Parasimpatomimetik) adalah obat yang mempunyai struktur kimia, jarak antara gugus-gugus polr dan distribusi muatan serta dengan asetil kolin sehingga dapat menimbulkan efek pada transmiter kimia asetikolin.
1)      Mekanisme kerja kolinomimetik
           Kolinomimetik memiliki struktur mirip dengan asetikolin sehingga dapat membentuk komplek dengan reseptor asetikolin. Reseptor tersebut terletk pada membran yan peka. Asetikolin dan kolinomimetik dapat mempengaruhi dan mengikat keselektifan permeabilitas membran terhadap kation.
Contoh senyawa kolinergik :
a)        Asetilkolin : aktif terhadap nikotinik dan muskarinik cepat terhidrolisis. Larutan 1 % (dibuat baru) topikal pada interior chamber mata : 0,5-2 ml.
b)        Metacholin : dihidrolisis lebih lambat karena efek halangan sterik oleh gugus β -metil aktif terhadap muskarinik (jarang digunakan). Dosis : SC 10 mg, setelah 20 menit dapat diberikan 25 mg.
c)        Carbachol : dihidrolisis lambat (karena gugus karbamat). Digunakan pada glaukoma untuk menurunkan tekanan intraokuler. Larutan 1 % topikal pada kongjutiva mata 1 tetes 2-3 dd.
d)       Betanechol: Efek lebih lama (karena halangan sterik & karbamat). Digunakan untuk stimulasi saluran cerna dan saluran urin pasca operasi. Dosis oral : 10-30 mg 3 dd dan SC : 2,5 mg 3 dd.
2)      Hubungan Struktur dan aktfitas
a)      Perubahan gugus amonium kuarterner Salah satu metil dapat digantikan dengan gugus yang lebih besar tetapi modifikasi seperti itu dapat menurunkan aktivitas secara drastis Contoh : analog dimetiletil aktivitas hanya 25% dibanding Ach Substitusi dengan gugus yang lebih besar atau terhadap lebih dari satu metil dapat meniadakan aktivitas. Muatan juga penting untuk aktivitas, contoh: isoster karbon tak bermuatan (3,3-dimetilbutilasetat) hanya punya aktivitas 0,003% tetapi amin tersier (pilokarpin, arecolin) aktif karena pada pH fisiologis, amina-amina ini terprotonasi sehingga  bermuatan.
b)      Perubahan rantai etilen Bagian molekul ini menjamin jarak yang tepat antara gugus amonium dengan gugug ester penting untuk pengikatan yang efektif dengan reseptor.Peningkatan panjang rantai menghasilkan penurunan aktivitas yang bermakna. Percabangan rantai hanya memungkinkan untuk substituen metil. Substitusi dengan β-metil (metacholin)

