analgetik
Brebes, Jawa Tengah
BAB I
MAKALAH KIMIA
MEDISINAL ANALGETIKA
DI SUSUN OLEH:
Nama : Firman
Sidiq P
NIM :
E0014037
Dosen pengampu : Agung Nur
Cahyanta S.Si., Apt
PROGRAM STUDI S1
FARMASI
STIkes BHAKTI MANDALA
HUSADA (BHAMADA)
2015
VISI DAN MISI PROGRAM
STUDI S1 FARMASI STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
VISI
Menghasilkan sarjana
farmasi yang kompeten dan berjiwa mandiri yang dilandasi pancasila.
MISI
1.
Melaksanakan Tri Dharma
Perguruan tinggi untuk menigkatkan kulitas ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
mengarah pada pencapaian lulusan yang profesional dan mampu mengembangkan
ilmunya.
2.
Menyelenggarakan
Pendidikan Tinggi Farmasi Sarjana (S1) yang berkulitas, bertanggung jawab serta
mampu bersaing untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
masa datang yang berorientasi pada pembangunan kesehatan.
3.
Menyelenggarakan
penelitian yang inovatif, kompetitif, dan berkesinambungan di bidang kesehatan
khususnya untuk meningkatkan pemberdayaan obat alam.
4.
Mengembangkan Sarjana
Farmasi yang mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam berwirausaha dan
bekerja sama dengan orang lain serta mempunyai pengalaman dalam penelitian
kefarmasian.
5.
Menyiapkan Sarjana
Farmasi yang mempunyai kemampuan dalam penerapan dan pengembangan ilmu dan
teknologi farmasi komunitas - klinik dan bahan alam sesuai dengan tuntutan
zaman dan kemajuan iptek yang berakar pada akhlak yang baik.
Kata Pengantar
Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur
yang sedalam-dalamnya kepada ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia yang
telah diberikan, sehingga akhirnya makalah ini dapat selesai dengan baik. Kami
sangat menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dorongan dan pertolongan dari
banyak pihak, pelaksanaan makalah ini tidak dapat berjalan dengan baik.
Maka dari itu, saya ingin mengucapkan terima
kasih atas dukungan dan motivasi baik secara langsung maupun tidak langsung
dari keluarga dan teman-teman. Didalam pembuatan makalah ini, kami menyadari
betul bahwa kami belum berpengalaman dalam menulis makalah. Oleh karena
itu, kami mohon maaf atas semua kesalahan dan kekurangan yang tedapat dalam
makalah ini. Akhir kata kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Slawi,
Desember 2015
Penulis
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan
untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat ialah suatu bahan atau paduan
bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,
mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala
penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan
untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat
tradisional.
Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi
radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di
ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan dan jaringan lain. Nociceptor ini
terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini
rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron
dengan amat banyak sinaps via sumsum belakang, sumsum lanjutan, dan otak
tengah. Dari thalamus (opticus) impuls kemudian di teruskan ke
pusat nyeri di otak besar, di mana impuls dirasakan sebagai nyeri.
Ada juga beberapa macam yang menyebabkan nyeri di
antaranya sendi yang di bebani terlalu berat dengan kerusakan mikro yang
berulang kali, seperti pada orang yang terlampau gemuk, juga akibat arthritis
septis atau arthritis laid an tumbuhnya pangkal paha secara abnormal (dysplasia). Hanya
sebagian kecil kasus yang disebabkan keausan akibat penggunaan terlalu lama dan
berat.
Analgetik atau penghalang rasa nyeri adalah
zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran.
Analgetik anti inflamasi di duga bekerja berdasarkan
penghambatan sintesis prostaglandin (mediator nyeri). Rasa nyeri sendiri dapat
di bedakan dalam tiga kategori diantaranya yaitu:
Analgetik Perfer yaitu
mengenai rasa nyeri dan demam. Rasa nyeri merupakan suatu gejala yang
berfungsi melindungi tubuh. Demam juga adalah suatu gejala dan bukan merupakan
penyakit tersendiri. Kini para ahli berpendapat bahwa demam adalah suatu
reaksi tangkis yang berguna dari tubuh terhadap infeksi. Pada suhu di atas 37˚C
limfosit dan mikrofag menjadi lebih aktif. Bila suhu melampaui 40-41˚C,barulah
terjadi situasi krisis yang bisa menjadi fatal, karena tidak terkendalikan
lagi oleh tubuh.
