uji daya larvasida minyak atsri rimpang kunyit


UJI DAYA LARVASIDA MINYAK ATSIRI RIMPANG KUNYIT
(Curcuma domestica Val.) TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG
KOTA MADYA BANJARBARU

Muhammad Trisetya Hadi Saputra Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

ABSTRAK
  Rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) mempunyai zat aktif minyak atsiri yang bersifat larvasida. Mekanisme kerja minyak atsiri sebagai larvasida serupa dengan fungsinya sebagai antibakteri menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein membran sel sehingga menyebabkan kematian larva. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya larvasida minyak atsiri rimpang kunyit dalam membunuh larva nyamuk Aedes aegypti di lingkungan perumahan wilayah kerja Puskesmas Guntung Payung. Metode ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental semu. Konsentrasi yang digunakan adalah 13,565 ppm (LC90) yang telah diuji di laboratorium, serta kontrol positif (abate 1%) dan kontrol negatif (CMC-Na 0,5%) dengan 15 kali pengulangan. Pemisahan minyak atsiri dari jaringan tanaman dilakukan dengan metode destilasi uap. Data hasil penelitian pengamatan selama 24 jam diuji melalui
software komputer menggunakan Uji Kruskal-Wallis menunjukkan terdapat perbedaan jumlah kematian pada semua kelompok perlakuan (p=0,000<0,05). Uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna rata-rata jumlah kematian larva antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok konsentrasi 13,565 ppm (p=0,000<0,05), sedangkan antara kelompok kontrol positif dengan kelompok konsentrasi minyak atsiri 13,565 ppm (LC
90) juga terdapat perbedaan rata-rata jumlah kematian (p=0,000<0,05). Hasil penelitian menunjukkan aktivitas minyak atsiri rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) mempunyai pengaruh terhadap kematian larva nyamuk Aedes aegypti di lingkungan perumahan wilayah kerja puskesmas Guntung Payung Kota Madya Banjarbaru.
 
Kata-kata kunci: minyak atsiri, rimpang kunyit, larvasida, larva Aedes aegypti.
LARVACIDE POTENCIAL TEST OF TURMERIC RHIZOME ESSENSIAL OIL
(Curcuma domestica Val.) TO THE DEATH OF Aedes aegypti MOSQUITOES LARVAE
IN THE WORKING AREA OF GUNTUNG PAYUNG PUBLIC HEALTH CENTER IN
BANJARBARU.
Muhammad Trisetya Hadi Saputra
Program Study of Public Health Faculty of Medicine
Lambung Mangkurat University Banjarbaru
ABSTRACT
Turmeric rhizome (curcuma domestica val.) had the active substance in the form of
essential oils that have been suspected as potential larvacide. The mechanisme of essential
oils as larvaside was like as the function as antibacterial which causing precipitation and
denaturation protein of cell membran and also causing lysis of cell membran so it would
cause the death of larvae. This study was aimed to know the effect of turmeric rhizome
essential oils in killing the laedes aegypti mosquitoes larvae in third and fourth instar in the
housing invironment in area of guntung payung public health center. The method was quation
experimental study. The consentration was used in this study 13, 565 ppm (lc
90) which was
tested in laboratory, with positive control (temefos 1%) and negatif control (cmc-na 0,5%). it
was 15 times repetition. The process of saveration of essentiol oils from the tissue of plant
was done with vapour destilation method. The result of observation during 24 hours was
tested by kruskal –wallis showed that there were differences ofthe number of larvae death in
all groups treatment (p=0,000<0,05). Mann-whitney test showed that there were significant
differences the mean of number larvae death between negative control group with the group
of essential oils consentration in 13,565 ppm (p=0,000<0,05), whereas between positive
control with the group of essential oils consentration in 13,565 ppm (lc
90) (p=0,000<0,05).
It can conclude that activation of turmeric rhizome essensial oils had effect in killing the
laedes aegypti mosquitoes larvae in housing environment in area of guntung payung public
health center in Banjarbaru.
Keywords: essential oils, turmeric rhizome, larvaecide, Aedes aegypti larvae.
 
PENDAHULUAN 
 Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, dengan ciri demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan renjatan (shock) dan kematian. DBD telah menjadi masalah kesehatan yang penting bukan hanya di hampir di seluruh propinsi di Indonesia tetapi juga di negara lain di Asia Tenggara. Selama tiga sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD telah meningkat sehingga Asia Tenggara menjadi wilayah hiperendemis (1,2,3,4). Sampai saat ini infeksi virus dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health
Organization (WHO) tahun 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan dengan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan Case Fatality
Rate (CFR) sebesar 1,01% (2007) (5). Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi dengan angka kejadian DBD yang cukup tinggi. Berdasarkan data kasus DBD tahun 2009 dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, beberapa kabupaten/kota menunjukkan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi. Banjarbaru adalah salah satu kabupaten/kota dengan kasus DBD yang cukup tinggi dengan Incident Rate (IR) 52,8 per 100.000 penduduk (2007), 51,3 per 100.000 penduduk (2008), 81,1 per 100.000 penduduk (2009) dan 113,9 per 100.000 penduduk (sampai September 2010) dan CFR sebesar 3,6% (2007), 0,0% (2008), 5,11% (2009) dan 2% (sampai September 2010). Wilayah kerja puskesmas Guntung Payung merupakan wilayah dengan angka kejadian yang tinggi dengan jumlah kasus 46 orang dan 5 orang mengalami kematian pada tahun 2009 (6,7,8). Pada tahun 2010 (Januari-September 2010) di wilyah kerja puskesmas Guntung Payung jumlah kasus meningkat menjadi 65 orang namun tidak ada terjadi kematian. Berdasarkan permasalahan yang timbul akibat nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit DBD maka perlu dilakukan suatu pengendalian. Salah satu pengendalian yang dapat dilakukan adalah pengendalian terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan larvasida yang dihasilkan oleh tanaman beracun terhadap serangga tetapi tidak mempunyai efek samping terhadap lingkungan dan tidak berbahaya bagi manusia (9,10,11). Penelitian dengan menggunakan larvasida telah banyak dilakukan, salah satunya pada penelitian yang dilakukan oleh Panghiyangani dkk (2009) tentang uji efektifitas ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap kematian larva Aedes aegypti di lingkungan perumahan di Kota Madya Banjarbaru. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) dapat membunuh semua larva uji dalam waktu kurang dari 24 jam pada konsentrasi 0,4% (12). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Marlinae dkk (2006), kandungan kimia dalam rimpang kunyit yang diduga berfungsi sebagai larvasida adalah minyak atsiri. Pada penelitian Nugroho dkk (1997) menggunakan daun jukut (Hyptis suaveolens L Poit) dan penelitian Suarnella (2010) menggunakan rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria) juga mengemukakan bahwa minyak atsiri mempunyai potensi sebagai larvasida. Besarnya konsentrasi minyak atsiri rimpang kunyit putih yang mampu membunuh 50% dari populasi larva uji adalah pada konsentrasi 54,5 ppm (12,13,14,15). Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka perlu dilakukan penelitian lanjutan yang lebih spesifik untuk menguji daya minyak atsiri rimpang kunyit (Curcuma domestica
Val. ) terhadap kematian larva Aedes aegypti di lingkungan perumahan di wilayah kerja puskesmas Guntug Payung Kota Madya Banjarbaru.