                  https://html1-f.scribdassets.com/598a97u1mo40wopm/images/5-1ac89dfc84.jpg
menunjukkan aktivitas muskarinik, substitusi dengan α-metil menunjukkan aktivitas nikotinik.
c)        Perubahan gugus ester Ester aromatis yang besar menunjukkan efek antagonis. Penggantian yang paling  bermanfaat adalah dengan gugus karbamat (Carbachol) dapat membuat menjadi sangat aktif karena mengurangi hidrolisis.
d)       Pembentukan analog siklis Analog siklik ACh dengan aktivitas muskarinik meliputi berbagai senyawa bahan alam, seperti muscarine, pilocarpine, dan arecoline. Dioxolane juga menunjukkan aktivitas kuat sebagai agonis muskarinik. 2.
e)        Aktifitas akan meningkat secara tetap dengan peningkatan jumlah atom yang terikat pada gugus onium (-N+(CH3)3)sampai R=5, bila R lebih besar dari 5 aktifitasnya akan menurun secara tetap pula.
f)         Gugus onium (N-kation) sangat penting untuk aktifitas kolinergik. Penggantian atom N dengan gugus elektronegatifan yang lain (P, S,As ) dan penggantian gugus metil dan gugus alkil yang lebih tinggi akan menurunkan aktifitas
b.         Senyawa Kolinergik dengan Efek Tidak Langsung
     Senyawa kolinergik dengan efek tidak langsung Senyawa kolinergik dengan efek tidak langsung (antikolinesterase) bekerja menghambat enzim kolinesterase dengan cara mencegah enzim sehingga tidak menghidrolisis asetilkolin. Akibatnya asetilkolin akan terkumpul pada tempat transmisi kolinergik dan bekerja pada perifer, sinapsis ganglionik dan penghubung saraf otot rangka. Mekanisme kerjanya : bekerja sebagai penghambat enzim kolinesterase dengan cara berinteraksi membentuk kompleks dengan enzim tersebut, melalui berbagai ikatan kimia termasuk ikatan elektrostatik, ikatan hidrogen dan ikatan kovalen.
1)   Turunan karbamat Studi hubungan struktur dan aktivitas turunan karbamat menunjukan bahwa gugus yang berperan untuk aktivitas antikolinesterase adalah gugus amino yang tersubstitusi dan gugus N,N-dimetil karbamat. Contoh : Fisostigmin salisilat
https://html2-f.scribdassets.com/598a97u1mo40wopm/images/6-879d960e3b.jpg
c.         Penggunaan kolinergik
Kolinergik terutama digunakan pada :
1)     Glaukoma, yaitu suatu penyakit mata dengan ciri tekanan intra okuler meningkat dengan akibat kerusakan mata dan dapat menyebabkan kebutaan. Obat ini bekerja dengan jalan midriasis seperti pilokarpin, karbakol dan fluostigmin.
2)    Myastenia gravis, yaitu suatu penyakit terganggunya penerusan impuls di pelat ujung motoris dengan gejala berupa kelemahan otot-otot tubuh hingga kelumpuhan. Contohnya neostigmin dan piridostigmin.
3)     Atonia, yaitu kelemahan otot polos pada saluran cerna atau kandung kemih setelah operasi besar yang menyebabkan stres bagi tubuh. Akibatnya timbul aktivitas saraf adrenergik dengan efek obstipasi, sukar buang air kecil atau lumpuhnya gerakan peristaltik dengan tertutupnya usus (ielus paralitikus). Contohnya prostigmin (neostigmin).
2.2.       Antikolinergika
1.      Devinisi antikolinergik
         Antikolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat Antagonis kolinergik) mengikat koffloseptor tetapi tidak memicu efek intraselular diperantarai oleh reseptor seperti lazimnya yang paling bermanfaat dari obat golongan ini adalah menyekat sinaps muskarinik pada saraf parasimpatis secara selektif. Oleh karena itu, efek persarafan parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja pacu simpatis muncul tanpa imbangan. Kelompok kedua obat ini, penyekat ganglioník nampaknya lebib menyekat reseptor nikotinik pada ganglia simpatis dan parasímpatis. Keluarga ketiga senyawa ini, obat penyekat neumuscular mengganggu transmisi impuls eferon yang menuju otot rangka.
         Antikolinergik juga disebut antimuskaranik, parasimpatolitik, kolinolitik, atroponik, dan pemblok parasimpatetik