Analgetik antiradang di sebut juga Arthritis, adalah
nama gabungan untuk dari seratus penyakit yang semuanya bercirikan rasa nyeri
dan bengkak, serta kekakuan otot dengan terganggunya fungsi alat-alat penggerak
(sendi dan otot). Yang paling banyak di temukan adalah artrose (arthiritis
deformansi) (Yun.arthon = sendi,Lat.deformare =
cacat bentuk), di sebut juga osteoartrose atau osteoarthritis.
Analgetik narkotik, kini di
sebut juga Opioida (mirip opiat), adalah zat yang bekerja terhadap reseptor
opioid khas di SSP, hingga persepsi nyeri dan respons emosional terhadap
nyeri berubah (dikurangi).
1.2 Rumusan Masalah
a.
Apa yang dimaksud dengan analgetik ?
b.
Apa saja
golongan obat analgetik?
c.
Bagaimana
mekanisme kerja obat analgetik?
d.
Bagaimana hubungan struktur analgetik dengan aktifitas obat?
e.
Apa saja obat analgetik di pasaran?
1.3 Tujuan
a.
Untuk dapat mengetahui pengertian Analgetik.
b.
Untuk dapat mengetahui golongan obat analgetik.
c.
Untuk dapat mengetahui reaksi mekanisme kerja obat analgetik.
d.
Untuk dapat mengetahui hubungan struktur aktifitas obat.
e.
Untuk mengetahui obat analgetik di pasaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Devinisi Analgetik
Analgetik atau obat-obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi
atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Didalam lokasi jaringan yang mengalami luka
atau peradangan beberapa bahan algesiogenic kimia diproduksi dan dilepaskan,
didalamnya terkandung dalam prostaglandin dan brodikinin. Brodikinin sendiri
adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan prostaglandin ada 2 yang
pertama Hiperalgesia yang dapat menimbulkan nyeri dan PG(E1, E2, F2A) yang
dapat menimbulkan efek algesiogenic.
Nyeri
sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit atau kelainan dalam tubuh
dan merupakan bagian dari proses penyembuhan (inflamasi). Nyeri perlu
dihilangkan jika telah mengganggu aktifitas tubuh. Analgetik merupakan obat
yang digunakan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit,
sadar tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala
atau sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung
analgetik atau pereda nyeri. Pada umumnya (sekitar 90%) analgetik
mempunyai efek antipiretik.
2.2. Macam- Macam Obat analgetik
Analgetik
adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif,
digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadara. Analgetik
bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit.
Berdasarkan
mekanisme kerja pada tingkat molekul, anagetika dibagi menjadi duagolongan
yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik.
1. Analgetika Narkotik
Analgetika opioid
atau narkotik sering disebut analgetika sentral merupakan turunan opium yang
berasal dari tumbuhan Papever somniferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik
ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang
bersumber dari organ viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapat
menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Opioid memiliki daya penghalang nyeri yang kuat
sekali dengan titik kerja yang terletak di SSP. Umumnya dapat mengurangi
kesadaran (mengantuk) dan memberikan perasaan nyaman (euphoria). Analgetik
opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk
mengatasi nyeri yang hebat.
Dapat juga menyebabkan toleransi, kebiasaan
(habituasi), ketergantungan fisik dan psikis (adiksi) dan gejala-gejala
abstinensia bila diputuskan pengobatan (gejala putus obat). Karena bahaya dan
gejala-gejala di atas maka pemakaian obat-obat ini diawasi dengan seksama oleh
Depkes dan dimasukkan kedalam Undang-undang Obat bius (Narkotika).
Analgetika narkoti, kini disebut juga opioida (= mirip
opiate) adalah zat yang bekerja terhadap reseptor opioid khas di susunan saraf
pusat, hingga persepsi nyeri dan respon emosional terhadap nyeri berubah
(dikurangi). Minimal ada 4 jenis reseptor, pengikatan padanya menimbulkan
analgesia.Tubuh dapat mensintesa zat-zat opioidnya sendiri, nyakni zat –zat endorphin
yang juga bekerja melalui reseptor opioid tersebut.
Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri
tubuh sendiri (endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum tulang belakang
yang mempersulit penerusan impuls nyeri.