METODA
Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental semu untuk mengetahui daya larvasida minyak atsiri rimpang kunyit terhadap kematian larva nyamuk Aedes aegypti di lingkungan perumahan wilayah kerja puskesmas Guntung Payung Kota Madya Banjarbaru. Besarnya sampel untuk penelitian ini ditentukan menggunakan acuan Gay dan Dheil yaitu sebanyak 15 rumah dengan kriteria inklusi sebagai berikut (29): a. Bersedia dijadikan tempat penelitian. b. Terdapat larva Aedes aegypti di tempat penyimpanan air bersih. Larva Aedes aegypti yang diperlukan adalah 25 ekor untuk tiap perlakuan dengan kriteria inklusi: a. Larva Aedes aegypti yang digunakan adalah instar III dan IV dengan ukuran yang sama. b. Larva Aedes aegypti ditemukan di lingkungan perumahan wilayah kerja puskesmas Guntung Payung Kota Madya banjarbaru.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah simplisia rimpang kunyit, abate, aquades, NaCl, larutan Carboxyl Methyl Cellusa-Natrium (CMC-Na) dan larva nyamuk Aedes aegypti yang ditemukan di lingkungan perumahan di wilayah kerja puskesmas Guntung Payung Kota Madya Banjarbaru. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipet ukur, gelas ukur 10 ml, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 250 ml, gelas ukur 500 ml, gelas beker 500 ml, gelas arloji/gelas plastik, timbangan digital Gibertini, aluminium foil, batang gelas (untuk pengaduk), dandang dan saringan.
Prosedur Penelitian a. Survei Pendahuluan Survei pendahuluan diawali dengan pengumpulan data angka kejadian DBD dan angka bebas jentik serta perizinan untuk dilakukan penelitian di wilayah kerja puskesmas Guntung Payung Kota Madya Banjarbaru. Kemudian dilakukan survei jentik nyamuk Aedes aegypti yang terdapat pada rumah penduduk di wilayah penelitian. Setelah itu dilakukan penentuan jumlah sampel rumah tangga dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan.
b. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan dengan identifikasi tanaman kunyit untuk menetapkan klasifikasi tanaman di Laboratorium Taksonomi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
c. Pembuatan Minyak Atsiri Rimpang Kunyit Rimpang kunyit yang sudah dipotong-potong sebanyak ± 7 kg, dimasukkan ke dalam alat destilasi uap yang telah diisi air sebanyak 10 liter. Alat destilasi uap kemudian dipanaskan dan dijaga agar tidak menggunakan temperatur yang tinggi. Air dialirkan ke kondensor dan dijaga agar air terus mengalir. Temperatur kondensor dijaga tetap dingin dengan menambahkan es, sehingga minyak yang menguap semuanya terembunkan dan tidak lepas ke udara. Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak dengan air yang selanjutnya dipisahkan dalam corong pisah. Untuk pemisahan sempurna, destilat ditambahkan natrium klorida (NaCl) agar minyak yang teremulsi terpisah. Fase air ditampung dalam erlenmeyer, untuk dipisahkan lagi karena kemungkinan masih mengandung sedikit minyak yang teremulasi. Fase air ini ditambahkan lagi natrium klorida dan didekantasi, kemudian dipisahkan dalam corong pisah.
d. Pembuatan Emulsi CMC-Na 0,5% Prosedur pembuatan emulsi CMC-Na 0,5%, yaitu menyiapkan air hangat sebanyak 250 ml, dan diambil 125 ml air (sebagian) untuk melarutkan 1,25 g CMC-Na. Campuran tersebut diaduk sampai mengental, kemudian ditambahkan lagi dengan 125 ml air sisanya sedikit demi sedikit sampai menjadi emulsi. e. Pembuatan Emulsi minyak Atsiri Pembuatan konsentrasi minyak atsiri rimpang kunyit diawali dengan menimbang minyak atsiri sebanyak 226,1 mg. Kemudian masukkan emulsi CMC-Na 0,5% ke dalam minyak atsiri tersebut sampai volume menjadi 200 ml dan terbentuk emulsi minyak atsiri 1130,417 ppm. Emulsi minyak atsiri dimasukkan ke dalam gelas yang telah disediakan dengan air sebanyak 250 ml sehingga konsentrasi menjadi 13,565 ppm. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus berikut: V
1 x N1 = V2 x N2 Keterangan: V1 = Volume awal (ml) N1 = Konsentrasi awal (ppm) V2 = Volume akhir yang diinginkan (ml) N2 = Konsentrasi akhir yang diinginkan (ppm) Kontrol positif menggunakan abate 1% (2,5 g) yang dilarutkan dalam 250 ml air dan kontrol negatif menggunakan CMC-Na 0,5% (1,25 g) yang dilarutkan dalam 250 ml air (30). f. Pengujian Minyak Atsiri Gelas plastik disiapkan sebanyak 45 buah sebagai media pengujian dan perlakuan kontrol. Emulsi minyak atsiri 13,565 ppm sebanyak 250 ml disiapkan sebagai perlakuan. Kontrol positif menggunakan abate 1% dalam 250 ml air dan kontrol negatif menggunakan suspensi CMC-Na 0,5% dalam 250 ml air. Larva yang sudah disiapkan sebanyak 25 ekor dimasukkan ke tiap gelas. Larva yang sudah dimasukkan ke dalam emulsi minyak atsiri diamati selama 24 jam, dan kemudian dihitung jumlah larva yang mati. Setelah itu dihitung waktu puncak rata-rata kematian larva setelah 24 jam pengamatan.
 
Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data 
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menghitung jumlah kematian dan waktu rata-rata kematian larva untuk mengetahui aktivitas minyak atsiri rimpang kunyit sebagai larvasida terhadap Aedes aegypti melalui pengujian di lingkungan perumahan wilayah kerja puskesmas Guntung Payung Kota Madya Banjarbaru.
 
Cara Analisis Data 
 Analisis data dilakukan dengan analisis bivariat menggunakan Uji Kruskal Wallis untuk mengetahui pengaruh daya larvasida rimpang kunyit terhadap kematian larva dengan tingkat kepercayaan 95% dan alfa 5%. Untuk melihat perbedaan jumlah kematian larva setelah pemberian minyak atsiri rimpang kunyit, abate 1% (kontrol positif) dan CMC-Na 0,5% (kontrol negatif) digunakan uji Mann-Whitney. Untuk analisis waktu rata-rata kematian larva dilakukan menggunakan analisis univariat dengan tabulasi dan menghitung waktu puncak rata-rata kematian semua larva uji selama pengujian.
 
HASIL DAN PEMBAHASAN

  Telah dilakukan penelitian uji daya larvasida minyak atsiri rimpang kunyit (Curcuma
domesica Val.) terhadap larva nyamuk A.aegypti di lingkungan perumahan wilayah kerja puskesmas Guntung Payung. Hasil penelitian untuk mengetahui efektifitas ekstrak rimpang kunyit sebagai larvasida didapatkan data sebagai berikut: Tabel 5.1 Hasil Penelitian Uji Daya Minyak Atsiri Rimpang Kunyit (Curcuma domestica
Val. ) Terhadap Kematian Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Guntung Payung Kota Madya Banjarbaru.