Antikolinergik menghambat efek asetilkolin pada saraf postganglionik kolinergik danotot polos, menghasilkan efek efek sebagai berikut:
a.       Anti spasmodik, yaitu menurunkan tonus dan pergerakan sauran cerna dan saluran urogenital.
b.      Antisekresi, mengurangi sekresi air liur, keringat dan asam lambung.
c.       Anti parkison, parkison adalah suatu ppenyakit yang disebabkan oleh adanya ketidak seimbangan kadar dopain fan asetil kolin di otak.
d.      Mifriatik atau dilatasi pupil mata sikloplegik atau paralisis struktur siliari mata, yang menyebabkan paralisis akomodasi pengihatan dekat.
Efek samping antikolinergik antara lain adalah mulut kering, anhidrosis, mata kabur. Takikardia, disuria dan retensi urin akut. Pada orag dapat menyebabkan glau koma, konstipasi, dan kesulitan akomodasi penglihatan.
2.      Golongan obat antikolinergik
         Berdasarkan efek yang ditimbulkan senyawa antikolinergik dibagi menjadi empat kelompok yaitu:
a.       Obat antispasmodik
   Obat antispanmodik (spasmolitik umum) adalah senyawa yang dapat menurunkan tonus dan pergerakan sauran cerna dan urogenial. Obat antispasmodik digunakan sebagai penunjang pengobatan tukak lambung da usus, serta untuk eringankan spasme viseral.
   Antikolinergik yang digunakan sebagai obat anti spasmodik obat antispasmodik dibagi enjadi tiga kelompok yaitu alkoloida salonacea dan turunanya, senyawa amonium kuartener siteti dan senyawa amin tersier sintetik.
b.      Senyawa antisekresi
   Efek antisekrsi dapat dihasilkan oleh senyawa antikolinergik dan digunakan sebagai obat tambahan pada pengobatan tukak lambung dan usus serta untuk meringankan spasme viseral.
Contoh: klidinium klorida, fentonium bromida, isopropamid iodida, metalin bromida, dan propentelin bromida.
c.       Obat anti parkinson
   Obat anti-parkinson adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan gejala penyakit parkinson. Pada individu normal ada keseimbangan antara kadar dopamin dan asetilkolin diotak. Adanya ketidak seimbangan kadar kedua senyawa diatas, terutama kekurangan dopamin disriatum otak dapat menyebabkan penyakit parkinson.
   Berdasarkan mekanisme kerjanya obat anti parkinson dibagi menjadi tiga kelompok yaitu senyawa antikolinergik pusat, senyawa yang mempengaruhi kadar dopamin diotak dan senyawa yang menurunkan metabolisme dopamin.
d.      Midriatik
   Antikolinergik kuat digunakan seeccara setempat pada mata karna menimbulkan efek midriasis (dilatasi pupil) dan siklopelgia (paralisis akomodasi). Midriatik dan efek sikloplegik digunakan untuk membantu pembiasan dan pemeriksaaan bagian dalam mata, membantu prosedur diagnostik sebelum, selama dan sesudah oprasi intrakular serta untuk untuk pengobatan glaukoma sekunder.
Contoh : atropin sufat, hematropin HBr, hisin metil bromida, dan tropikamid.
3.      Hubungan Struktur Dan Aktifitas
Struktur umum CR2X-CO-O-(CH2)n- N
a.       Strruktur antikolinergik sangat mirip dengan senyawa kolinergik. Perbedaan utama adalah adanya gugus besar yang terikat pada gugus alkil yang dapat meningkatkan kekuatan ikatan dengan permukaan resptor.
b.      Pemasukan subtituen pada cincin aromatik (gugus fenil) hanya sedikit menunjang aktivitas.
c.       X dapat berupa gugus H, OH, CH3, CONH2-adanya gugus OH meningkatkan aktivitas antikolnergik karna dapat menunjang kekuatan intraksi obat resptor melalui ikatan hidrogen.
d.      N berupa amonium kuarterner atau amin tersier yang terprotonasi pada pH fisologis atau bio fisa, membentuk gaya tarik menari elekstrostatik.
2.3.       Contoh Obat di Pasaran
Tablet, Sirup (Theophylline/Teofilin)
Nama Obat Generik : Theophylline / Teofilin
Nama Obat Bermerek : Bronsolvan
KOMPOSISI
Tiap tablet Bronsolvan mengandung Theophylline (Teofilin) 150 mg.
Tiap 15 ml sirup Bronsolvan mengandung Theophylline (Teofilin) 150 mg.