Dengan sistem ini dapat
dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan
lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian.
Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid
endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara
lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin.
Endorphin (morfin endogen) adalah kelompok polipeptida
endogen yang terdapat di CCS dan dapat menimbulkan efek yang menyerupai efek
morfin.Zat-zat ini dapat dibedakan antara β-endorfin, dynorfin dan enkefalin
(yun. Enkephalos = otak), yang menduduki reseptor-reseptor berlainan.secara
kimiawi za-zat ini berkaitan dengan kortikotrofin (ACTH), menstimulasi
pelepasanya juga dari somatotropin dan prolaktin. Sebaiknya pelepasan LH dan
FSH dihambat oleh zat ini.β-endorfin pada hewan berkhasiat menahan pernapasan,
menurunkan suhu tubuh dan menimbulkan ketagihan. Zat ini berdaya analgetis
kuat, dalam arti tidak merubah persepsi nyeri, melainkan memperbaiki
‘’penerimaannya”. Rangsangan listrik dati bagian- bagian tertentu otak
mengakibatkan peningkatan kadar endorphin dalam CCS. Mungkin hal ini
menjelaskan efek analgesia yang timbul (selama elektrostimulasi) pada
akupunktur, atau pada stress (misalnya pada cedera hebat).Peristiwa efek
placebo juga dihubungkan dengan endomorfin.
Opioid endogen ini berhubungan
dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi
analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan
toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis,
mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuh ke otak, dan bertindak juga sebagai
neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal.
Baik opioid endogen dan analgesik
opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan analgesik nonopioid yang
target aksinya pada enzim.
Ada beberapa jenis Reseptor
opioid yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor opioid μ, κ, σ, δ, ε. (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ
receptor, initially called the opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or
“orphan” opioid receptor dan e-receptor, namum belum jelas fungsinya).
a.
Reseptor μ memediasi efek analgesik dan
euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan reseptor μ 2 memediasi efek depresan pernafasan.
b.
Reseptor δ yang sekurangnya memiliki 2
subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan berhubungan dengan
toleransi terhadap μ opioid.
c.
reseptor κ telah diketahui dan berperan
dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini
tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang.
d.
Reseptor δ dan reseptor κ menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin,
sedangkan reseptor μ selektif untuk opioid analgesic.
2.
Analgetik Non Narkotik
Analgetik non narkotik digunakan untuk
mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, sehingga sering disebut
analgetika ringan, juga untuk menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan
yang tinggi dan sebagai antiradang untuk pengobatan rematik. Analgetika non
narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat. Obat golongan ini
mengadakan potensiasi dengan obat-obat penekan sistem saraf pusat. (Siswandono
dan Soekardjo, 2008)
2.3. Mekanisme Kerja Obat Analgetik
1. Mekanisme kerja analgetik
narkotik
Efek
analgetik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada
sel dalam otak dan spinal cord. Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek
euforia dan mengantuk.
Menurut
Becket dan Casy, reseptor turunan morfin mempunyai tiga sisi yang sangat
penting untuk timbulnya aktifitas analgetik, yaitu:
a. Struktur bidang datar yang
mengikat cincin aromatik obat melalui ikatan Vanderwalls
b. Tempat anionik, yang mampu
berinterak si dengan puasat muatan positif obat.
c. Lubang dan orientasi yang sesuai
untuk menampung bagian –CH2-CH2- dari proyeksi cincin piperidin, yang terletak
depan bidang yang mengandung cincin aromatik dan pusat dasar.
Gambaran
permukaan reseptor analgesik yang sesuai dengan permukaan molekul obat.
Berdasarkan strruktur kimianya analgesik narkotik dibagi menjadi 4 kelompok
turunan morfin, turunan fenilpiperidin, turunan difeilprofilamin dan turunan
lain lain.
Secara
umum analgesik narkotik adalah Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan
masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula
hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel.
Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya
pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri,
seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri
terhambat. Endorfin bekerja
dengan jalan menduduki reseptor – reseptor nyeri di susunan saraf pusat, hingga
perasaan nyeri dapat diblokir.Khasiat analgesic opioida berdasarkan
kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum di tempati
endokfin.Tetapi bila analgetika tersebut digunakan terus menerus, pembentukan
reseptor-reseptor baru di stimulasi dan pdoduksi endorphin di ujung saraf pusat
dirintangi.Akibatnya terjadilah kebiasaan dan ketagihan.