Kontrol (-) Kontrol (+) Minyak Atsiri
M % M % M %
P1 1 4 25 100 8 32
P2 0 0 25 100 11 44
P3 1 4 25 100 20 80
P4 2 8 25 100 18 72
P5 2 8 25 100 21 84
P6 0 0 25 100 25 100
P7 1 4 25 100 17 68
P8 2 8 25 100 25 100
P9 2 8 25 100 21 84
P10 2 8 25 100 21 84
P11 0 0 25 100 20 80
P12 2 8 25 100 14 56
P13 1 4 25 100 18 72
P14 0 0 25 100 20 80
P15 2 8 25 100 20 80
Rata2 1,2 4,8 25 100 18,6 74,4 Ket : P = Pengulangan M = Kematian Larva Kontrol (+) = Abate 1% Kontrol ( - ) = CMC-Na 0,5% Rata-rata kematian larva pada berbagai perlakuan dapat disajikan dengan diagram batang seperti gambar 5.1. Gambar 5.1 Diagram Rata-Rata Kematian Larva Pada Berbagai Perlakuan Hasil Penelitian Uji Daya Minyak Atsiri Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) Terhadap Kematian Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Guntung Payung Kota Madya Banjarbaru.
50
10
15
20
25
K (-) LC90
Kematian larva
(ekor)
Kelompok perlakuan
K (-) K (+)
LC90
Berdasaran hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kematian larva pada tiap perlakuan berbeda. Keadaan ini menunjukkan bahwa setiap perlakuan antara pemberian minyak atsiri rimpang kunyit, abate 1% dan CMC-Na 0,5% mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap kematian larva nyamuk Aedes aegypti. Berdasarkan hasil uji menunjukkan adanya perbedaan jumlah kematian larva antara minyak atsiri rimpang kunyit dengan abate 1%. Selama pengamatan 24 jam, jumlah kematian larva dengan menggunakan minyak atsiri rimpang kunyit tidak sebanyak perlakuan dengan kontrol positif yang menggunakan zat aktif berupa temefos 1% sebagai larvasida dan sudah umum digunakan oleh masyarakat. Hal ini berarti larva nyamuk Aedes aegypti di wilayah kerja puskesmas Gutung Payung masih rentan terhadap temefos. Sedangkan untuk minyak atsiri yang merupakan senyawa yang mudah menguap membuat minyak atsiri tidak dapat bekerja secara efektif dalam waktu yang lama. Selain itu abate mempunyai zat aktif yang lebih ampuh untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti. Abate merupakan senyawa fosfat organik yang mengandung gugus phosphorothioate bersifat anticholinesterase yang kerjanya menghambat enzim cholinesterase baik pada vertebrata maupun invertebrata sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas syaraf karena tertimbunnya acetylcholin pada ujung syaraf tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan kematian. Penetrasi abate ke dalam larva berlangsung sangat cepat dimana lebih dari 99% abate dalam medium diabsorpsi dalam waktu dua jam setelah perlakuan. Keracunan fosfat organik pada serangga diikuti oleh ketidaktenangan, hipereksitasi, tremor dan konvulsi, kemudian kelumpuhan otot (paralisa), pada larva nyamuk kematiannya disebabkan oleh karena tidak dapat mengambil udara untuk bernafas. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan jumlah kematian pada abate dengan UJI DAYA LARVASIDA MINYAK ATSIRI RIMPANG KUNYIT
(Curcuma domestica Val.) TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG
KOTA MADYA BANJARBARU
Muhammad Trisetya Hadi Saputra
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
ABSTRAK
Rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.)  mempunyai zat aktif minyak atsiri yang
bersifat larvasida. Mekanisme kerja minyak atsiri sebagai larvasida serupa dengan fungsinya
sebagai antibakteri menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein membran sel sehingga
menyebabkan kematian larva. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya larvasida
minyak atsiri rimpang kunyit dalam membunuh larva nyamuk Aedes aegypti di lingkungan
perumahan wilayah kerja Puskesmas Guntung Payung. Metode ini menggunakan rancangan
penelitian eksperimental semu. Konsentrasi yang digunakan adalah 13,565 ppm (LC90) yang
telah diuji di laboratorium, serta kontrol positif (abate 1%) dan kontrol negatif (CMC-Na
0,5%) dengan 15 kali pengulangan. Pemisahan minyak atsiri dari jaringan tanaman dilakukan
dengan metode destilasi uap. Data hasil penelitian pengamatan selama 24 jam diuji melalui
software komputer menggunakan Uji Kruskal-Wallis menunjukkan terdapat perbedaan
jumlah kematian pada semua kelompok perlakuan (p=0,000<0,05). Uji Mann-Whitney
menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna rata-rata jumlah kematian larva antara
kelompok kontrol negatif dengan kelompok konsentrasi 13,565 ppm (p=0,000<0,05),
sedangkan antara kelompok kontrol positif dengan kelompok konsentrasi minyak atsiri
13,565 ppm (LC90) juga terdapat perbedaan rata-rata jumlah kematian (p=0,000<0,05). Hasil
penelitian menunjukkan aktivitas minyak atsiri rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.)
mempunyai pengaruh terhadap kematian larva nyamuk Aedes aegypti di lingkungan
perumahan wilayah kerja puskesmas Guntung Payung Kota Madya Banjarbaru.
Kata-kata kunci: minyak atsiri, rimpang kunyit, larvasida, larva Aedes aegypti.
LARVACIDE POTENCIAL TEST OF TURMERIC RHIZOME ESSENSIAL OIL
(Curcuma domestica Val.) TO THE DEATH OF Aedes aegypti MOSQUITOES LARVAE
IN THE WORKING AREA OF GUNTUNG PAYUNG PUBLIC HEALTH CENTER IN
BANJARBARU.
Muhammad Trisetya Hadi Saputra
Program Study of Public Health Faculty of Medicine
Lambung Mangkurat University Banjarbaru
ABSTRACT
Turmeric rhizome (curcuma domestica val.) had the active substance in the form of
essential oils that have been suspected as potential larvacide. The mechanisme of essential
oils as larvaside was like as the function as antibacterial which causing precipitation and
denaturation protein of cell membran and also causing lysis of cell membran so it would
cause the death of larvae. This study was aimed to know the effect of turmeric rhizome
essential oils in killing the laedes aegypti mosquitoes larvae in third and fourth instar in the
housing invironment in area of guntung payung public health center. The method was quation
experimental study. The consentration was used in this study 13, 565 ppm (lc90) which was
tested in laboratory, with positive control (temefos 1%) and negatif control (cmc-na 0,5%). it
was 15 times repetition. The process of saveration of essentiol oils from the tissue of plant
was done with vapour destilation method. The result of observation during 24 hours was
tested by kruskal –wallis showed that there were differences ofthe number of larvae death in
all groups treatment (p=0,000<0,05). Mann-whitney test showed that there were significant
differences the mean of number larvae death between negative control group with the group
of essential oils consentration in 13,565 ppm (p=0,000<0,05), whereas between positive
control with the group of essential oils consentration in 13,565 ppm (lc90) (p=0,000<0,05).
It can conclude that activation of turmeric rhizome essensial oils had effect in killing the
laedes aegypti mosquitoes larvae in housing environment in area of guntung payung public
health center in Banjarbaru.
Keywords: essential oils, turmeric rhizome, larvaecide, Aedes aegypti larvae.
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, dengan ciri demam tinggi mendadak
disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan renjatan (shock) dan kematian.
DBD telah menjadi masalah kesehatan yang penting bukan hanya di hampir di seluruh
propinsi di Indonesia tetapi juga di negara lain di Asia Tenggara. Selama tiga sampai lima
tahun terakhir jumlah kasus DBD telah meningkat sehingga Asia Tenggara menjadi wilayah
hiperendemis (1,2,3,4).