FARMAKOLOGI (CARA KERJA OBAT)
Teofilin merupakan turunan metilxantin yang mempunyai efek antara lain merangsang susunan saraf pusat dan melemaskan otot polos, terutama bronkus.
Dosis Obat BRONSOLVAN Tablet, Sirup (Theophylline/Teofilin)
Dosis Obat BRONSOLVAN Tablet, Sirup (Theophylline/Teofilin)

Baca Juga Dosis Obat Lainnya :
1.                       Dosis Obat BUSCOPAN Tablet (Hyoscine-N-butylbromide)
2.                       Dosis Obat BURNAZIN Krim (Silver Suphadiazine)
3.                       DOSIS OBAT CALOMA PLUS
4.                       Dosis Obat CANDISTIN (Nystatin)
5.                       Dosis Obat CAPTOPRIL (Captopril)
6.                       Dosis Obat CATAFLAM (Diclofenac Potassium)
INDIKASI
Indikasi Bronsolvan adalah untuk meringankan dan mengatasi serangan asma bronkial.

KONTRAINDIKASI
·  Hipersensitivitas atau alergi terhadap komponen obat.
·  Penderita tukak lambung.
PERINGATAN DAN PERHATIAN
·  Hati-hati pemberian Bronsolvan pada hipoksemia, hipertensi, atau penderita yang mempunyai riwayat tukak lambung.
·  Bronsolvan dapat mengiritasi saluran gastrointestinal.
·  Hati-hati pemberian Bronsolvan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.
·  Pemberian Bronsolvan jangan melampaui dosis yang dianjurkan dan bila dalam 1 jam gejala-gejalanya masih tetap atau bertambah buruk, agar menghubungi puskesmas atau rumah sakit terdekat.
·  Hati-hati pemberian Bronsolvan pada penderita kerusakan fungsi hati, penderita di atas 55 tahun terutama pria dan pada penyakit paru-paru kronik.
EFEK SAMPING
Efek samping Bronsolvan yang dapat timbul adalah sebagai berikut :
·  Gastrointestinal : mual, muntah, diare.
·  Susunan saraf pusat : sakit kepala, insomnia.
·  Kardiovaskular : palpitasi, takikardia, aritmia ventrikuler.
·  Pernapasan : takipnea
·  Ruam kulit, hiperglikemia
INTERAKSI OBAT
·  Bronsolvan jangan diberikan bersamaan dengan preparat xantin yang lain.
·  Simetidin, eritromisin, troleandomisin dan kontrasepsi oral dapat meningkatkan kadar teofilin serum.
·  Rifampisin menurunkan kadar teofilin serum.
DOSIS DAN CARA PEMBERIAN
Dewasa : 1 tablet Bronsolvan atau 15 ml sirup Bronsolvan, 3 kali sehari.
Anak-anak 6-12 tahun : ½ tablet atau 7,5 ml sirup Bronsolvan, 3 kali sehari.
Atau sesuai petunjuk dokter.

KEMASAN
Tablet, Dus, Isi 10 Strip x 10 tablet.
Sirup, Botol, isi 100 ml.

KETERANGAN
Kocok terlebih dahulu.
Simpan di bawah suhu 30 C. Simpan dalam keadaan tertutup rapat.

BAB III
PENUTUP

3.3.  Kesimpulan
1.         Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP),
2.         Kolinergika dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengan kerja langsung dan zat-zat dengan kerja tak langsung.
3.         Kolinomimetik memiliki struktur mirip dengan asetikolin sehingga dapat membentuk komplek dengan reseptor asetikolin.
4.         Antikolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat Antagonis kolinergik) mengikat koffloseptor tetapi tidak memicu efek intraselular diperantarai oleh reseptor seperti lazimnya yang paling bermanfaat dari obat golongan ini adalah menyekat sinaps muskarinik pada saraf parasimpatis secara selektif.
5.         Berdasarkan efek yang ditimbulkan senyawa antikolinergik dibagi menjadi empat kelompok yaitu Obat antispasmodik Senyawa antisekresi, Obat anti parkinsond dan Midriatik
6.         Struktur umum antikolinergik CR2X-CO-O-(CH2)n- N

3.2.  Saran
     Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-kekurangan pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor keterbatasan waktu, pemikiran dan pengetahuan kami yang terbatas, oleh karena itu untuk kesempernuan makalah ini kami sangat membutuhkan saran-saran dan masukan yang  bersifat membangun kepada semua pembaca.
     Sebaiknya gunakanlah obat sesuai anjuran dokter, dan pergunakan lah obat tersebut sesuai dengan diagnosa yang telah diperkirakan, jangan menggunakan obat kurang atau melebihi batasnya.






DAFTAR PUSTAKA
FKUI, Bagian Farmakologi. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Gaya Baru: Jakarta
Kee, Hayes. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Mycek, J, Mery, dkk, 2000. ”Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2”, Widya Medika : Jakarta.
Ganiswarna, 1998. ” Farmakologi dan Terapi  ”, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
Tan Hoan Tjay, Kirana R, 2001, ”Obat-Obat Penting, Khasiat dan Penggunaan ”, DirJen POM RI : Jakarta. 
Soekoharjo, S, B. 2000. Kimia Medisinal. Airlangga : Surabaya


Komentar

Postingan populer dari blog ini

laporan praktikum analgetik

kunci determinasi kunyit

MAKALAH TEKNIK SAMPLING