2. Mekanisme kerja analgesik non
narkotik
a.
Analgesik
Analgesik non narkotik menimbulkan efek
anlagetik dengan cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada
sistem saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin, ion-ion hidrogen
dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi.
b.
Antipiretik
Analgetika non narkotik menimbulkan kerja
antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu
badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan
mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat.
Pengaruh obat pada suhu badan normal relatif kecil. Penurunan suhu tersebut
adalah hasil kerja obat pada sistem saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol
suhu dihipotalamus.
c.
Antiradang
Keradangan timbul karena pengaktifan
fosfolipase A2, enzim yang menyebabkan pelepasan asam arakidonat,
yang kemudian diubah menjadi prostaglandin oleh prostaglandin sintetase.
Analgetik non narkotik menimbulkan efek antiradang melalui beberapa
kemungkinan, antara lain adalah menghambat biosintesis dan pengeluaran
prostaglandin dengan cara memblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase
sehingga menurunkan gejala keradangan. Mekanisme antiradang adalah menghambat
enzim-enzim yang terlihat pada biosintesis mukopolisakarida dan glikoprotein, meningkatkan pergantian
jaringan kolagen dengan memperbaiki jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran
enzim-enzim lisosom melalui stabilitasi membran yang terkena radang. Analgetika
non narkotik efektif untuk mengurangi keradangan tetapi tidak dapat mencegah
kerusakan jaringan pada penderita artritis.
Berdasarkan struktur kimianya analgetika non
narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgetik-antipiretika dan obat
antiradang bukan steroid (Non Steroidal
Antiinflamatory Drugs = NSAID)
2.4.Hubungan struktur dan aktivitas
1. Analgesik narkotik
a. Turunan morfin
Morfin didapat dari opium, yaitu
getah kering tanaman papaver opiuum
mengandung tidak kurang dari 25 alkaloida, antara lain adalajh morfin, kodein,
noskapin, papaverin, tebain dan nersein.
Selain efek analgesik turunan
morfin juga menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan. Oleh karna itu
distribusi turuan morfin dikontrol secara ketat oleh pemerintah. Karna turunan
morfin menimbukan efek kecanduan, yang terjadi secara cepat, maka dicari
turunan atau analognya yang masih mempunyai efek analgesik tetapi efek
kecanduan lebih rendah.
Struktur
umum morfin digambarkan sebagai berikut:
Hubungan struktur dan aktivitas
Hubungan struktur-aktivitas turunan morfin dijelaskan
sebagai berikut:
1)
Eterifikasi dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunka
aktivitas analgesik, meningkatkan
aktivitas antibatuk dan meningkatkan efek kejang.
2)
Eterifikasi,
esterifikasi, oksidasi atau penggantian gugus hidroksil alkohol dengan halogen
atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgesik, meningkatkan efek
stimulan, tetapi juga meningkatkan toksisitas.
3)
Perubahan
gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas
analgesik secara drastis.
4)
Pengubahan
konfigurasi hidroksil pada C6 dapat meningkatkan aktivitas
analgesik.
5)
Hidrogenasi
ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama
atau lebih tinggi dibanding morfin.
6)
Substansi
pada cincin aromatik akan mengurangi aktivitas analgesik.
7)
Pemecahan
jembatan eter antara C4 dan C5 menurunkan aktivitas.
8)
Pembukaan
cincin piperidin menyebabkan penurunan aktivitas.
9)
Demetilasi
pada C17 dan perpanjangan rantai alifatik yang terikat pada atom N
dapat menurunkan aktivitas. Adanya gugus alil pada atom N menyebabkan senyawa
bersifat antagonis kompetitif.
b.
Turunan meperidin
Meskipun strukturnya tidak
berhubungan dengan struktur morfin tetapi masih menunjukan keiripan karna
mempunyai pusat atom C kuartener, rantai etilen, gugus N tersier dan cincin
aroatik sehingga dapat berinteraksi dengan reseptor analgetik.
c.