Sampai saat ini infeksi virus dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health
Organization (WHO) tahun 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah
sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI
menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan dengan tahun 2005) terdapat peningkatan
jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan Case Fatality
Rate (CFR) sebesar 1,01% (2007) (5).
Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi dengan angka kejadian DBD yang
cukup tinggi. Berdasarkan data kasus DBD tahun 2009 dari Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan, beberapa kabupaten/kota menunjukkan angka kesakitan dan kematian
yang cukup tinggi. Banjarbaru adalah salah satu kabupaten/kota dengan kasus DBD yang
cukup tinggi dengan Incident Rate (IR) 52,8 per 100.000 penduduk (2007), 51,3 per 100.000
penduduk (2008), 81,1 per 100.000 penduduk (2009) dan 113,9 per 100.000 penduduk
(sampai September 2010) dan CFR sebesar 3,6% (2007), 0,0% (2008), 5,11% (2009) dan 2%
(sampai September 2010). Wilayah kerja puskesmas Guntung Payung merupakan wilayah
dengan angka kejadian yang tinggi dengan jumlah kasus 46 orang dan 5 orang mengalami
kematian pada tahun 2009 (6,7,8). Pada tahun 2010 (Januari-September 2010) di wilyah kerja
puskesmas Guntung Payung jumlah kasus meningkat menjadi 65 orang namun tidak ada
terjadi kematian.
Berdasarkan permasalahan yang timbul akibat nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor
penyakit DBD maka perlu dilakukan suatu pengendalian. Salah satu pengendalian yang dapat
dilakukan adalah pengendalian terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan
larvasida yang dihasilkan oleh tanaman beracun terhadap serangga tetapi tidak mempunyai
efek samping terhadap lingkungan dan tidak berbahaya bagi manusia (9,10,11).
Penelitian dengan menggunakan larvasida telah banyak dilakukan, salah satunya pada
penelitian yang dilakukan oleh Panghiyangani dkk (2009) tentang uji efektifitas ekstrak
rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap kematian larva Aedes aegypti di
lingkungan perumahan di Kota Madya Banjarbaru. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) dapat membunuh semua larva uji dalam
waktu kurang dari 24 jam pada konsentrasi 0,4% (12).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Marlinae dkk (2006), kandungan
kimia dalam rimpang kunyit yang diduga berfungsi sebagai larvasida adalah minyak atsiri.
Pada penelitian Nugroho dkk (1997) menggunakan daun jukut (Hyptis suaveolens L Poit) dan
penelitian Suarnella (2010) menggunakan rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria) juga
mengemukakan bahwa minyak atsiri mempunyai potensi sebagai larvasida. Besarnya
konsentrasi minyak atsiri rimpang kunyit putih yang mampu membunuh 50% dari populasi
larva uji adalah pada konsentrasi 54,5 ppm (12,13,14,15).
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka perlu dilakukan penelitian lanjutan
yang lebih spesifik untuk menguji daya minyak atsiri rimpang kunyit (Curcuma domestica
Val. ) terhadap kematian larva Aedes aegypti di lingkungan perumahan di wilayah kerja
puskesmas Guntug Payung Kota Madya Banjarbaru.
METODA
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental semu untuk mengetahui
daya larvasida minyak atsiri rimpang kunyit terhadap kematian larva nyamuk Aedes aegypti
di lingkungan perumahan wilayah kerja puskesmas Guntung Payung Kota Madya Banjarbaru.
Besarnya sampel untuk penelitian ini ditentukan menggunakan acuan Gay dan Dheil
yaitu sebanyak 15 rumah dengan kriteria inklusi sebagai berikut (29):
a. Bersedia dijadikan tempat penelitian.
b. Terdapat larva Aedes aegypti di tempat penyimpanan air bersih.
Larva Aedes aegypti yang diperlukan adalah 25 ekor untuk tiap perlakuan dengan
kriteria inklusi:
a. Larva Aedes aegypti yang digunakan adalah instar III dan IV dengan ukuran yang sama.
b. Larva Aedes aegypti ditemukan di lingkungan perumahan wilayah kerja puskesmas
Guntung Payung Kota Madya banjarbaru.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah simplisia rimpang kunyit, abate, aquades,
NaCl, larutan Carboxyl Methyl Cellusa-Natrium (CMC-Na) dan larva nyamuk Aedes aegypti
yang ditemukan di lingkungan perumahan di wilayah kerja puskesmas Guntung Payung Kota
Madya Banjarbaru.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipet ukur, gelas ukur 10 ml, gelas
ukur 100 ml, gelas ukur 250 ml, gelas ukur 500 ml, gelas beker 500 ml, gelas arloji/gelas
plastik, timbangan digital Gibertini, aluminium foil, batang gelas (untuk pengaduk), dandang
dan saringan.
Prosedur Penelitian
a. Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan diawali dengan pengumpulan data angka kejadian DBD dan angka
bebas jentik serta perizinan untuk dilakukan penelitian di wilayah kerja puskesmas Guntung
Payung Kota Madya Banjarbaru. Kemudian dilakukan survei jentik nyamuk Aedes aegypti
yang terdapat pada rumah penduduk di wilayah penelitian. Setelah itu dilakukan penentuan
jumlah sampel rumah tangga dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan.
b. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan dengan identifikasi tanaman kunyit untuk menetapkan
klasifikasi tanaman di Laboratorium Taksonomi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (FMIPA).
c. Pembuatan Minyak Atsiri Rimpang Kunyit
Rimpang kunyit yang sudah dipotong-potong sebanyak ± 7 kg, dimasukkan ke dalam
alat destilasi uap yang telah diisi air sebanyak 10 liter. Alat destilasi uap kemudian dipanaskan
dan dijaga agar tidak menggunakan temperatur yang tinggi. Air dialirkan ke kondensor dan
dijaga agar air terus mengalir. Temperatur kondensor dijaga tetap dingin dengan
menambahkan es, sehingga minyak yang menguap semuanya terembunkan dan tidak lepas ke
udara.
Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak dengan air yang selanjutnya
dipisahkan dalam corong pisah. Untuk pemisahan sempurna, destilat ditambahkan natrium
klorida (NaCl) agar minyak yang teremulsi terpisah. Fase air ditampung dalam erlenmeyer,
untuk dipisahkan lagi karena kemungkinan masih mengandung sedikit minyak yang
teremulasi. Fase air ini ditambahkan lagi natrium klorida dan didekantasi, kemudian
dipisahkan dalam corong pisah.
d. Pembuatan Emulsi CMC-Na 0,5%
Prosedur pembuatan emulsi CMC-Na 0,5%, yaitu menyiapkan air hangat sebanyak 250
ml, dan diambil 125 ml air (sebagian) untuk melarutkan 1,25 g CMC-Na. Campuran tersebut
diaduk sampai mengental, kemudian ditambahkan lagi dengan 125 ml air sisanya sedikit demi
sedikit sampai menjadi emulsi.
e. Pembuatan Emulsi minyak Atsiri
Pembuatan konsentrasi minyak atsiri rimpang kunyit diawali dengan menimbang
minyak atsiri sebanyak 226,1 mg. Kemudian masukkan emulsi CMC-Na 0,5% ke dalam
minyak atsiri tersebut sampai volume menjadi 200 ml dan terbentuk emulsi minyak atsiri
1130,417 ppm. Emulsi minyak atsiri dimasukkan ke dalam gelas yang telah disediakan
dengan air sebanyak 250 ml sehingga konsentrasi menjadi 13,565 ppm.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
V1 x N1 = V2 x N2
Keterangan:
V1 = Volume awal (ml)
N1 = Konsentrasi awal (ppm)
V2 = Volume akhir yang diinginkan (ml)
N2 = Konsentrasi akhir yang diinginkan (ppm)
Kontrol positif menggunakan abate 1% (2,5 g) yang dilarutkan dalam 250 ml air dan
kontrol negatif menggunakan CMC-Na 0,5% (1,25 g) yang dilarutkan dalam 250 ml air (30).
f. Pengujian Minyak Atsiri
Gelas plastik disiapkan sebanyak 45 buah sebagai media pengujian dan perlakuan
kontrol. Emulsi minyak atsiri 13,565 ppm sebanyak 250 ml disiapkan sebagai perlakuan.
Kontrol positif menggunakan abate 1% dalam 250 ml air dan kontrol negatif menggunakan
suspensi CMC-Na 0,5% dalam 250 ml air. Larva yang sudah disiapkan sebanyak 25 ekor
dimasukkan ke tiap gelas. Larva yang sudah dimasukkan ke dalam emulsi minyak atsiri
diamati selama 24 jam, dan kemudian dihitung jumlah larva yang mati. Setelah itu dihitung
waktu puncak rata-rata kematian larva setelah 24 jam pengamatan.
Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menghitung jumlah kematian dan
waktu rata-rata kematian larva untuk mengetahui aktivitas minyak atsiri rimpang kunyit
sebagai larvasida terhadap Aedes aegypti melalui pengujian di lingkungan perumahan wilayah
kerja puskesmas Guntung Payung Kota Madya Banjarbaru.
Cara Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan analisis bivariat menggunakan Uji Kruskal Wallis
untuk mengetahui pengaruh daya larvasida rimpang kunyit terhadap kematian larva dengan
tingkat kepercayaan 95% dan alfa 5%. Untuk melihat perbedaan jumlah kematian larva
setelah pemberian minyak atsiri rimpang kunyit, abate 1% (kontrol positif) dan CMC-Na
0,5% (kontrol negatif) digunakan uji Mann-Whitney. Untuk analisis waktu rata-rata kematian
larva dilakukan menggunakan analisis univariat dengan tabulasi dan menghitung waktu
puncak rata-rata kematian semua larva uji selama pengujian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Telah dilakukan penelitian uji daya larvasida minyak atsiri rimpang kunyit (Curcuma
domesica Val.) terhadap larva nyamuk A.aegypti di lingkungan perumahan wilayah kerja
puskesmas Guntung Payung. Hasil penelitian untuk mengetahui efektifitas ekstrak rimpang
kunyit sebagai larvasida didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 5.1 Hasil Penelitian Uji Daya Minyak Atsiri Rimpang Kunyit (Curcuma domestica
Val. ) Terhadap Kematian Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas
Guntung Payung Kota Madya Banjarbaru.
 Kontrol (-) Kontrol (+) Minyak Atsiri
M % M % M %
P1 1 4 25 100 8 32
P2 0 0 25 100 11 44
P3 1 4 25 100 20 80
P4 2 8 25 100 18 72
P5 2 8 25 100 21 84
P6 0 0 25 100 25 100
P7 1 4 25 100 17 68
P8 2 8 25 100 25 100
P9 2 8 25 100 21 84
P10 2 8 25 100 21 84
P11 0 0 25 100 20 80
P12 2 8 25 100 14 56
P13 1 4 25 100 18 72
P14 0 0 25 100 20 80
P15 2 8 25 100 20 80
Rata2 1,2 4,8 25 100 18,6 74,4
Ket : P = Pengulangan
 M = Kematian Larva
 Kontrol (+) = Abate 1%
 Kontrol ( - ) = CMC-Na 0,5%
Rata-rata kematian larva pada berbagai perlakuan dapat disajikan dengan diagram
batang seperti gambar 5.1.
Gambar 5.1 Diagram Rata-Rata Kematian Larva Pada Berbagai Perlakuan Hasil Penelitian
Uji Daya Minyak Atsiri Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) Terhadap
Kematian Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Guntung Payung
Kota Madya Banjarbaru.
50
10
15
20
25
K (-) LC90
Kematian larva
(ekor)
Kelompok perlakuan
K (-) K (+)
LC90
Berdasaran hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kematian larva pada tiap
perlakuan berbeda. Keadaan ini menunjukkan bahwa setiap perlakuan antara pemberian
minyak atsiri rimpang kunyit, abate 1% dan CMC-Na 0,5% mempunyai pengaruh yang
berbeda terhadap kematian larva nyamuk Aedes aegypti.
Berdasarkan hasil uji menunjukkan adanya perbedaan jumlah kematian larva antara
minyak atsiri rimpang kunyit dengan abate 1%. Selama pengamatan 24 jam, jumlah kematian
larva dengan menggunakan minyak atsiri rimpang kunyit tidak sebanyak perlakuan dengan
kontrol positif yang menggunakan zat aktif berupa temefos 1% sebagai larvasida dan sudah
umum digunakan oleh masyarakat. Hal ini berarti larva nyamuk Aedes aegypti di wilayah
kerja puskesmas Gutung Payung masih rentan terhadap temefos. Sedangkan untuk minyak
atsiri yang merupakan senyawa yang mudah menguap membuat minyak atsiri tidak dapat
bekerja secara efektif dalam waktu yang lama. Selain itu abate mempunyai zat aktif yang
lebih ampuh untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti.
Abate merupakan senyawa fosfat organik yang mengandung gugus phosphorothioate
bersifat anticholinesterase yang kerjanya menghambat enzim cholinesterase baik pada
vertebrata maupun invertebrata sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas syaraf karena
tertimbunnya acetylcholin pada ujung syaraf tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan
kematian. Penetrasi abate ke dalam larva berlangsung sangat cepat dimana lebih dari 99%
abate dalam medium diabsorpsi dalam waktu dua jam setelah perlakuan. Keracunan fosfat
organik pada serangga diikuti oleh ketidaktenangan, hipereksitasi, tremor dan konvulsi,
kemudian kelumpuhan otot (paralisa), pada larva nyamuk kematiannya disebabkan oleh
karena tidak dapat mengambil udara untuk bernafas. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan
jumlah kematian pada abate dengan minyak atsiri (32).
Minyak atsiri mempunyai aktifitas sebagai antibakteri, antijamur, antikanker, antiseptik
dan antioksidan. Minyak atsiri turunan fenol berinteraksi dengan sel melalui proses absorpsi
yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan
ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan
menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan
koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis. Hal ini yang memicu kematian larva
Aedes aegypti (27).
Komponen aktif pada kunyit antara lain, yaitu minyak atsiri, curcumin, tannnin, volatile
oil (turmerone, atlantore, zingiberone), gula, resin, protein, vitamin (vitamin C) dan mineral.
Kandungan minyak atsiri kunyit sekitar 3-5%. Minyak atsiri kunyit terdiri dari senyawa dalfa-peladren (1%), d-sabien (0,6%), cineol (1%), borneol (0,5%), zingiberen (25%),
tirmeron (5,8%), seskuiterpen alkohol (5,8%), alfa-atlanton dan gamma-atlanton (7). Minyak
atsiri bermanfaat sebagai antiseptik, antibakteri, antijamur, luka bernanah dan hal ini
berdasarkan percobaan pada minyak atsiri rimpang kunyit. Minyak atsiri mudah dan larut
dalam etanol absolut, eter, minyak tanah kloroform serta dalam minyak lemak, sebaliknya
kurang larut dalam air.