Turunan metadon
Turunan metado bersifat optis
aktif dan biasanya digunaka dalam bentuk garam HCl. Meskipun tidak mempunyai
cincin pperidin, seperti pada turunan morfin dan meperidin, tetapi turunan
metadon dapat embentuk cincin bila dalam larutan atau cairan tubuh . hal ini
disebabkan karna adda daya tarik menarik dipol-dipol anatara N dan gugus karboksil.
d.
Turunan lain lain
1)
Tramadol (trmal, siminac) analgesik kuat dengan aktifitas
0,1-0,2 kali morfin. Meskipun efeknya melalui reseptor opiat, tetapi efek
depresi pernafasan dan kemungkinan resiko kecanduan relatif kecil. Senyawa
diaborbsi dalam saluran cerna lebih kurang 90%, dengan masa kerja 4-6 jam.
2)
Butarfanol fenat (stdol NS), turunn morfinal dengan efek
analgesik kuat. Digunakan dalam bentuk semprot (spray) untuk mengatasi rasa
nyeri yang sedang dan hebat.
2.
Analgesik non narkotik
a.
Analgetika-antipiretik
Obat golongan ini digunakan untuk pengobatan
simptopatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau
menghilangkan penyebab penyakit.
Berdasarkan struktur kimianya obat
analgetik-antipiretik dibagi menjadi dua kelompok yaitu turunan anilin dan
para-aminofenol, dan turunan 5-pirozolon.
1)
Turunan Anilin dan para-Aminofenol
Turunan anilin dan p-aminofenol, seperti
asetaminofen, asetanilid dan fenasetin, mempunyai aktivitas
analgesik-antipiretik sebanding dengan aspirin, tetapi tidak mempunyai efek
antiradang dan antirematik. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri
kepala dan nyeri pada otot atau sendi dan obat penurun panas yang cukup baik.
Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah methemoglobin dan
hepatotoksik.
Hubungan struktur-aktivitas
a) Anilin mempunyai efek antipiretik cukup tinggi
tetapi toksisitasnya juga besar karena menimbulkan methemoglobin, suatu bentuk
hemoglobin yang tidak dapat berfungsi sebagai pembawa oksigen.
b) Substitusi pada gugus amino mengurangi sifat
kebasaan dan dapat menurunkan aktivitas dan toksisitasnya. Asetilasi gugus
amino (asetanilid) dapat menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi
pada dosis yang lebih besar dapat menyebabkan pembentukan methemoglobin dan
mempengaruhi jantung. Homolog yang lebih tinggi dari asetanilid mempunyai
kelarutan dalam air yang sangat rendah sehingga efek analgesik dan
antipiretiknya juga rendah.
c) Turunan aromatik dari asetanilid, seperti benzanilid,sukar larut dalam air, tidak dapat dibawa
oleh cairan tubuh ke reseptor sehinga tidak menimbulkan efek analgesik, sedang
salisilanilid sendiri walaupun tidak mempunyai efek analgesik tetapi dapat
digunakan sebagai antijamur.
d) Para-aminofenol adalah produk metabolik dari anilin,
toksisitasnya lebih rendah dari anilin dan turunan orto dan meta, tetapi masih
terlalu toksik untuk langsung digunakan sebagai obat sehingga perlu dilakukan
modifikasi struktur untuk mengurangi toksisitasnya.
e) Aestilasi gugus amino dari para-aminofenol (asetaminofen) akan menurunkan toksisitasnya, pada dosis
terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar dan pada pemakaian
jangka panjang dapat menyebabkan methamoglobin dan kerusakan hati.
f) Esterifikasi gugus hidroksi dari para-aminofenol
dengan gugus metil (anisidin) dan etil (fenetidin) meningkatkan aktivitas anlgesik tetapi karena
mengandung gugus amino bebas maka pembentukan methemoglobin dapat meningkat.
g) Pemasukan gugus yang bersifat polar, seperti gugus
karboksilat dan sulfonat, ke inti benzen akan menghilangkan aktivitas
analgesik.
h) Etil eter dari asetaminofen (fenasetin) mempunyai aktivitas analgesik cukup tinggi,
tetapi pada penggunaan jangka panjang menyebabkan methemoglobin, kerusakan
ginjal dan bersifat karsinogenik sehingga obat ini dilarang beredar di
indonesia.
i) Ester salisilat dari asetaminofen (fenetsal) dapat mengurangi toksisitas dan
meningkatkan aktivitas analgesik.
Struktur turunan anilin dan p-aminofenol.