Untuk rata-rata waktu kematian larva dilakukan dengan analisis univariat. Berdasarkan
hasil penelitian pengujian minyak atsiri rimpang kunyit terhadap kematian larva Aedes
aegypti di wilayah kerja puskesmas Guntung Payung telah didapatkan waku rata-rata
kematian larva.
Berdasarkan hasil perhitungan waktu puncak rata-rata kematian larva, dapat dilihat
bahwa aktifitas minyak atsiri rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) mencapai puncaknya
pada jam ke-2 (lampiran 9) dan kemudian menurun hingga jam ke-24. Penurunan aktifitas
disebabkan terjadinya penguapan dari minyak atsiri yang merupakan suatu senyawa yang
sangat mudah menguap bila berada pada suhu tertentu. Minyak atsiri mulai mudah mengalami
penguapan bila berada pada suhu di atas 20˚C karena pengaruh udara dan cahaya. Suhu
lingkungan pengujian merupakan salah satu penyebab penguapan minyak atsiri secara alami
(33).
Selain itu, perbandingan waktu puncak rata-rata kematian dari ketiga perlakuan
menunjukkan waktu puncak aktifitas yang berbeda. Abate yang merupakan kontrol positif
dari pengujian dalam jam ke-1 telah mampu membunuh larva dengan rata-rata kematian
23,6667 dan dapat mebunuh seluruh larva uji pada jam ke-2. Sedangkan untuk CMC-Na
sebagai kontrol negatif tidak memiliki waktu puncak yang spesifik terhadap kematian larva
karena sifat dari CMC-Na yang memang bukan sebagai larvasida.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa minyak atsiri rimpang
kunyit (Curcuma domestica Val.) memiliki daya larvasida terhadap larva nyamuk Aedes
aegypti di lingkungan perumahan wilayah kerja puskesmas Guntung Payung Kota Madya
Banjarbaru. Minyak atsiri turunan fenol berinteraksi dengan sel melalui proses absorpsi yang
melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan
ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan
menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan
koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis dan mnyebabkan kematian larva Aedes
aegypti.  Namun jumlah kematian larva menggunakan minyak atsiri rimpang kunyit tidak
sebanyak menggunakan abate dengan zat aktif berupa temefos yang memiliki susunan
senyawa yang berbeda dan penetrasi yang lebih cepat dibandingkan minyak minyak atsiri.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan melakukan uji toksisitas minyak atsiri
rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) apakah ada efek samping yang berbahaya terhadap
manusia dan lingkungan bila hasil penelitian ini dilanjutkan menjadi produk larvasida bahan
alam yang diaplikasikan ke lingkungan.
Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui zat aktif yang
terkandung dalam minyak atsiri dan mengetahui besar konsentrasi zat aktif dalam minyak
atsiri untuk mengetahui dengan jelas jenis dan konsentrasi zat aktif yang berperan sebagai
larvasida.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fathi, Keman S, Wahyuni CU. Peran faktor lingkungan dan perilaku terhadap penularan
demam berdarah dengue di kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2005; 2 (1) : 1-
10.
2. Dharma R, Hadinegoro SR, Priatni I. Disfungsi endotel pada demam berdarah dengue.
Makara 2006; 10 (1) : 17-23.
3. Kusumawati Y, Suswardany DL, Yuniarno S, dkk. Upaya pemberantasan nyamuk Aedes
aegypti dengan pengasapan (fogging) dalam rangka mencegah peningkatan kasus demam
berdarah. Warta 2007; 10(1) : 01 – 09.
4. Suyasa IN, Ptra NA, Aryanta IW. Hubungan faktor lingkungan dan perilaku masyarakat
dengan keberadaan vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja puskesmas I
Denpasar Selatan. Ecotrophic 2008; 3 (1) : 1–6.
5. Chen Khie, Pohan H. Sinto R. Diagnosis dan terapi cairan pada demam berdarah dengue.
Medicinus Scientific Journal of Pharmaceutical Development and Medical Application
2009; 22 (1) : 3-7.
6. Djebar B. Laporan bulanan kasus dan kematian demam berdarah dengue di wilayah kota
Banjarbaru menurut puskemas dan kelurahan tahun 2007. Banjarbaru: Dinas Kesehatan
Kota Banjarbaru, 2007.
7. Arifin Z. Rekapitulasi jumlah kasus dan kematian demam berdarah dengue di wilayah
kota Banjarbaru menurut puskemas dan kelurahan Tahun 2008. Banjarbaru: Dinas
Kesehatan Kota Banjarbaru, 2008.
8. Arifin Z. Rekapitulasi jumlah kasus dan kematian demam berdarah dengue di wilayah
kota Banjarbaru menurut puskemas dan kelurahan tahun 2009. Banjarbaru: Dinas
Kesehatan Kota Banjarbaru, 2009.
9. Wahyuni S. Daya bunuh ekstrak serai (Andropogen nardus) terhadap nyamuk Aedes
aegypti. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2005.
10. Moehammadi Noer. Potensi biolarvasida ekstrak herba Ageratum conyzoides Linn. dan
daun Saccopetalum horsfieldii Benn. terhadap larva nyamuk Aedes aegypti L. Berkas
Penelitian Hayati 2005; 10:1-4.
11. Yayan S, Tina S. Toksisitas racun laba-laba Nephila sp. pada larva Aedes aegypti L.
Biodiversitas 2006; 7(2) : 191-194.
12. Panghiyangani R, Rahman F, Yuliana. Peningkatan kemampuan daya larvasida ekstrak
rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap larva Aedes aegypti penyebab Dengue
Haemorragic Fever (DHF). Laporan Penelitian Strategis Nasional BATCH I. Banjarbaru:
Universitas Lambung Mangkurat, 2009.
13. Nugroho SP, Srimulyani, dan Mulyaningsih. Aktivitas larvasida minyak atsiri daun jukut
(Hyptis suaveolens L.) poit, terhadap larva nyamuk Aedes aegypti instar iv dan analisis
kromatografi gas-spektroskopi massa. Majalah Farmasi Indonesia 1997; 8(4): 160-170.
14. Marlinae L, Lisda H, Joharman, dkk. Effectiveness of extract rhizome turmeric (Curcuma
domestica Val.) in killing Aedes aegypti larva cause of Dengue Hemmorrhargic Fever
(DHF). Jurnal Kesehatan Lingkungan 2006; 3(2):22-28.
15. Suarnella DT. Aktivitas minyak atsiri rimpang kunyit putih (Curuma zedoaria) sebagai
larvasida nyamuk Aedes aegypti vektor penyebab demam berdarah dengue. Karya Tulis
Ilmiah. Banjarbaru: Universitas Lambung Mangkurat, 2010.
16. Supartha IW. Pengendalian terpadu vektor virus demam berdarah dengue, Aedes aegypti
(Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae). Pertemuan Ilmiah. Bali:
Universitas Udayana, 2008.
17. Wakhyulianto, Uji daya bunuh ekstrak cabai rawit (Capsicum frutescens L) terhadap
nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Semarang: Universitas Negri Semarang, 2005.
18. Gafur A, Mahrina, Hardiansyah. Kerentanan larva Aedes aegypti dari Banjarmasin Utara
terhadap temefos. Bioscientiae 2006; 3 (2) : 73-82.