2)
Turunan 5-pirazolon
Turunan 5-pirazolon, seperti antipirin dan metampiron,
mempunyai aktivitas analgetik-antipiretik dan antirematik serupa dengan
aspirin. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada keadaan nyeri
kepala, nyeri pada spasma usus, ginjal, saluran empedu dan urine, neuralgia,
migrain, dismenorhu, nyeri gigi dan rematik. Efek samping yang ditimbulkan oleh
turunan 5-pirazolon adalah agranulositosis, yang dalam beberapa kasus dapat
berakibat fatal.
Contoh :
Antipirin(fenazon), mempunyai aktivitas analgetik
hampir sama dengan asetanilid, dengan awal kerja yang lebih cepat. Efek samping
arganulositosisnya cukup besar sehingga sekarang tidak lagi digunakan untuk
pemakaian sistemik. Antipirin mempunyai efek paralitik pada saraf sensori dan
motorik, sehingga digunakan untuk anestesi setempat dan vasokontriksi pada
pengobatan rinitis dan langiritis. Dosis : larutan 5-15%.
b.
Obat Antiradang Bukan Steroid
Berdasarkan struktur kimianya obat antiradang
bukan steroid dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu turunan salisilat, turunan
5-pirazolidindion, turunan asam N-arilantranilat, turunan asam arilasetat,
turunan heteroarilasetat, turunan oksikam, dan turunan lain-lain.
1)
Turunan asam salisilat
Asam salisilat mepunyai aktivitas
analgetik-antipiretik dan antirematik, tetapi tidak digunakan secara oral
karenan terlalu toksik. Yang banyak digunakan sebagai analgetik-antipiretik
adalah senyawa turunannya. Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi
rasa sakit pada nyeri kepala, sakit otot, dan sakit berhubungan degan rematik.
Kurang efektif mengurangi sakit gigi, sakit pada waktu menstruasi, dan sakitkarena
kanker. Tidak efektif untuk mengurangi sakit karena kram, kolik dan migrain.
Turunan asam salisilat menimbulkan efek samping iritasi lambung. Iritasi
lambung yang akut kemungkinan berhubungan dengan gugus karboksilat yang
bersifat asam, sedang iritasi kronik kemungkinan di sebabkan oleh penghambatan
pembentukan prostaglandin E1 dan E2 yaitu suatu senyawa
yang dapat meningkatkan vasodilatasi mukosa lambung, sehingga terjadi
peningkatan sekresi asam lambung dan vasokonstriksi mukosa lambung, yang
menyebabkan nekrosis iskemik dan kerusakan mukosa lambung.
Hubungan
struktur-aktivitas turunan asam salisilat
a) Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion
salisilat. Gugus karboksilat penting untuk aktivasi dan letak gugus hidroksil
harus berdekatan dengannya.
b) Turunan halogen, seperti asam 5-klorsalisilat, dapat
meningkatkan aktivasi tetapi menimbulkan toksisitas lebih besar.
c) Adanya gugus amino pada posisi 4 akan menghilangkan
aktivitas.
d) Pemasukan gugus metil pada posisi 3 menyebabkan
metabolisme atau hidrolisis gugus metil menjadi lebih lambat sehingga masa
kerja obat menjadi lebih panjang.
e) Adanya gugus aril yang bersifat hidrofob pada posisi
5 dapat meningkatkan aktivitas.
f) Adanya gugus difluorofenil pada posisi meta dari
gugus karboksilat (diflunisal) dapat meningkatkan aktivitas analgesik,
memperpanjang masa kerja obat dan menghilangkan efek samping, seperti iritasi
saluran cerna dan peningkatan waktu pembekuan darah.
g) Efek iritasi lambung dari aspirin dihubungkan dengan
gugus karboksilat. Esterifikasi gugus karboksil akan menurunkan efek iritasi
tersebut. Karbetil salisilat adalah ester karbonit dari etil salisilat, ester
ini tidak menimbulkan iritasi lambung dan tidak berasa.
Struktur turunan asam
salisilat
c.
Turunan 5-Pirazolidindion
Turunan 5-Pirazolidindin, seperti fenil butazon dan
oksifenbutazon, adalah anti rada non steroid yang banyak digunakan untuk
meringankan rasa nyeri yang berhubungan dengan rematik, penyakit pirai dan
sakit persendian. Turunan ini menimbulkan efek samping agranulositosis yang
cukup besar dan iritasi lambung.