19. Nusa R, Ipa M, Delia T, dkk. Penentuan status resistensi Aedes aegypti dari daerah
endemis DBD di kota Depok terhadap malathion. Buletin Penelitian Kesehatan 2008; 36
(1) : 20-25.
20. Rahardjo G. Status dan mekanisme resistensi nyamuk Aedes aegypti (diptera: Culicidae)
di beberapa kota di Indonesia terhadap insektisida piretroid. Disertasi. Bandung: Program
Studi Doktor Biologi SITH, 2008.
21. Sowasono H, Soekirno M. Uji coba beberapa insektisida golongan pyrethroid sintetik
terhadap vektor demam berdarah dengue Aedes aegypti di wilayah Jakarta Utara. Jurnal
Ekologi Kesehatan 2004; 3 (1): 43-47.
22. Yunita EA, Suprapti NH, Hidayat JW. Pengaruh ekstrak daun teklan (Eupatorium
riparium) terhadap mortalitas dan perkembangan larva Aedes aegypti. BIOMA 2009;
11(1): 11-17.
23. Kusumaningrum OD. Uji aktifitas antipiretik infusa rimpang kunyit (Curcuma domestica
Val. ) pada kelinci putih jantan galur New Zealand. Skripsi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakrta, 2008.
24. Erniasi I, Saraswati TR. Penambahan limbah padat kunyit (Curcuma Domestica) pada
ransum ayam dan pengaruhnya terhadap status darah dan hepar ayam (Gallus sp). Buletin
Anatomi dan Fisiologi 2006; 14 (2): 1-6.
25. Gunawan D, Srimulyani. Ilmu Obat alam (farmakognisi). Jilid 1, Jakarta: Penebar
Swadaya, 2004.
26. Mukhtar MH, Adnan AZ, Pitra MW. Uji sitotoksisitas daun kemanggi (Ocimum bacilicum
L.) dengan metode brine shrimp lethality bioassay. Jurnal Sains Teknologi Farmasi 2007;
12 (1).
27. Parwata IM, Dewi PFS. Isolasi dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri dari rimpang
lengkuas (Alpinia galangal L.). Jurnal Kimia 2008; 2 (2): 100-104.
28. Parwata IM, Rita WS, Yoga R. Isolasi dan uji antiradikal bebas minyak atsiri pada daun sirih
(Piper betle Linn) secara spektroskopi ultra violet-tampak. Jurnal Kimia 2009; 3 (1): 7-13.
29. Silalahi AG. Metodologi penelitian dan studi kasus, Jakarta: Citramedia, 2000.
30. Boewono DT, Sudjarwo, Blondine ChP, et al. The effectiveness and residual effect of
Bacillus thuringiensis israelensis H14 new formulation (tablet) for controlling Aedes
aegypti larvae in thr earthen water jars. Jurnal Kedokteran YARSI 2005; 13(2):174-183.
31. Susanna Dewi, Rahman A, Pawenang ET. Potensi daun pandan wangi untuk membunuh
larva nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Ekologi Kesehatan 2003; 2 (2) : 228 – 231.
32. Veriswan I. Perbandingan efektivitas abate dengan papain dalam menghambat
pertumbuhan larva Aedes Aegypti. Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Universitas
Diponegoro, 2006.
33. Guenther E. Minyak atsiri jilid 1. Jakarta: Universitas Indonesia, 2006.minyak atsiri (32). Minyak atsiri mempunyai aktifitas sebagai antibakteri, antijamur, antikanker, antiseptik dan antioksidan. Minyak atsiri turunan fenol berinteraksi dengan sel melalui proses absorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis. Hal ini yang memicu kematian larva
Aedes aegypti (27). Komponen aktif pada kunyit antara lain, yaitu minyak atsiri, curcumin, tannnin, volatile
oil (turmerone, atlantore, zingiberone), gula, resin, protein, vitamin (vitamin C) dan mineral. Kandungan minyak atsiri kunyit sekitar 3-5%. Minyak atsiri kunyit terdiri dari senyawa dalfa-peladren (1%), d-sabien (0,6%), cineol (1%), borneol (0,5%), zingiberen (25%),
tirmeron (5,8%), seskuiterpen alkohol (5,8%), alfa-atlanton dan gamma-atlanton (7). Minyak atsiri bermanfaat sebagai antiseptik, antibakteri, antijamur, luka bernanah dan hal ini berdasarkan percobaan pada minyak atsiri rimpang kunyit. Minyak atsiri mudah dan larut dalam etanol absolut, eter, minyak tanah kloroform serta dalam minyak lemak, sebaliknya kurang larut dalam air. Untuk rata-rata waktu kematian larva dilakukan dengan analisis univariat. Berdasarkan hasil penelitian pengujian minyak atsiri rimpang kunyit terhadap kematian larva Aedes
aegypti di wilayah kerja puskesmas Guntung Payung telah didapatkan waku rata-rata kematian larva. Berdasarkan hasil perhitungan waktu puncak rata-rata kematian larva, dapat dilihat bahwa aktifitas minyak atsiri rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) mencapai puncaknya pada jam ke-2 (lampiran 9) dan kemudian menurun hingga jam ke-24. Penurunan aktifitas disebabkan terjadinya penguapan dari minyak atsiri yang merupakan suatu senyawa yang sangat mudah menguap bila berada pada suhu tertentu. Minyak atsiri mulai mudah mengalami penguapan bila berada pada suhu di atas 20˚C karena pengaruh udara dan cahaya. Suhu lingkungan pengujian merupakan salah satu penyebab penguapan minyak atsiri secara alami (33). Selain itu, perbandingan waktu puncak rata-rata kematian dari ketiga perlakuan menunjukkan waktu puncak aktifitas yang berbeda. Abate yang merupakan kontrol positif dari pengujian dalam jam ke-1 telah mampu membunuh larva dengan rata-rata kematian 23,6667 dan dapat mebunuh seluruh larva uji pada jam ke-2. Sedangkan untuk CMC-Na sebagai kontrol negatif tidak memiliki waktu puncak yang spesifik terhadap kematian larva karena sifat dari CMC-Na yang memang bukan sebagai larvasida.
PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa minyak atsiri rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) memiliki daya larvasida terhadap larva nyamuk Aedes
aegypti di lingkungan perumahan wilayah kerja puskesmas Guntung Payung Kota Madya Banjarbaru. Minyak atsiri turunan fenol berinteraksi dengan sel melalui proses absorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis dan mnyebabkan kematian larva Aedes
aegypti. Namun jumlah kematian larva menggunakan minyak atsiri rimpang kunyit tidak sebanyak menggunakan abate dengan zat aktif berupa temefos yang memiliki susunan senyawa yang berbeda dan penetrasi yang lebih cepat dibandingkan minyak minyak atsiri.
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan melakukan uji toksisitas minyak atsiri rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) apakah ada efek samping yang berbahaya terhadap manusia dan lingkungan bila hasil penelitian ini dilanjutkan menjadi produk larvasida bahan alam yang diaplikasikan ke lingkungan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui zat aktif yang terkandung dalam minyak atsiri dan mengetahui besar konsentrasi zat aktif dalam minyak atsiri untuk mengetahui dengan jelas jenis dan konsentrasi zat aktif yang berperan sebagai larvasida.