Hubungan
struktur dan aktivitas :
1) Turunan 5-Pirazolidindion mengandung gugus keton (C3)
yang dapat membentuk gugus enol yang mudah terionisasi.
2) Subtitusi atom H pada C4 dengan gugus metil akan
menghilangkan aktivitas antiradang karena senyawa tidak dapat membentuk gugus
enol.
3) Penggantian atom N pada inti pirazolidindion dengan
atom O, pemasukan gugus metil dan halogen pada cincin benzen dan penggantian
gugus n-butil dengan gugus alil atau propil ternyata tidak mempengaruhi
aktvitas antiradang , atau aktivitasnya tetap.
4) Penggantian cicin benzen dengan siklopenten atau
siklopentan akan membuat senyawa menjadi tidak aktif.
5) Peningkatan keasaman akan menurunkan aktivitas
antiradang dan meningkatkan efek urikosurik.
2.5. Contoh Obat Analgesik Di Pasaran
1. Analgetik Opioid atau Analgetik
Narkotika
Metadon
Mekanisme kerja: Kerja mirip morfin lengkap,
sedatif lebih lemah.
Indikasi:Detoksifikas ketergantungan morfin, Nyeri hebat pada
pasien yang di rumah sakit.
Efek tak diinginkan:Depresi pernapasan, konstipasi,
gangguan SSP, hipotensi ortostatik, mual dan muntah pada dosis awal.
2.
Analgetik Non Narkotik
Ibupropen
Ibupropen merupakan derivat asam propionat
yang diperkenalkan banyak negara.
Obat ini bersifat analgesik dengan daya
antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin.
Ibu hamil dan menyusui tidak di anjurkan meminim obat ini.
BAB III
PENUTUP
3.3. Kesimpulan
Analgetik yaitu obat anti nyeri atau pereda sakit dan
mekanisame kerjanya menghambat sintase PGS di tempat yang sakit/trauma
jaringan.
1. Obat golongan Analgetika ini adalah suatu obat yang
efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri
lainnya.
2. Penggunaan obat Analgetika tergantung pada diagnosa
penyakitnya seperti Non opioid, opioid lemah, opioid kuat.
3. Karakteristik dari Analgetika dibagi menjadi 4, yaitu
:
a. Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit
b. Tidak narkotika dan tidak
menimbulkan rasa senang dan gembira
c. Tidak mempengaruhi pernapasan
d. Gunanya untuk nyeri sedang,
contohnya: sakit gigi
4. Analgesik memiliki dua
golongan yaitu, golongan narkotik dan Non Narkotik
5. Masing-masing golongan memiliki cara kerja yang
berbeda, Golongan Narkotik dalam menghambat enzim sikloogsigenase dalam
pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja analgetiknya dan efek
sampingnya dan Golongan Non narkotik menghambat sintesis prostaglandin (PG)
yang menstimulasi SSP. PG dapat meningkatkan aliran darah ke perifer
(vasodilatasi) dan berkeringat sehingga panas banyak keluar dari tubuh.
3.2. Saran
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya
kekurangan-kekurangan pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor
keterbatasan waktu, pemikiran dan pengetahuan kami yang terbatas, oleh karena
itu untuk kesempernuan makalah ini kami sangat membutuhkan saran-saran dan
masukan yang bersifat membangun kepada
semua pembaca.
Sebaiknya gunakanlah obat sesuai anjuran dokter, dan
pergunakan lah obat tersebut sesuai dengan diagnosa yang telah diperkirakan,
jangan menggunakan obat kurang atau melebihi batasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus Gde Agung Raditya Eka
Putra. 2008. Indometasin Sebagai Terapi Gout Arthritis. Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana
Brunton, Laurence L., John S. Lazo, dan Keith L. Parker. 2006. Goodman and Gilman’s The
Drs.Priyanto, Apt, M. Biomed.
2008. Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa
Farmasi dan
Keperawatan. Liskonfi. Jawa Bara
Pharmacological Basis of Therapeutics 11 th edition. United States of
America: The McGraw
Gunawan.G.Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta
Gilang. 2010. “Analgesik
non-opioid atau NSAID/OAINS”. Jakarta : Erlangga.
Komentar
Posting Komentar