DAFTAR PUSTAKA 1. Fathi, Keman S, Wahyuni CU. Peran faktor lingkungan dan perilaku terhadap penularan demam berdarah dengue di kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2005; 2 (1) : 1- 10. 2. Dharma R, Hadinegoro SR, Priatni I. Disfungsi endotel pada demam berdarah dengue. Makara 2006; 10 (1) : 17-23. 3.
Kusumawati Y, Suswardany DL, Yuniarno S, dkk. Upaya pemberantasan nyamuk Aedes
aegypti dengan pengasapan (fogging) dalam rangka mencegah peningkatan kasus demam
berdarah. Warta 2007; 10(1) : 01 – 09.
4. Suyasa IN, Ptra NA, Aryanta IW. Hubungan faktor lingkungan dan perilaku masyarakat dengan keberadaan vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja puskesmas I Denpasar Selatan. Ecotrophic 2008; 3 (1) : 1–6. 5. Chen Khie, Pohan H. Sinto R. Diagnosis dan terapi cairan pada demam berdarah dengue. Medicinus Scientific Journal of Pharmaceutical Development and Medical Application 2009; 22 (1) : 3-7. 6. Djebar B. Laporan bulanan kasus dan kematian demam berdarah dengue di wilayah kota Banjarbaru menurut puskemas dan kelurahan tahun 2007. Banjarbaru: Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, 2007. 7. Arifin Z. Rekapitulasi jumlah kasus dan kematian demam berdarah dengue di wilayah kota Banjarbaru menurut puskemas dan kelurahan Tahun 2008. Banjarbaru: Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, 2008. 8. Arifin Z. Rekapitulasi jumlah kasus dan kematian demam berdarah dengue di wilayah kota Banjarbaru menurut puskemas dan kelurahan tahun 2009. Banjarbaru: Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, 2009. 9. Wahyuni S. Daya bunuh ekstrak serai (Andropogen nardus) terhadap nyamuk Aedes
aegypti. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2005. 10. Moehammadi Noer. Potensi biolarvasida ekstrak herba Ageratum conyzoides Linn. dan daun Saccopetalum horsfieldii Benn. terhadap larva nyamuk Aedes aegypti L. Berkas Penelitian Hayati 2005; 10:1-4. 11. Yayan S, Tina S. Toksisitas racun laba-laba Nephila sp. pada larva Aedes aegypti L. Biodiversitas 2006; 7(2) : 191-194. 12. Panghiyangani R, Rahman F, Yuliana. Peningkatan kemampuan daya larvasida ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap larva Aedes aegypti penyebab Dengue Haemorragic Fever (DHF). Laporan Penelitian Strategis Nasional BATCH I. Banjarbaru: Universitas Lambung Mangkurat, 2009. 13. Nugroho SP, Srimulyani, dan Mulyaningsih. Aktivitas larvasida minyak atsiri daun jukut (Hyptis suaveolens L.) poit, terhadap larva nyamuk Aedes aegypti instar iv dan analisis kromatografi gas-spektroskopi massa. Majalah Farmasi Indonesia 1997; 8(4): 160-170. 14. Marlinae L, Lisda H, Joharman, dkk. Effectiveness of extract rhizome turmeric (Curcuma
domestica Val.) in killing Aedes aegypti larva cause of Dengue Hemmorrhargic Fever (DHF). Jurnal Kesehatan Lingkungan 2006; 3(2):22-28. 15. Suarnella DT. Aktivitas minyak atsiri rimpang kunyit putih (Curuma zedoaria) sebagai larvasida nyamuk Aedes aegypti vektor penyebab demam berdarah dengue. Karya Tulis Ilmiah. Banjarbaru: Universitas Lambung Mangkurat, 2010. 16. Supartha IW. Pengendalian terpadu vektor virus demam berdarah dengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae). Pertemuan Ilmiah. Bali: Universitas Udayana, 2008. 17. Wakhyulianto, Uji daya bunuh ekstrak cabai rawit (Capsicum frutescens L) terhadap nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Semarang: Universitas Negri Semarang, 2005. 18. Gafur A, Mahrina, Hardiansyah. Kerentanan larva Aedes aegypti dari Banjarmasin Utara terhadap temefos. Bioscientiae 2006; 3 (2) : 73-82. 19. Nusa R, Ipa M, Delia T, dkk. Penentuan status resistensi Aedes aegypti dari daerah endemis DBD di kota Depok terhadap malathion. Buletin Penelitian Kesehatan 2008; 36 (1) : 20-25. 20. Rahardjo G. Status dan mekanisme resistensi nyamuk Aedes aegypti (diptera: Culicidae) di beberapa kota di Indonesia terhadap insektisida piretroid. Disertasi. Bandung: Program Studi Doktor Biologi SITH, 2008. 21. Sowasono H, Soekirno M. Uji coba beberapa insektisida golongan pyrethroid sintetik terhadap vektor demam berdarah dengue Aedes aegypti di wilayah Jakarta Utara. Jurnal Ekologi Kesehatan 2004; 3 (1): 43-47. 22. Yunita EA, Suprapti NH, Hidayat JW. Pengaruh ekstrak daun teklan (Eupatorium
riparium) terhadap mortalitas dan perkembangan larva Aedes aegypti. BIOMA 2009; 11(1): 11-17. 23. Kusumaningrum OD. Uji aktifitas antipiretik infusa rimpang kunyit (Curcuma domestica
Val. ) pada kelinci putih jantan galur New Zealand. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakrta, 2008. 24. Erniasi I, Saraswati TR. Penambahan limbah padat kunyit (Curcuma Domestica) pada ransum ayam dan pengaruhnya terhadap status darah dan hepar ayam (Gallus sp). Buletin Anatomi dan Fisiologi 2006; 14 (2): 1-6. 25. Gunawan D, Srimulyani. Ilmu Obat alam (farmakognisi). Jilid 1, Jakarta: Penebar Swadaya, 2004. 26. Mukhtar MH, Adnan AZ, Pitra MW. Uji sitotoksisitas daun kemanggi (Ocimum bacilicum L.) dengan metode brine shrimp lethality bioassay. Jurnal Sains Teknologi Farmasi 2007; 12 (1). 27. Parwata IM, Dewi PFS. Isolasi dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galangal L.). Jurnal Kimia 2008; 2 (2): 100-104. 28. Parwata IM, Rita WS, Yoga R. Isolasi dan uji antiradikal bebas minyak atsiri pada daun sirih (Piper betle Linn) secara spektroskopi ultra violet-tampak. Jurnal Kimia 2009; 3 (1): 7-13. 29. Silalahi AG. Metodologi penelitian dan studi kasus, Jakarta: Citramedia, 2000. 30. Boewono DT, Sudjarwo, Blondine ChP, et al. The effectiveness and residual effect of
Bacillus thuringiensis israelensis H14 new formulation (tablet) for controlling Aedes
aegypti larvae in thr earthen water jars. Jurnal Kedokteran YARSI 2005; 13(2):174-183. 31. Susanna Dewi, Rahman A, Pawenang ET. Potensi daun pandan wangi untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Ekologi Kesehatan 2003; 2 (2) : 228 – 231. 32. Veriswan I. Perbandingan efektivitas abate dengan papain dalam menghambat pertumbuhan larva Aedes Aegypti. Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Universitas Diponegoro, 2006. 33. Guenther E. Minyak atsiri jilid 1. Jakarta: Universitas Indonesia, 2006.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

laporan praktikum analgetik

kunci determinasi kunyit

MAKALAH TEKNIK SAMPLING